Enam

9.3K 836 12
                                    

"ANJING! APAAN NIH!"

Reynan dan Kelvin terperanjat mendengar teriakan nyaring yang tak lain berasal dari Zidan.

Mereka berdiri berlari masuk menghampiri Zidan. Reynan menatap datar Zidan sedangkan Kelvin menahan tawanya.

Brak!

"Ada apaan bos!" teriak Sean dan Rio masuk ke kamar Reynan dengan mendobrak pintu.

Zidan menyelimuti dirinya sampai lehernya, ia menatap satu persatu pemuda yang berdiri di depannya.

Reynan, Kelvin, Sean, Rio, dia ada di mana sekarang?

"Ini di mana?" tanya Zidan bingung, pasalnya ini bukan kamarnya.

Tadi ia terbangun dan merasa bahwa tempat ini asing baginya. Ia meneliti setiap sudut ruangan namun tidak ada petunjuk apapun, pikiran negatif mulai muncul. Ia menyibak selimut untuk mengecek pakaian yang dikenakan.

Untungnya masih lengkap namun sedetik setelahnya ia tercengang, piyama biru bermotif doraemon.

"Apart."

"Apartnya siapa?"

"Punya Reynan tadi lo pingsan di sekolah terus dibawa Reynan pulang." Jelas Kelvin mengode Reynan untuk mengiyakan apa yang diucapkan.

"Terus ya-"

"Yang gantiin baju Reynan lah masa gue." Potong Kelvin menaik turunkan alisnya menggoda Zidan yang memasang muka blank nya.

"Sean, Rio. Keluar yoo, kata Reynan disini ada PS, mabar kuy!" ajak Kelvin menyeret Sean dan Rio keluar kamar.

"Rey." Panggil Zidan setelah mereka keluar dari kamar.

"Hm."

"Lo liat?"

"Apa?"

"Pung-"

"Liat, kenapa?" tanya Reynan balik seraya menghampiri Zidan dan duduk di samping anak itu.

"Lo ga jijik?"

"Harus?"

"Punggung g-"

"Gue enggak." Potong Reynan lagi tidak ingin Zidan membahas masalah punggungnya.

Ia meneliti wajah Zidan yang terlihat sedikit pucat, apakah anak ini sa-

"Rey aw-"

Huek! Huek!

"Ah sial! mual banget." Gerutu Zidan.

"Kamar mandi mana?" tanya Zidan memegangi perutnya yang terasa sangat mual.

"Di sini aja, ntar dibersihin." Jawab Reynan seraya memijat tengkuk Zidan.

"Ga-"

Huek! Huek!

"Lantai lo kotor."

"Biarin. Masih mual?"

"Dikit."

"Baringan dulu." Ucap Reynan menuntun Zidan kembali berbaring.

Tanpa rasa jijik, Reynan meraih tisu membersihkan bibir dan tangan Zidan yang terkena muntahan.

Setelah itu ia mengambil ponselnya, "Datang ke apart 15 menit."

"Ga sopan." Celetuk Zidan membuat Reynan menoleh menatapnya mengedikkan bahunya acuh.

"Pusing?"

"Ga terlalu."

Reynan menyisir rambut Zidan, meraba dahi anak itu yang terasa hangat, demam. Sayangnya, ia tidak punya plester penurun panas.

Meraih tisu lagi, menyibak poni Zidan dan mengeringkan pelipis anak itu yang basah karena keringat.

Auriville : [Mien]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang