33 || Musibah

19 0 0
                                    

Note: Ada typo tandai!

"Tuhan, dosa apa yang telah ku buat? Sampai-sampai kau hampir merenggut semuanya dariku. Ibu, Ayah, Kakek, Nenek, sekarang peninggalannya pun kau renggut?"

Arrayyan Pradana Putra.

••••

Membuka kelopak matanya, Arrayyan terkejut saat suara sesuatu yang jatuh didepan tokonya. Merasa tidak enak Arrayyan langsung melangkah menghampiri suara tersebut. Setelah sampai betapa terkejutnya ia saat melihat seorang remaja terkulai lemas tertimpa motor besar milik dia sendiri. Dengan cepat Arrayyan langsung membantu mengangkat motor cowok itu.

"Siapa sih yang naruh papan gak guna itu?" ucap cowok yang baru saja bangun dari jatuhnya.

Arrayyan melirik papan petunjuk tokonya yang saat ini patah karena mungkin tertabrak oleh orang yang ada didepannya saat ini.

"Itu papan saya yang menaruh," kata Arrayyan membuat cowok yang bernama Sagara itu menoleh padanya.

"Bego, naruh papan di tengah jalan," celetuk Sagara.

Arrayyan yang mendengar itu langsung mengerutkan keningnya. "Saya menaruhnya dipinggir toko padahal," Apa mungkin terbawa angin? lanjutnya berpikir.

"Kalo dipinggir toko kenapa bisa ada di tengah jalan sat!"

"Saya minta maaf, saya tidak tahu," kata Arrayyan meminta maaf. Ia tak ingin memperpanjang masalah.

Sagara berdecak. "Lain kali lebih diperhatikan, bikin celaka orang lain," ucapnya lalu menghampiri motornya.

Sagara memang sengaja lewat jalan pintas agar cepat ke tujuannya, tetapi nasib sial malah menimpanya di jalan pintas tersebut.

Setelah kembali memasang helmnya Sagara langsung menyalakan mesin motornya dan melajukan motornya dengan cepat.

Arrayyan hanya menggelengkan kepalanya lalu ia memungut potongan papan yang rusak itu untuk ia buang ke tempat sampah depan tokonya. 

•••

Malah yang cukup dingin, angin yang begitu kencang menghempaskan helaian rambut hitam milik seorang cowok yang tengah menatap langit di balkon kamarnya. Matanya tak kicip sama sekali melihat pohon yang tertiup angin, hatinya begitu gelisah, merasakan sesuatu yang akan terjadi.

Tetapi cowok itu tetap berusaha berpikir positif, meyakinkan dirinya sediri agar tidak berlebihan memikirkan sesuatu.

Hingga 15 menit berlalu, tak ada pergerakan sama sekali dari cowok itu. Sampai da akhirnya, ia tersadar dari lamunan kosongnya ketika ponselnya berdering.

Arrayyan menoleh kebelakang dimana ponselnya yang tersimpan diatas meja. Ia melangkah menghampiri, matanya menyipit membaca siapa orang yang menelponnya di tengah malam seperti ini. Ia menggeser ikon telpon yang berwarna hijau nya itu lalu menempelkan ponsel pada telinganya.

"RAY! KE-KE ALLEGRO SEKARANG, CEPET!!"

Arrayyan menjauhkan ponsel dari telinganya saat orang itu tiba-tiba saja mematikan sambungan nya. Tanpa banyak berpikir panjang Arrayyan langsung melangkah pergi.

•••

"Gue kalo gak gabut gak mungkin juga, nih, ke toko cuman buat ambil git_" Alan memberhentikan langkahnya, matanya menyipit memperhatikan orang yang sedang mondar mandir didepan toko Allegro.

"Ngapain tuh orang? Bikin curiga banget," gumamnya. Namun, detik berikutnya matanya membulat saat dua orang asing tersebut menumpahkan satu dirigen sedang ke toko Allegro itu, Alan juga semakin dibuat terkejut ketika salah satu dari dua orang tersebut menyalakan korek api. Alan yakin air yang ditumpahkan itu bukan air biasa, tetapi bensin.

"WOI! NGAPAIN LO PADA!" teriak Alan dengan kencang membuat dua orang yang memakai hoodie hitam dengan tudung hoodie yang ditudungkan ke kepalanya itu, langsung refleks membuang korek api yang masih menyala tersebut ke minyak yang berceceran didepan toko. Mereka berlarian saat api itu mulai menyambar ke seluruh bagian depan toko Allegro. Alan juga ikut berlari mengejar dua orang tersebut, tetapi langkahnya terhenti tepat didepan api yang sedang melahap toko tersebut.

"Arrayyan," gumamnya lalu ia mengambil ponsel dari saku celananya.

Alan bernapas lega saat Arrayyan mengangkat telponnya dengan cepat.

"RAY! KE-KE ALLEGRO SEKARANG, CEPAT!!"

Setelah mengatakan itu Alan langsung mematikan sambungnya.

"Nunggu Rayyan lama," ucapnya lalu ia langsung berlari masuk kedalam toko yang sedang dilahap si jago merah tersebut.

Alan berhenti sejenak, napasnya mulai sesak karna asap, ditambah asap tersebut menghalangi pandangannya untuk mencari sesuatu yang harus ia selamatkan.

Alan berjalan perlahan kedalam ruangan kecil yang ada disana. Gelap, tak ada cahaya sama sekali yang masuk kedalam ruangan tersebut membuatnya harus berjalan dengan meraba-raba. Setelah ia menemukan barang yang ia cari didalam laci Alan langsung memeluknya dengan erat agar brang tersebut tak dilahap si jago merah.

Kembali keluar dari ruangan, Alan terdiam saat menyaksikan semua alat musik yang ada didalam toko telah hangus terbakar.

"Maaf, Ray. Gue gak bisa nyelamatin semuanya," kata Alan lalu ia melangkah pergi. Namun, baru saja beberapa langkah dari tempatnya diam Alan langsung dikejutkan dengan jatuhnya satu balok kayu yang terbakar, jika saja ia telat sedetik untuk menghindar, sudah dipastikan balok kayu tersebut akan menimpa kepalanya.

"ALAN!"

Pandangan Alan mencari orang yang baru saja memanggilnya. Ia berharap Arrayyan datang untuk menyelamatkannya, karna jujur saja ia takut termakan oleh api.

"Ukhuk, ALAN!"

"Gue disini!" balas Alan dengan berteriak.

Arrayyan yang mendengar balasan tersebut langsung buru-buru mencari. Tak butuh waktu lama, ia telah menemukan Alan, cowok jangkung itu melangkah perlahan melewati balok kayu yang terbakar itu lalu menghampiri Alan yang sepertinya sudah terlihat lemas akan pingsan.

"Lan,"

"Ray tolong gue Ray, gue udah gak kuat sama asap," ucap Alan dengan lirih. Jujur saja, ia mulai tak bisa bernapas dengan normal.

"Pegang pundak gue," titah Arrayyan. Alan menurut, cowok itu mulai menggandeng Alan keluar dari toko yang tengah dilahap si jago merah itu.

•••

"Kenapa bisa kebakaran?" tanya Geral. Cowok itu masih sangat terlihat syok melihat toko milik kakeknya Arrayyan tersebut terbakar.

Kali ini si jago merah telah padam karena pemadam kebakaran datang pada tepat waktu.

Tidak ada yang menjawab, Alan maupun Arrayyan masih menendang toko Allegro itu dengan tatapan kosong. Hangus, tak ada yang tersisa sama sekali, bahkan alat-alat musik yang sering mereka pakai untuk latihan pun ikut hangus terbakar.

Monica yang sedari tadi memeluk Arrayyan hanya bisa megusap punggung laki-laki itu.

"Kok, bisa, sih?" tanya pelan Deril pada Fajri. Sementara itu Fajri hanya bisa mengangkat bahunya tidak tahu.

Alan yang sedari tadi hanya diam sekarang menoleh pada cowok disampingnya. Ia menatap kotak kayu tua yang entah isinya apa. Alan menyerahkan kotak tersebut pada Arrayyan. "Gue, cuman bisa menyelamatkan satu barang ini doang, Ray," ucap Alan.

Arrayyan menoleh, ia mengambil kotak tersebut dari tangan Alan.

"Itu kotak apaan?" tanya Andra sembari menyenggol bahu Deril.

"Gue juga kagak tau," balas deril dengan mengangkat bahunya.

"Gue tau itu berharga banget buat lo," lanjut Alan.

Arrayyan mengusap kotak tersebut lalu menoleh pada Alan. "Gue gak tau harus bilang makasih kayak gimana ke lo, Lan."

"Lo gak perlu bilang makasih. Gue ngerti gimana rasanya kalo lo bener-bener kehilangan surat dari kakek lo itu."

••••

Next?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You And My Guitar [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang