Jerella ; 03

652 100 17
                                    

Pohon-pohon seakan menari untuk menyambut perjalan mereka. Cuacanya yang hangat, angin yang berhembus lirih, dan tak berisik, sungguh suasana yang sangat cocok menjadi teman di perjalanan mereka pada pagi menjelang siang ini. Sekalipun jalanan memang agak sedikit lebih penuh, tapi itu tidak masalah. Karena itu adalah hal yang cukup biasa terjadi.

Terlebih, Victor juga menyadari jika perjalanan pasti akan bertambah sesak karena ini adalah hari weekend. Di mana orang lain juga banyak yang ingin pergi berlibur, apalagi bagi mereka yang kurang hiburan di hari sebelumnya.

"Bibi, itu apa?"

Jerella baru saja membuka kepalan tangannya hingga Prince yang menyadari bertanya.

Jerella segera menjawabnya. "Tadi anting yang Bibi pakai lepas. Ini Bibi akan pasang kembali."

"Apa tidak sakit?"

Jerella menjawab sambil memasangnya, dan ketika itu Victor sempat menengok. "Telinga Bibi sudah memiliki lubang, jadi saat kembali memakai antingnya, tidak terasa sakit."

Jerella lalu terdiam saat menyelipkan helaian liar rambutnya ke belakang telinga sehingga sebelah antingnya terpampang jelas di mata Prince. Anak itu memandangnya berlarut-larut dan malah salah fokus pada aura kecantikan Jerella yang tumpah-tumpah.

"Bibi sangat cantik hari ini," puji Prince.

Jerella langsung benar-benar salah tingkah. Ia bingung harus berekspresi apa selain tertunduk sipu apalagi saat ia sadar dirinya dilirik Victor. Boom! Langsung saja perasaan campur aduk pecah dalam perasaannya.

"Terimakasih, Prince. Kau juga sangat tampan hari ini," balasnya memuji. "Oh, ya ampun. Aku baru sadar, kalian memakai pakaian berwarna senada. Kalian terlihat bagus dengan pakaian itu. Em, maaf, aku sudah berkata berlebihan."

Jerella kembali calm setelah dengan excited memuji jujur kedua pria itu. Ia khawatir sudah terlalu berlebihan, karena mungkin beberapa orang ada yang tidak senang dipuji seperti itu. Apalagi bila merasa belum saling dekat.

"Betul. Aku dan Ayah pakai warna yang sama." Prince membandingkan dirinya dengan Sang Ayah. "Siapa yang lebih tampan, Bi? Aku atau diriku?"

Victor menggeleng tak habis pikir. "Kau tidak ingin Bibimu sampai memuji Ayah, kan? Kau takut kalah tampan dengan Ayah?"

"Aku yakin Bibi pasti akan memilihku, jadi untuk apa aku membandingkan aku dengan Ayah?"

"Itu sama saja tidak fair."

"Baiklah." Dengan tidak takut, Prince menatap Jerella dan menanyakannya ini. "Bibi jawablah! Siapa yang lebih tampan di antara kami? Aku atau Ayahku? Katakan dengan jujur!"

"Ka-kalian sama-sama tampan." Selain ini jujur, Jerella juga mengambil jalur tengah.

"Hanya ada satu pemenang! Katakan saja pada kami, siapa yang lebih terlihat tampan di mata Bibi?" Matanya melirik Sang Ayah. "Aku yakin itu pasti aku, 'kan?" tegasnya.

"Ya." Jerella tentu setuju tapi tak berarti Victor tidak tampan di matanya. "Kau tertampan."

"Kau dengar, Ayah?" tanyanya sedikit angkuh. Untung saja itu anaknya, jadi Victor tidak ada rasa dihinakan, atau kalah taruh.

"Ayah mendengarnya dan Ayah senang. Secara tidak langsung ketampanan Ayah juga dipuji."

Bagaimana bisa begitu?

"Coba Prince pikirkan, dari mana Prince bisa setampan ini jika bukan karena Ayah?" Victor tersenyum percaya diri dan menghentikan laju kendaraannya karena lampu merah. Kemudian kepalanya menoleh pada mereka. "Bahkan rasa percaya dirimu pun sama dengan milik Ayah," kekehnya.

JerellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang