Jerella ; 11

465 114 33
                                    

Tin! Tin!

Prince menatap Jerella dan pikiran mereka menebak hal yang sama. Suara klaksonnya sangat mereka kenali, karena itu dengan mudah mereka dapat mengetahui siapa pemiliknya. Prince yang baru selesai menelpon Nancy lewat telepon rumah, segera melihat ke balik jendela yang tidak jauh dari sana. Benar, itu mobil ayahnya.

"Ayah sudah pulang?" Biasanya malam hari. Luar biasa.

Mata Prince melihat bagaimana ayahnya itu keluar dari mobil, lalu bercengkrama sebentar dengan supir sebelum mobilnya diambil alih oleh pria yang lebih tua dari ayahnya itu. Prince berbalik badan, dan bersmirk dengan jalan pikirnya sendiri.

"Bunda, jangan bilang aku di sini." Di balik pintu.

"Memangnya kenapa?"

"Aku mau mengejutkan ayah. Bunda jangan di situ, nanti Ayah curiga."

"Bagaimana jika nanti ayahmu terkena serangan jantung?"

"Tidak akan."

Jerella pun akhirnya menjauh dari tempat Prince berdiri. Dia duduk di sofa dan bersikap seolah sedang tidak terjadi apa-apa sampai akhirnya pintu pun terbuka menampilkan kedatangan Victor yang langsung diam terpaku saat melihat kehadirannya di sini. Dan Jerella tidak tahu, ada yang tengah berdegup kencang menyebutkan namanya di dalam dada pria itu saat mata mereka bertemu pandang.

"Tuan sudah pulang?" Jerella segera berdiri, pura-pura terkejut.

Rasanya seperti disambut istri, begitulah perasaan Victor sekarang. Jika terus begini, ia bisa gila karena sering menghalukan banyak hal yang sebenarnya belum tentu bisa terjadi. Dan secara sadar ia merasakan apa yang akhir-akhir ini muncul, ataupun perubahan suasana hatinya. Dan sekarang dirinya sudah meyakini perasaannya itu. Cinta. Jatuh cinta. Dirinya jatuh cinta.

"Ah?" Karenanya Victor sedikit melamun. "Ya. Hari ini pekerjaanku selesai lebih awal, jadi aku bisa pulang. Hm ... di mana Prince?"

Tiba-tiba dari belakang Victor merasa dipeluk, membuatnya sontak berbalik karena terkejut. Hal pertama yang ia temui adalah cengiran anaknya yang tak berdosa, sehingga ia tidak bisa marah. Rasa letih berserta moodnya, menjadi lebih baik setelah memandang mereka.

"Kau mengejutkan Ayah!" decaknya.

Prince cekikikan.

"Kalian bekerja sama untuk membuat Ayah terkejut?" todongnya yang dicengiri Prince. Anak itu cekikikan lebih keras lagi saat merasa begitu puas menjahili ayahnya. Victor perlahan menghela nafas. "Ayah tidak senang kau melakukan ini. Jangan lakukan lagi, hm?"

"Mengapa?"

"Karena kondisi Ayahmu tidak menjamin akan selalu baik. Lagipula ini hal yang tidak baik, jadi Ayah tidak senang jika Prince memelihara sikap tidak baik ini. Jangan lakukan hal ini pada yang lainnya. Kau mengerti kan, dengan yang Ayah maksudkan?" Prince mengangguk. "Bagus. Ini sungguh anak Ayah!"

Prince memeluk Victor sampai akhirnya naik ke pangkuan ayahnya. Untung saja badan anak itu tidak begitu besar, sehingga masih bisa dipangku Victor walau dia sudah bukan lagi balita.

"Ayah, mana pesananku?" tagih Prince, lalu berdiri di atas sofa karena ayahnya menurunkannya di sana.

"Pesanan apa?"

"Ayah lupa? Donat!!!"

Seketika tubuh Victor mengefreez. Ya, dia lupa. Pantas saja sejak ia akan pulang hingga saat di perjalanan, rasanya seperti ada yang janggal. Dan kini terjawab sudah mengapa hatinya terasa tidak nyaman.

"A-aah, Ayah pasti lupaaa," rajuk Prince cemberut.

Victor menghela nafas. "Ayah minta maaf, Ayah benar-benar lupa. Pantas saja sejak tadi Ayah merasa ada yang terlupakan, tapi Ayah sungguh tak bisa mengingatnya."

JerellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang