Sembilan

8.9K 737 2
                                    

Seorang pemuda melenguh dalam tidurnya. Dia hanya menggeliat sedikit lalu merapatkan posisinya dengan pemuda yang memeluknya.

Zidan, pemuda itu membuka matanya. Mengucek mata kirinya yang terasa gatal, ia sama sekali tidak berniat untuk bangkit ataupun melepas pelukan Reynan.

Rasanya nyaman, ia tidak tahu apa yang baru ia rasakan. Namun inilah yang ia cari dari dulu dan ia baru merasakannya sekarang. Sebuah rasa nyaman yang merambat sampai di hatinya.

Sejak kecil ia tidak pernah merasakan apa yang namanya pelukan, apa lagi pelukan dari kedua orang tuanya. Ia tidak pernah merasakan sama sekali.

Meskipun sekarang yang memeluknya bukan lah orang tuanya, namun rasanya sangat nyaman dan hangat. Apakah pelukan kedua orang tuanya senyaman dan sehangat ini?

Ia dapat mendengar detak jantung Reynan yang beraturan. Ia menempelkan telinganya di dada bidang Reynan, mendengar detak jantung pemuda itu yang mengalun di telinganya. Memejamkan matanya lagi, menikmati detak jantung Reynan. Hingga tidak menyadari jika sang empu membuka mata.

Reynan menunduk, melakukan gerakan sepelan mungkin. Tersenyum tipis melihat Zidan yang bertingkah seperti anak kecil.

"Rey. Makasih."

Sedikit terkejut, ternyata anak itu menyadari jika dirinya telah terbangun.

"Untuk?" tanya Reynan tidak mengerti maksud Zidan.

Tangannya tergerak untuk mengusap kepala Zidan, sang empu yang diperlakukan seperti itu bukan merasa risih melainkan malah nyaman. Buktinya, Zidan tidak menjauh ataupun menolak.

"Gue bisa tidur nyenyak tanpa kebangun karena mimpi itu."

"Berkat lo, gue bisa tidur malem tanpa takut mimpi itu lagi."

"Bahkan mimpi itu tadi malem ga ada."

Kening Reynan mengerut, "Mimpi?" pancingnya ingin mendengar Zidan bercerita.

"Gue cuma minta, setelah lo tau. Lo ga bakal ngrubah padangan lo ke gue."

Ia tidak suka jika seseorang memandangnya lasihan, kesannya seperti seorang yang paling menyedihkan.

"Kelvin pasti udah cerita sama lo, semua tentang gue. Tapi yang ini Kelvin ga tau. Karena gue ga mau dia mikirin gue, cukup itu aja."

Reynan diam, mendengarkan Zidan yang membuka suara, meskipun suara anak itu teredam namun ia masih bisa mendengarnya jelas sebab suasana nya yang sepi.

"Tiap malem, tiap gue tidur. Gue selalu mimpi, dia datang ke apartement gue, datang mukul gue, nyiksa gue, nyambuk gue, maki-maki gue. Abis itu pergi."

"Gue bisa tidur malem paling lama 5 jam. Itu udah paling lama, gue ga bisa tidur dalam keadaan sendirian, gue takut dia dateng terus nyiksa gue."

Zidan mendongak, ia menyentuh bekas gigitannya di leher Reynan. Selepas menggigit Reynan tadi malam ia langsung diperintahkan untuk tidur oleh pemuda itu.

"Sebenernya itu cuma ketakutan gue, karena nyatanya dia ga tau apartement gue. Dia udah ga perduli sama gue sejak gue keluar dari rumah."

"Setiap mimpi itu dateng, pasti ketika paginya gue bangun badan gue sakit semua, rasanya remuk. Serasa gue itu beneran dipukulin sama dia."

Zidan mengakhiri ceritanya denganhelaan nafas, ia kembali memeluk Reynan, mengeratkan pelukannya pada Reynan.

"Pelukan lo hangat. Gue suka."

Zidan berkata tidak tahu sadar atau tidak, namun berhasil membuat Reynan menyeringai.

"Peluk terus?"

"Ha? apaan?"

Auriville : [Mien]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang