06 💧 Putus aja, yuk!

107 6 16
                                    

Tidak ada sepatah katapun yang Conner sampaikan ketika ia melewati diriku yang masih terdiam di tempat. Tanpa basa-basi, Conner mendekat ke arah Dick dan mencekik leher pria itu. Aku yang panik buru-buru mendekat ke arah mereka.

"Conner! Lepaskan!" Aku berseru nyaring, tidak ingin melihat adik lelakiku itu berbuat macam-macam. Kekuatannya sebagai turunan DNA Superman jelas cukup besar, salah-salah orang yang dicekiknya saat ini bisa patah leher oleh tenaganya yang di luar batas manusia normal.

"Hei! Superboy, hentikan perbuatanmu!" Suara Barbara menginterupsi.

Wanita yang menyandang nama Batgirl sebagai identitas hero-nya itu berdiri di samping Dick dan memegangi lengan Conner. Mungkin berniat untuk melepaskannya. Pun aku yang berdiri di samping Conner dan memeluk pinggangnya agar menjauh.

"Jangan halangi aku, Kak Resti! Laki-laki ini perlu dihajar." Conner bersuara, tetapi doronganku cukup berefek hingga membuat tangannya terlepas menjauh dari Dick. Aku menjadi orang yang berdiri di antara Dick dan Conner. Tanganku masih fokus menyentuh tubuh depan Conner sebagai bentuk menahan agar ia tidak maju menyerang.

Batgirl memeluk Dick dari samping, pandangannya terarah pada Conner. Senyum miring tampak di wajah wanita bertopeng hitam sedikit menutup puncak kepalanya. "Apa menghajar vigilante lain adalah pekerjaanmu, Superboy? Pergi dan urus saja penjahat-penjahat di kotamu."

Oh, sial. Ucapan Batgirl memprovokasi Conner. Tubuhku dengan mudah digeser oleh Conner. Tanpa memiliki kesempatan untuk menahannya, Conner sudah melesat lebih dulu dan memberikan tinju di perut Batgirl.

Bagaimana ini? Aku tidak memiliki niatan sama sekali untuk menolong sehingga hanya menyaksikan dari posisiku yang tidak jauh dari mulut gang. Berbeda denganku, Dick justru tampak panik dan balas menyerang Conner.

"Hei, apa yang kau lakukan, adik ipar?" Dick menarik kra jaket berduri yang dikenakan Conner.

"Dia layak dihajar!" Ucapan Conner membuat ia menerima bogem mentah di bagian wajah dari Dick. Conner sedikit terdorong, hanya satu langkah ke belakang tetapi wajahnya masih datar saat tangannya menyentuh pipi bekas pukulan Dick.

"Kau tidak tahu apa-apa jadi tolong jangan membuat segalanya semakin rumit, adik ipar." Dick berucap.

"All I know is that you have made my sister cry!" seru Conner yang langsung melayangkan tinju balasan ke arah lawan. Akan tetapi, Dick yang sudah lebih lama berpengalaman dalam hal pertarungan tangan kosong bisa menghindarinya dengan mudah. Justru Conner yang malah menerima pukulan kedua.

Apa-apaan itu? Apa karena Conner dalam keadaan marah sehingga pukulannya tak beraturan? Atau Dick memang berbakat dalam menghindari serangan dan mengambil kesempatan untuk memberi serangan balasan?

Aku tahu tubuh Conner sangat kuat sampai beberapa pukulan dari Dick pasti hanya terasa seperti dipijat baginya. Akan tetapi, melihat adik kandungku dipukuli oleh kekasihku sendiri yang dipergoki selingkuh semakin membuat emosiku memuncak. Dia membuat kesalahannya semakin jelas dan berlipat-lipat. Aku tidak terima.

Badanku refleks melesat di antara mereka, menahan tangan Dick dengan kekuatan penuhku agar tidak mengenai wajah Conner untuk yang ke sekian kalinya. Selanjutnya, aku yang memukul wajah Dick dengan kuat hingga ia terpental ke belakang.

"Resti ...." Suaranya terdengar pilu, tetapi tidak kupedulikan. Aku hanya mendekat dan kembali melayangkan tinju sebanyak yang ia berikan pada Conner. Anehnya, Dick hanya diam. Ia tidak melakukan apapun dan hanya menerima pukulanku dengan sukarela.

Menyebalkan. Aku berhenti meninjunya bahkan belum dapat setengah hitungan dari jumlah pukulannya pada Conner. Aku menghela napas berat lalu berkata di depannya dalam keadaan tertunduk, "Let's just break up, Dick."

Kurasakan bahuku digenggam kuat olehnya. Aku tahu ia terkejut, matanya yang membulat sempurna saat aku menatap wajahnya tidak bisa berbohong. "Apa maksudmu, Queen? Jangan bercanda denganku."

"Kamu gak dengar? Harus aku ulang lagi? Ayo, putus aja, Dick."

Dia menggeleng kuat. "No! Resti Queen, no! Jangan berbicara sembarangan tanpa berpikir lebih panjang. Kau tidak seperti ini, my queen. Tidak. Aku tidak bisa."

"Pergilah dan bawa Batgirl ke rumah sakit." Aku mengalihkan topik.

Tangan Dick yang masih setia berada di bahuku terasa gemetar, napasnya juga tak beraturan. Dick kemudian menoleh ke arah Batgirl yang tidak sadarkan diri setelah menerima pukulan dari Conner.

"Resti, I love you. You know that i'm–"

"Kau yakin mau memperpanjang pembicaraan ini? Batgirl bisa mati kalau gak cepat dapat pertolongan." Aku memotong ucapannya.

Sial. Ini menyakitkan. Aku galau. Tapi akan tambah sakit dan tambah-tambah galau jika aku terus berada dalam hubungan toxic seperti sekarang.

Perlahan tangan Dick merosot hingga benar-benar melepaskanku. Aku tidak lagi menghiraukan ia dan memilih menggaet lengan Conner.

"Ayo pulang, Conner," ucapku pelan.

"Tapi, Kak. Dia–"

"Ayo pulang." Aku mengulang, nada suaraku seperti orang yang sedang menahan tangis. Bukan seperti lagi, memang iya menahan tangisan.

Conner menghela napas lalu menjawab pasrah, "Baiklah."

"Gendong, ya. Aku malas terbang," pintaku.

Lelaki yang selalu dipanggil jamet oleh Ana–si bungsu keluarga kami–langsung membungkuk dan menyodorkan punggungnya. Aku pun digendong oleh Conner dan dibawa terbang pergi dari gang itu. Wajahku kubiarkan tenggelam di punggung Conner. Sungguh, melelahkan. Aku mau tidur.

.

936 Kata ~

.

A/N : Superboy a.k.a Conner Kent-Luthor.
Simple sahaja, niatnya memang bikin cerita santuy sih. Santuy-santuy angst dikit gitu.

Fast up selama dikasih asupan halu Luthor Family ✨

You Cheated On Me, Dick! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang