Reynan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, ia menuju apotek menebus untuk obat.
Melihat jalanan sepi, Reynan berhenti sejenak merogoh saku celananya mengambil ponsel.
"Jam 7 Rey pulang, usahakan abang di mansion." Ucap Reynan datar.
"Ada apa? butuh bantuan?" tanya orang di sebrang.
"Ya."
Reynan memutus sambungan sepihak dan kembali menyimpan ponselnya. Ia kembali menyalakan motornya melanjutkan perjalanan ke apotek.
Tanpa berkata ia menyerahkan kertas yang diberikan sang kakak.
"Plester penurun panas 1 pack." Ucapnya dingin membuat apoteker yang bertugas merinding.
"A-anak atau dewasa?" tanya apoteker gugup.
"Anak."
Apoteker itu mengambil plester penurun panas 1 pack, meskipun ia bingung namun ia tidak berani bertanya.
"Tu-tunggu. Ini kelebihan."
Tidak mendengar protes sang apoteker, setelah menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah ia pergi meninggalkan apoteker yang menganggu pemandangannya itu.
Bagaimana tidak, apoteker perempuan itu memakai make up yang tebal dan baju ketat, tidak terlihat seperti seorang apoteker melainkan seperti seorang jalang.
Lihat saja ia akan bertanya nanti kepada Erlan.
Reynan menyimpan obat Zidan di saku jaketnya. Tujuannya kali ini adalah membeli bubur. Dengan kecepatan tinggi ia membelah keramaian jalan, perasaannya tidak enak.
Sekitar 10 menit ia akhirnya menemukan penjual bubur.
"Satu." Pesannya kepada penjual.
"Pakai santan, Den?"
"Tidak perlu."
Drt! Drt!
Nama Sean tertera di layar ponselnya.
"Apa?"
"Lo dimana? Ini Zidan nangis nyariin lo. Katanya tangannya sakit. Udah dielus sama Kelvin juga ga diem, dielus sama kita ga mau malah tambah kej-"
"5 menit."
Reynan menutup telponnya bersamaan dengan pesanannya yang telah siap. Ia memberikan selembar uang berwarna biru dan berlalu begitu saja.
Ia kembali melajukan motornya dengan kecepatan tinggi tanpa perduli umpatan pengendara lain. Memarkirkan motornya asal, dan berlari menuju dimana apartementnya.
Brak!
"Anjing!"
"Babi!"
Sean dan Rio yang berada di dalam kamar Reynan terkejut karena dobrakan pintu yang Reynan ciptakan.
"Mangkuk." Ucap Reynan pada mereka dan mendekati Zidan yang bersembunyi di balik selimut dengan Kelvin yang mengelus punggung putihnya.
Bisa ia dengar isak tangis Zidan yang memanggil namanya disertai keluhan.
"Hiks... sakit... sakiiit..."
"Mau Rey hiks..."
Bolehkah ia menunggu sebentar untuk mendengar rancauan yang terdengar lucu ini?
"Hiks... hiks..."
"Pusing hiks... mau Rey..."
Reynan tidak tega, ia mengode Kelvin untuk bergeser dan menggantikan elusan ditangan Zidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auriville : [Mien]
Teen FictionRe-upload. Dosanya buat masing-masing pembaca. Thankss.