Jerella ; 07

479 115 19
                                    

Sebab sakit, Prince jadi lebih banyak diam. Jika pun bersuara, itu ketika dia mengeluhkan rasa sakitnya kepada Jerella. Karena walau demamnya sudah mereda, anak itu bilang kepalanya masih terasa pusing. Sungguh, Jerella tidak tega melihat keadaan Prince yang seperti ini. Yang biasa ia lihat selalu ceria kini menjadi begitu murung. Sedih sekali. Apalagi dia juga terdengar sering batuk.

"Bunda," panggil anak itu rendah.

"Kenapa? Pusing ... hm?"

Mereka berada di dalam mobil sekarang, sehabis pulang mengantar Prince berobat. Dan awalnya Victor meminta agar Prince dirawat saja kepada dokter, tetapi anaknya itu menentang keras. Alhasil tidak jadi. Toh, dokter juga bilang jika Prince tidak sakit yang begitu serius, yang mana mendengarnya saja membuat kedua hati mereka merasa lega.

"Laper," keluh kembali anak itu.

"Apa? Laper? Mau makan apa?"

"Roti rasa cokelat."

Victor mendengarnya dalam diam. "Di depan ada mini market." Tidak sembarang menebak, karena Victor memang melihat plangnya yang tak jauh dari posisi mereka sekarang ini. "Kita beli di sana, ya?" Lanjutnya bertanya.

Di rumah juga sebenarnya ada roti dan berbagai selainya. Tetapi untuk itu perlu waktu yang lebih lama karena jarak pulang yang masih cukup jauh untuk ditempuh. Sedangkan Prince, Victor khawatir dia sudah sangat kelaparan. Mengingat dia tidak makan banyak di rumah.

"Iya, kita beli dulu," jawab Jerella.

Kendaraan pria itu pun memasuki area parkir mini market yang tidak begitu besar. Dia lalu melepas seatbelt. "Kalian tunggu di sini saja. Biar aku yang ke sana sendiri. Em, kau ingin sesuatu juga, Jerella?"

Awalnya Victor merasa sangat tidak memiliki kepercayaan diri untuk berhadapan dengan gadis itu. Namun dia punya keadaan yang tidak bisa membuat dirinya berlama-lama memprioritaskan rasa itu. Dia harus bersikap dan membuat segalanya terasa tidak terjadi apapun. Lagipula, orang itu tidak memikirkan tentang kita selamanya. Percayalah.

"Em, tidak perlu," jawab Jerella menolak.

"Baiklah." Dia yang menolak, okay? Victor pun keluar dan secepatnya berusaha kembali. Dengan menenteng dua roti dan minumannya, air mineral dan minuman penuh rasa, dia datang. Dan untuk itu, dirinya hanya memerlukan waktu empat menit.

Dug!

Pintu ditarik tutup dari dalam terdengar. Namun setelah itu kendaraan tidak langsung bergerak karena Victor memilih membukakan kemasan roti itu dulu tanpa bantuan siapapun sebelum memberikannya kepada Prince. Jerella juga terlihat kesulitan bergerak karena Prince tidak ingin menjauh darinya meski sejengkal, sebabnya ia pintar-pintar membantu. Karena Prince juga bukan sepenuhnya tanggung jawab Jerella meski dia adalah pengasuh putranya. Ia sadar akan itu.

"Terimakasih," ucap Prince pelan sambil menerima itu.

"Sama-sama." Jerella lalu mengerutkan keningnya tiba-tiba saat Victor juga menyondorkan sesuatu kepadanya. "Dan ini untukmu. Aku tahu kau juga pasti haus. Minumlah selagi dingin." Dan perkataan pria itu membuatnya mengerti lebih jelas.

"Terimakasih, Tuan."

Victor peka jika Jerella kesulitan untuk menerima pemberiaannya. Karena itu dia langsung berinisiatif menaruh minuman itu di bagian depan di dalam mobil bersama roti dan air mineral yang ia beli untuk Prince. Karena tidak mungkin ia pegangi terus, terlebih setelah ini ia harus mengemudikan kembali mobilnya agar mereka bisa cepat sampai ke rumah.

"Kusimpan di sini ya."

"Iya Tuan."

Kemudian kendaraan beroda empat itu pun mulai kembali melaju melanjutkan perjalanan tadi yang sempat terhenti. Hingga akhirnya mereka pun sampai di rumah, di mana Victor langsung keluar dan mengelilingi depan mobil untuk membukakan pintu tempat Jerella duduk. Dan tujuan utamanya adalah mengambil alih Prince darinya, karena Victor tahu, Prince terlalu berat untuk dipangku gadis itu.

JerellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang