Jerella ; 08

517 111 19
                                    

"Kemana para pelayan?"

Detik itu, Jerella nyaris saja memuntahkan semua yang ada di dalam mulutnya karena tersentak. Namun untungnya ia bisa dengan sigap mengontrol diri sehingga hal itu tidak sampai terjadi. Kunyahannya segera ia telan sebelum ia menjawab pertanyaan Victor.

"Mereka sepertinya ada di kamar. Tuan ingin sesuatu?"

Sekarang pukul setengah dua, jadi pelayan tidak sesibuk ketika pagi. Apalagi Victor bukan tipikal tuan yang mengecek dengan teliti setiap pekerjaan mereka di rumah. Lagipula, setiap kali pelayan istirahat, itu artinya mereka telah selesai mengerjakan tugas mereka. Toh, mereka juga tidak mungkin berani melakukan itu tanpa memenuhi tanggung jawab mereka dulu kepada Victor. Apalagi mereka sadar, Victor adalah tuan yang baik selama ini. Dan dengan gaji yang telah disepakati, mana mungkin mereka segan berleha-leha.

"Tidak. Lanjutkan saja."

Tetapinya, Jerella merasa sungkan untuk kembali makan. Karena itu meski telah kembali duduk setelah tadi sempat terbangun, ia masih belum melanjutkan suapannya yang baru.

"Ngomong-ngomong, kau sedang makan apa?"

"Hm?" Jerella menoleh menatapnya kembali. "Samyang stew."

Samyang stew? Sesuatu yang baru didengarnya. Dengan pasti Victor mendekat dan melihat dengan jelas isi mangkuk di meja itu. Ternyata mie yang tampak pedas karena berwarna merah, dengan kuahnya yang terlihat creamy oleh keju mozzarella. Selain ada toping sosis, dalam piring terpisah Jerella juga menyiapkan potongan mentimun yang terlihat segar untuk dinikmati. Tapi Victor tidak tahu apakah itu benar pedas atau tidak?

"Tampaknya ini enak."

Karena Victor berada di dekatnya, kepala Jerella harus sedikit menengak saat melihat wajahnya. "Ya, ini memang enak. Tuan mau mencicipinya? Akan ku ambilkan sendok dulu."

"Tidak perlu." Victor mengambil satu mentimun lalu menyendok mie dengan itu meski tidak begitu dapat banyak. Kunyahannya terdengar renyah karena tekstur mentimun yang dia makan. "Ya Tuhan, lidahku memang paling tidak bisa menolak soal mie," pujinya merasa begitu termanja dengan rasa samyang stew itu.

Jerella bingung harus berkata apa.

"Kau memasaknya sendiri?" tanya Victor yang diangguki gadis itu.

"Mie yang mana yang kau pakai?" Victor segera melangkah ke lemari gantung yang ada di dapur dan mencarinya di dalam sana. Dia ambil mie dengan kemasan warna pink dan dia tunjukkan kepada Jerella. "Apakah yang ini?" tanyanya.

"Bukan."

Victor mengulik isi lemari itu lagi. "Yang ini?" Kali ini warna kemasannya berubah, merah ditemani hitam.

"Iya. Aku pakai yang itu," jawab Jerella.

Sebelah tangan Victor menutup pintu lemari, lalu melihat bungkus mie yang berada di tangannya itu lebih serius. Dia melihat secara bergantian antara depan dan belakang kemasan, tanpa ada maksud mencari sesuatu di dalamnya.

Victor menoleh kepada Jerella. Diam-diam merasa bingung bagaimana membuat mie di tangannya itu bisa matang. Iya, ia tahu memang tak ada cara lain selain harus dimasak. Dan di situ lah masalahnya. Ia tidak tahu cara memasak mie yang tepat agar rasanya tetap sempurna.

Jerella ingin menyondorkan diri untuk membantu, tetapi salah satu pelayan mendadak datang dan menyondorkan diri. Karena itu niatnya langsung urung, dan hanya terdiam melihat interaksi mereka. Di mana Victor memang bisa dikatakan ramah kepada semua pekerjanya.

"Tuan memerlukan sesuatu? Biar saya bantu."

"Tidak." Matanya tidak bisa fokus ke satu orang. Sesekali melirik Jerella yang tidak meliriknya. "Aku hanya ingin memasak mie."

JerellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang