TIGA

177 21 0
                                    

"HEI, kau jangan berada di sana, bagaimana nanti jika tiba tiba jatuh ke dalam jurang?" Teriak bibinya dari kejauhan kepada sang ponakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"HEI, kau jangan berada di sana, bagaimana nanti jika tiba tiba jatuh ke dalam jurang?" Teriak bibinya dari kejauhan kepada sang ponakan.

Dengan gaunnya yang selutut, wanita berumur 25 tahun itu langsung lari untuk mendekat ke arah sang ponakan. "Bibi, kata papa kalau lelah kita bisa melompat dari ketinggian," ucap gadis dengan rambut bergelombang yang dikucir kuda dengan pita berwarna hijau sebagai penghias.

Mata ponakannya yang masih berumur 8 tahun sudah terlihat warna hitam di bawah mata, ini membuat bibinya merasa kasihan kepada ponakannya. Dia membenci sikap keras abangnya itu, apalagi mengatakan itu kepada gadis kecil yang masih belum melihat indahnya dunia.

"(name) merasa lelah?" Gadis kecil itu lalu menganggukkan kepalanya. Dengan senyum yang kecil, bibinya mengangkat badan mungil itu ke dalam gendongannya. "Dulu saat bibi seusia (name), bibi jika lelah pasti akan tidur di kamar sambil menghilangkan pikiran yang menggangu, atau bibi akan bermain layangan bersama teman teman. Jika banyak hal indah, kenapa (name) malah memilih untuk lompat dari ketinggian?" Ujar bibinya– Haruka (surname)– panjang lebar.

Gadis kecil itu lalu minta diturunkan dari gendongan sang bibi. "(name) tidak punya teman, juga kata papa tidur hanya membuang buang waktu jika terlalu lama," balas gadis kecil itu dengan jujur.

Dengan lembut bibinya menggandeng tangan kecil (name). Tinggi wanita itu membuat (name) harus mendongak jika melihat bibinya. Melihat ponakannya seperti itu, dia berjongkok agar bisa melihat wajah keponakannya dengan jelas.

"Mau bermain - main di taman? Kita bisa membuat mahkota bunga," tawar bibinya dengan senyum lebar. (name) langsung mengangguk, matanya berbinar.

"Let's go!" Ucap (name) sambil berlari bersama Haruka ke taman yang penuh bunga.

Tawa bahagia tercetak di bibir sang gadis. Tidak ada unsur paksaan atau harus menjadi sempurna. Be yourself, jangan menyerah dengan keadaan, kebahagiaan bisa datang kapan saja.

***

"(name), kenapa kau basah?" Tanya Satoru sambil berlari untuk mengecek keadaan istrinya itu. Tetapi hanya tepisan tangan yang diberikan oleh Satoru, kepalanya menunduk, dia tidak berani melakukan kontak mata sekarang, terlebih lagi matanya sedikit memerah setelah pulang dari pemakaman.

"Pelayan, tolong siapkan air hangat sekarang!" Perintah Satoru. Para pelayan langsung pergi ketika menerima suruhan dari sang tuan. Satoru tak pernah memaksakan agar (name) mau berbicara tentang apa yang dilakukan alam olehnya. Bahkan selama dia bertemu dengan (name), dia tidak pernah melihat senyum tulus yang dikeluarkan oleh gadis itu.

Gaun hitamnya mengeluarkan rintikan air karena habis terkena hujan. (name) tidak ingin berlama lama langsung pergi. "Temui aku di kamar setelah aku sudah bersiap - siap," ucap (name). Satoru tertegun, tak menyangka bahwa gadis itu akan mengajaknya untuk mengobrol untuk pertama kalinya. Senyum lebar di keluarkan oleh Satoru, "oke, bersiap siap! aku akan menunggumu."

Dengan jantung yang mulai berpompa cepat, dia langsung pergi ke lantai atas, tepatnya ke ruang kerja. Dengan segera dia mengambil sebuah telfon tua yang berada di sana dan memencet nomor - nomor yang berada di telfon tua itu dengan lihai. Seorang suara wanita terdengar di ujung telfon. "Halo, Satoru? Ada apa?" Tanya wanita itu dengan nada malas.

"Kau tadi pergi bersama (name), kan?! Apakah kau tau sesuatu saat di sana?" Balasnya dengan pertanyaan, rasa penasaran langsung menyertai tubuhnya.

Yang berada di ujung telfon terdiam selama beberapa detik, "Err...tidak, aku tidak mengikutinya saat pergi ke pemakaman. Tapi tadi kamu membahas sedikit hal tentangmu di cafe, ada apa? Dia mulai jatuh cinta~?" Ujar wanita itu sambil menggoda.

"Ishh..Shoko, kau menbuatku– sebentar aku punya urusan!" Desak Satoru, dia langsung mematikan telfon. Kepala pelayan memanggilnya agar datang ke tempat nyonya berada.

Rona merah menghiasi wajah putihnya. Dengan gugup seperti anak baru pubertas, Satoru langsung berjalan ke kamar mereka berdua.

Pintu langsung dikunci begitu Satoru masuk. Dia melihat (name) menggunakan gaun berwarna lebih cerah, warna biru laut yang mirip seperti warna matanya. Belum lagi sedikit polesan lipstik pink muda di bibir (name).

(name) melihat ke arah mata Satoru langsung, walaupun sedikit tajam, itu tetap membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Ke–" "Aku ingin kita membuat peraturan selama pernikahan ini," sela (name) tanpa basa basi. Dia segera memberikan kertas yang digores oleh tinta pulpen dengan indah.

Baru saja ingin berharap tetapi malah sang gadis membuat zona di antara mereka. Dia tidak percaya ini akan terjadi, tetapi karena tidak terima Satoru langsung memukul pintu yang berada di belakangnya dengan kuat.

Dia langsung berjalan ke arah (name) dengan hentakan kaki seperti anak kecil. "Tidak seperti itu! Seharusnya aku yang membuat peraturan, kau itu istri sahku , kenapa kau begitu kejam, (name)..." Ucap Satoru dengan sendu, matanya terlihat ingin mengeluarkan air mata karena memerah.

"Baca dulu, kau seperti anak kecil," ledek (name) sambil mencoba berjalan keluar.

TBC.


AN ARRANGED MARRIAGE (GOJO SATORUXREADER)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang