l i m a

20.5K 1.3K 11
                                    

Haloo

Vote duluuuu.

Selamat membaca, yaa.
Moga-moga suka.

1k vote, bisa?

—•—
Happy reading!!
—••—

Adara sudah bangun sedari lima belas menit yang lalu, Ia tidak tahu sekarang jam berapa, Ia belum bangkit dari pelukan nyaman Aezar.

AC dingin yang baru Adara lihat saat bangun tadi membuat Adara semakin nyaman disini.

Tapi tidak boleh, berada satu ruangan dengan manusia mesum seperti Aezar sangat berbahaya.

Adara perlahan bangkit setelah dengan susah payah memindahkan tangan Aezar yang melilit pinggang kecilnya.

Adara ingin pergi ke luar, mencari udara segar, sekaligus ingin melihat sekarang jam berapa.

Beruntungnya pintu gudang tidak seberisik saat Adara keluar melaluinya. Jadi Ia tidak perlu membangunkan Aezar karena ketidaksengajaan itu.

Adara berjalan melewati lorong-lorong kelas yang sepi karena semua muridnya berada di dalam kelas mengikuti pelajaran.

Ah, kecuali laki-laki satu ini. Menatapnya dari jarak dua meter. Dari matanya, Adara yakin Ia terkejut sekaligus marah.

Lalu tanpa aba-aba laki-laki itu berjalan menghampiri Adara dan menarik tangan Adara kencang, membawanya ke taman belakang.

Sial, tangannya sakit sekali dicengkram seperti ini.

Kalau Adara tidak salah prediksi, melalui ciri-cirinya laki-laki di hadapannya ini adalah pemeran utama, Akhtar Miffandra. Pesona laki-laki berandal memang terlihat jelas dari auranya.

Adara tetap diam diseret seperti itu walau mulutnya mendesis karena cengkraman yang seperti akan mematahkan tangannya tersebut.

Setelah sampai di taman belakang, Akhtar segera menghempaskan tangan Adara yang sempat Ia pegang. Meninggalkan bekas memerah yang kontras di kulit putih milik Adara.

"Lo kenapa ada disini lagi, brengsek?" Sentak Akhtar.

"Anjir nih orang, udah nyeret-nyeret aku, terus sekarang malah ngatain aku brengsek?" Adara membatin.

"Siapa yang lo sebut brengsek, sialan? Gue? Atau lo yang kasar sama perempuan?" Tantang Adara.

Akhtar terlihat semakin emosi. "Persetan! Jawab pertanyaan gue, kenapa lo ada disini? Mau nyakitin Vania lagi? Jauh-jauh deh lo, setan."

Adara melipat tangannya di depan dada. Menantang Akhtar yang wajahnya sudah merah padam karena emosi.

"Suka-suka gue, dong! Mau gue bolak-balik kemana-mana juga itu urusan gue. Lo nggak ada berhak melarang siapapun disini. Hidup bukan cuma berpusat di lo doang." Adara berdecih sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya.

"Btw, kalau gue masih nyakitin Vania, itu berarti lo sebagai cowoknya nggak becus buat jagain dia. Masa jagain cewek lemah kayak dia aja lo nggak mampu? Beneran nih?" Tatapan meremehkan jelas terlihat dari mata Adara. Menilai dari ujung kepala sampai ujung kaki Akhtar.

"Sial, kalo sampe lo nyakitin Vania lagi, habis lo sama gue!" Ancaman dari Akhtar tidak membuat Adara takut.

"Apa? Lo mau ngapain? Main tangan? Apa bedanya lo sama gue, brengsek?" Adara tersenyum menyeringai.

Akhtar menggeram, "makin berani lo, jalang?" Umpat Akhtar.

Adara melotot mendengarnya. Sial, ia tidak apa kalau diumpati brengsek dan bajingan, tapi kata yang satu itu tidak termaafkan.

Become An Antagonist? [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang