Chapter 5 Wang Yibo : Friends of Mine

57 4 28
                                    

Mall lebih ramai daripada hari biasanya. Karena ini akhir pekan, banyak orang-orang yang pergi berbelanja. Kebanyakan dari mereka menenteng kantong belanjaan.

Dari dekat eskalator, yang kulihat hanya security dan orang-orang yang berlalu lalang. Hampir 20 detik lamanya aku baru memberanikan diri keluar dari lorong masuk toilet. Untuk menghindari pandangan orang-orang, aku menutupi lebih dalam topiku dan melebarkan maskerku di mulut supaya wajahku tidak terlihat jelas.

Menuruni eskalator, aku bergegas ke arah pintu keluar. Di sana sudah ada mobil jemputan yang menungguku. Sebuah mobil tipe SUV berwarna abu-abu. Aku langsung masuk dan membuka penyamaranku.

"Dang (Damn)!! Di dalam benar-benar panas." Kataku pada seseorang di bangku sopir.

Gu Lin melajukan mobil kami dengan kecepatan normal sampai keluar dari area mall sampai membaur dengan mobil-mobil di jalan raya. Gu Lin baru mempercepat laju mobil kami saat melewati lampu merah pertama yang kami lewati.

Aku melepas satu persatu pakaian aneh yang kukenakan. Mulai dari celana kotak-kotak abu-abu yang kuganti dengan jeans belelku, kaos oblong bergambar kartun yang kuganti dengan kemeja denim dipadu padankan dengan blazer berwarna hitam di bagian luarnya. Satu-satunya atribut tadi yang masih kukenakan hanyalah topi NewYork Yankees warna hitam dengan tanda tangan pitcher legendaris di atasnya.

"Hei! Dimana kacamataku?" Protesku. Saat merogoh kantong kertas itu tidak ada barang yang tersisa selain ikat pinggang Hermes dengan bongkahan berlian di sepanjang huruf H yang berfungsi sebagai pengaitnya. Aku hendak mengenakan ikat pinggang itu ketika kudengar Gu Lin memaki.

"Damn, you! Kamu masih sempat memikirkan kaca hitammu itu? Sementara kita masih belum benar-benar bisa kabur?" Teriak Gu Lin marah dari spion depan -yang kemudian membuatku sedikit tegang karena Gu Lin tiba-tiba mempercepat laju mobilnya. Aku hanya bisa merentangkan tangan menahan keseimbangan tubuhku supaya tidak terjatuh sambil membelalakkan mataku menerka-nerka 'what's going on, here?'

"Lihat ke belakang!" Gu Lin menggerutu melihat sikapku. "Ada mobil hitam di belakang kita!"

Sebuah mobil cadillac hitam terus menempel di belakang mobil kami saat aku melihat ke belakang. Dia terus mencari celah agar bisa mendahului mobil kami.

"Oh, My! No-no! No-no! Lin - Lin! Lin - Lin!" Panggilku panik sambil mengibaskan tangan. "Belok, belok! Putar ke arah bandara! Ah, jangan! -jangan! Kita menghilangkan jejak dulu. Ke arah satunya!" Tunjukku ke jalur lain diantara 2 cabang. Yang satu ke arah bandara dan satu lagi luar kota.

"Kamu pikir aku tidak sedang berusaha ke sana? Sekarang cuma itu satu-satunya rute mobil kita." Gu Lin ikut berteriak. Dia menarik persnelingnya lebih dalam mengikuti arah yang kutunjuk. Kemungkinannya, besok mungkin kami akan dipanggil ke kantor polisi karena melanggar batas kecepatan kendaraan dalam kota kalau kami tidak secepatnya keluar dari Cina hari ini juga.

"Oh, Tuhan!" Aku melihat ke arah mobil yang membuntuti kami ternyata masih menempel ketat di belakang. "Bagaimana mereka bisa berada di belakang kita?" Aku memukul-mukulkan kepalan tanganku sendiri di keningku.

"Kenapa kamu tanya aku? Aku yakin tadi tidak ada yang membuntuti satupun." Gu Lin membela diri.

Aku bersandar lemas. Membuntuti? Entahlah. Memangnya seseorang bisa memikirkan apa dalam rencana pelariannya selain kabur dan tidak terlihat orang-orang? "Entahlah." Kataku lemah. "Mungkin waktu aku naik eskalator. Mungkin tadi sebaiknya aku pakai lift."

Bibir Gu Lin menganga tidak percaya. Apa ini saatnya membicarakan apa bedanya antara tadi menggunakan eskalator atau lift?

Sebuah Cadillac hitam muncul lagi dari tikungan yang lain. Kini keduanya saling beriringan memaksa kami melaju ke arah perbatasan luar kota. Hingga jalan kami terhalang ketika tiba-tiba satu mobil muncul dan terparkir melintang di jalan raya. Gu Lin hanya bisa membanting stirnya ke samping, untuk menghindari mobil kami saling bertabrakan. Hingga memasuki area bangunan kosong sebuah apartemen yang belum berpenghuni, mobil kami hanya bisa berhenti karena sudah ada 3 mobil Cadillac lagi yang menanti kami di sana. Dua mobil di belakang kami ikut berhenti dengan posisi melintang hingga mengunci mati mobil kami untuk bisa kabur lagi. Gu Lin tidak bisa memajukan atau memundurkan mobilnya dan hanya bisa meninju stirnya sambil memaki dan membentur-benturkan keningnya di atas kemudi. Mereka semua turun sementara aku dan Gu Lin hanya bisa keluar untuk menyerah. Gu Lin masih memukul-mukulkan tangannya di atas atap mobil sewaktu ada helikopter terbang dari atas mobil kami. Itu ketinggian yang cukup rendah sampai anginnya sedikit menerbang-nerbangkan pakaian kami semua yang berada di bawahnya. Aku menarik topiku lebih dalam untuk menahannya dari terpaan angin.

Be My Boyfriend ( YiZhan Fanficion )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang