SEPULUH

12 7 0
                                    

Pagi-pagi buta, ponsel Berlian berdering diatas nakas. Berlian yang masih memejamkan matanya itu meraba-raba ponselnya. Matanya menyipit untuk bisa membaca siapa yang menelponnya di pukul 05.00 seperti ini.

"Halo." Sapa Berlian dengan suara khas seperti orang bangun tidur.

"Lian."

"Siapa." Sahut Berlian terdengar malas.

"Ziel. Kamu masih tidur, ya?"

"Nggak."

"Tapi kok, suara kamu—"

"Ya aku kebangun gara-gara denger telepon dari kamu."

"Sorry. Aku cuma mau bilang. Nanti aku nggak bisa jemput kamu. Aku ada urusan sebentar."

"Hm."

"Terus kamu dianterin siapa?"

"Papa, kan, ada."

"Yaudah. Aku mau siap-siap dulu. Bye Lian."

Berlian meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.

Ia mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke pupil matanya.

Berlian menyingkap selimutnya dan berjalan menuju ke jendela.

Ia memandang kamar Yeziel. Lampu kamar tersebut masih menyala. Namun tirai tebal yang terpasang di jendela masih tertutup.

Cahaya-cahaya dari matahari yang akan terbit mulai terlihat. Siluet fajar mulai terlihat, menciptakan suasana hangat pagi ini.

Burung-burung berterbangan, berkicau, dan terbang bebas di langit lepas.

Suara-suara kendaraan masih belum terlalu ramai. Karena ini masih pukul 05.15.

"Urusan? Sepagi ini?" gumam Berlian lalu ia berbalik, berjalan menuju kamar mandi.

Pukul 06.15, Berlian sudah siap dengan setelan seragamnya. Kemeja berwarna biru langit, rok putih tulang dengan panjang selutut, serta dasi kupu-kupu yang sudah bertengger cantik di leher Berlian.

"Pagi, Ma, Pa, Bang," sapanya ketika ia bergabung di meja makan.

"Pagi. Kamu mau makan apa, Li?" tanya mama Berlian.

Berlian melihat-lihat makanan yang sudah tersedia di hadapannya. Pandangannya tertuju pada nasi goreng yang terlihat masih panas. Sepertinya baru selesai dimasak oleh mamanya.

"Aku mau nasi goreng aja, Ma."

Berlian menduduki kursi yang letaknya berhadapan dengan Forryl. Forryl melirik Berlian dengan tatapan sinis.

"Ngapain deket-deket."

"Suka-suka gue, lah!"

Mama Berlian menyerahkan satu piring berisi nasi goreng, dengan telur mata sapi sebagai lauknya.

Mata Berlian berbinar melihat telur mata sapi tersebut. Kuning telurnya banyak. Berlian sangat menyukai kuning telur. "Makasih, Ma," ujarnya dengan senyuman manisnya.

Berlian segera melahap nasi goreng tersebut. Ia memasukkan satu sendok penuh kedalam mulutnya. Pipinya menggembung dipenuhi oleh nasi goreng.

"Pa." Panggil Berlian di sela-sela kunyahannya.

"Hanghi ahu hehangha hahe haha, ha."

Papa Berlian mengangkat sebelah alisnya, ia menoleh kearah Berlian. "Telan dulu makanannya. Batu ngomong."

Berlian segera mengunyah makanannya, barulah ia berbicara.

"Nanti, aku berangkat sekolah bareng Papa, ya."

Biru Milik Berlian [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang