Tiga Belas

9.2K 857 40
                                    

"Mereka kenapa?" guman Zidan menatap kepergian ketiganya tidak paham.

Reynan terkekeh dan itu membuat sang Kepala Sekolah menatap adiknya heran.

"Kamu tersenyum?"

Reynan mengubah raut wajahnya lagi membuat Ernest mendengus, tapi dalam hati ia bersyukur.

Setelah bertahun-tahun senyum adiknya menghilang akhirnya kini ia dapat melihat senyum adiknya kembali meskipun hanya sebentar.

"Zidan."

"Apa, Pak? mau ngomel?"

"Su'udzon kamu."

"Biasanya kan gitu." Dengus Zidan.

"Duduk dan jelaskan."

"Jelasin apa lagi Pak? apa Bapak ga bisa ngambil kesimpulan dari apa yang saya ucapin tadi? saya udah cape lho nerocos dari tadi. Mana si ono ngegas mulu."

Zidan membuka laptopnya kembali, membalik laptopnya menghadap Ernest, "Nih! Bapak liat semua sendiri. Saya beneran cape."

Zidan menyenderkan kepalanya di bahu Reynan, menengadahkan tangannya, "Permen." Pintanya.

"Jangan dibuang, habis."

"Iya tadi kan genting, masa mau marah-marah makan permen." Ujar Zidan lalu memasukkan permen yang sudah dibuka oleh Reynan.

"Siapa yang ada di foto itu?" tanya Ernest.

"Makannya jangan fokus sama kertas terus." Balas Zidan tanpa dosa.

"Kaget, kan? saya tahu Pak, kerjaan Bapak kan ngurusin kertas mulu. Saya ga nguntit Bapak, tenang aja." Lanjutnya diiringi kekehan ketika Ernest memasang wajah terkejut.

"Itu kakak kelas sebelah, anak kelas XII IPS 3. Kalo namanya saya lupa, tapi Bapak bisa cek aja sendiri." Jelas Zidan memejamkan matanya menikmati usapan Reynan di rambutnya.

"Padahal dari warna kulitnya beda, tapi masih nekat di upload." Cibir Zidan.

"Lalu kamu mau apa?"

"Mau apa? apa?"

"Apa yang mau kamu lakuin? berita kamu udah ada di angkatan kamu? lambat laun adek kelas sama kakak kelas pun akan tahu."

"Biar aja, tadi udah saya apus kok. Cek aja, udah ga ada. Oh iya Pak, sesuai omongan tadi. Kalo beritanya salah, nasib Geisha ada di tangan saya."

"Terserah kamu, Geisha juga udah dibawa temen kamu kan?"

"Abang saya tadi itu Pak."

"Abang?"

"Abang ketemu gede. Dulu dikenalin sama Kelvin."

Hening, Ernest kembali membaca rentetan kata yang ada di laptop Zidan.

"Rey."

"Hm."

"Hp gue mana?"

Reynan merogoh saku celananya, mengambil ponsel Zidan dan menyerahkannya tanpa bertanya.

"Lo udah nyari siapa dia?"

"Hm."

"Siapa? Jack?"

"Hm."

"Ya udah, gue ke sana dulu. Jamnya dikit lagi."

Cup!

"Ga usah nyusul. Gue titip laptop aja." Pesan Zidan setelah mengecup pipi tegas Reynan.

Sebenarnya ia merasa janggal, namun ia tidak ingin Reynan terlibat dalam masalahnya.

Reynan sendiri tidak menjawab, ia menatap punggung Zidan yang menghilang di balik pintu.

Auriville : [Mien]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang