"Satu... Dua... Tiga... Mulai!" Pak Hiro mengumandangkan aba-aba untuk olahraga lari estafet dimulai.
Bachira telah mengikat poninya ke puncak kepalanya agar tak mengusik bola matanya untuk memandang jauh ke rute lari, rambut bagian dalamnya berwarna kuning itu terlihat. Kakinya sudah melangkah kencang sedari tadi—susul-menyusul dengan teman sekelas lainnya dalam lapangan itu, memegang erat tongkat kebiruan untuk ia oper ke teman satu tim selanjutnya.
Ia daratkan tongkat biru itu pada Chigiri, percaya sepenuhnya pada jejaka berwajah cantik itu.
Berbeda dengan Bachira, Chigiri bersikeras untuk tidak mengikat surai kemerahannya yang mengilap itu, ia putuskan tiap helainya terbang-berhembus indah bersama angin selama berlari.
Seperti biasa kepiawaian Chigiri dalam berlari tak main-main, menjadikan teman sekelas yang beradu lari dengannya memasrahkan diri.
Walau begitu, badannya tetap merasa sakit selama melangkah dengan tempo kencang itu, padahal ia sudah menyiapkan diri sebelumnya.
Sebelum Chigiri berhasil mengoper tongkat biru yang ia pegang sekuat tenaga itu, kakinya sontak tak kuat lagi melangkah, dan entah bagaimana, penglihatannya memburam.
"CHIGIRI!"
Kunigami yang sedang berdiri menunggu giliran estafet refleks berteriak dan lari menuju Chigiri-tak mau membiarkan tubuh sahabatnya terjatuh sepenuhnya begitu saja.
Teman-teman yang berada di lapangan bahkan sang guru olahraga pun ikut heboh melihat Chigiri terkulai lemas tak sadarkan diri.
Manik merah mudanya itu tak kunjung bisa terbuka, walaupun telinganya masih bisa mendengar kericuhan di sekitarnya. Indra perabanya juga masih bisa merasakan bahwa ada orang yang saat ini sedang menggendongnya, sebelum akhirnya seluruh indranya tak berfungsi layaknya terlelap.
Pria bermanik pirang itu menatap badan sahabat yang ia angkat itu dengan perasaan cemas, bibir sahabatnya terlihat semakin pucat dari sebelumnya.
Selama perjalanan Kunigami mengangkat badan Chigiri yang tak sadarkan diri menuju ruang UKS, semua hal berkecamuk dalam pikirannya.
Sebenarnya Chigiri sakit apa? Kenapa bahkan ia yang merupakan sahabatnya sejak kecil enggan untuk diberitahu? Sejak kapan sahabatnya ini sakit parah seperti ini hingga akhirnya pingsan seperti sekarang? Bahkan saat ini, napas sahabatnya tak beraturan di gendongannya.
Emosi kecewa, sedih, takut, khawatir, kebingungan, bercampur menjadi satu di benak Kunigami hingga menciptakan wajahnya meringis. Ia berusaha tak peduli dengan semua emosinya yang tercampur aduk sekarang, ia hanya menginginkan sahabatnya ini baik-baik saja.
Saat sudah membaringkan Chigiri di kasur UKS, botol kecil terjatuh dari kantong celana olahraga Chigiri. Kunigami meraih botol itu dari lantai lalu mengamati dengan gamam-merasa asing dengan yang ia genggam sekarang. Botol itu sebesar genggaman tangannya, berwarna putih bersih dengan bahan dasar plastik tanpa ada huruf apa pun tertulis.
"Botol apa ini...?" gumam Kunigami pelan seraya berusaha menghilangkan rasa penasarannya.
***
Kelopak mata Chigiri membuka pelan, merasa sedikit linglung ketika cahaya lampu ruang UKS masuk ke dalam pupilnya. Kemudian iris matanya yang berwarna pink itu bergerak kanan-kiri, lalu mendapati pria bersurai oranye itu duduk di sebelah ranjangnya.
"Kunigami...?" panggil Chigiri bernada bisik, ia masih terbaring dengan lemas.
Kunigami mendongak kepalanya setelah lama menunduk lesu, mimik wajahnya berubah menjadi penuh syukur melihat sohibnya sudah sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Regrets • || Kunigami and Chigiri || •
Fiksi Penggemar"Tiada hal lagi yang perlu kamu sesali, semuanya sudah terlanjur terjadi." *** Kedua jejaka bernama Chigiri Hyoma dan Kunigami Rensuke bagai kerabat yang tak akan terpisahkan dengan eratnya hubungan mereka berdua sedari kecil hingga saat ini. Lambat...