Mata Tari tak berkedip menatap jam dinding di depan kelas. Setiap detiknya seolah berarti. Di tangan gadis itu sudah ada sebotol air mineral yang tengah digenggamnya erat. Kakinya tak bisa diam, ia tengah gugup. Detik jam dinding itu seolah berbalapan dengan detak jantung Tari.
Tepat, saat jarum jam berada di angka dua belas, bel berbunyi sangat nyaring. Sebagian anak melemaskan bahu seolah merasa lega, sebagian juga memilih mengistirahatkan kepala mereka dengan cara meletakkannya di atas bangku, ada juga yang sudah mengode teman sebangku untuk ke kantin. Namun, berbeda dengan Tari. Guru matematika di depan kelas saja baru mengucapkan, "Sampai sini pelajaran kita hari ini." Namun, Tari seperti kesetanan malah berdiri dan langsung berlari meninggalkan kelas, mendahului guru matematika yang baru saja berdiri dari kursinya yang ada di muka kelas.
Sekelas dibuat bungkam, terlebih guru matematika yang cukup heran. Alana dan Tresa sudah nyengir, "Tari kebelet pipis, Bu." Ujar Tresa menetralkan suasana yang sempat hening beberapa detik itu.
Bu Gita, selaku guru matematika kelas sepuluh mengangguk paham. Ia keluar kelas tanpa bertanya-tanya lagi. Sekelas juga mulai gaduh, seperti pasar. Ada yang keluar untuk ke kantin, ada yang makan bekal, ada juga yang sibuk mencatat materi di papan.
"Kali ini Tari ke mana?" tanya Alana.
"Pasti ke lapangan, Kak Galaksi kan pelajaran olahraga hari ini," balas Tresa.
"Kasihan Tari."
"Tapi lebih aman kita nggak usah ikut campur. Tahu 'kan ancaman Kak Galaksi waktu itu. Kalo kita ikut campur, Tari bakal lebih menderita."
"Bener juga. Lagian Tari ceroboh banget. Bisa-bisanya dia tabrak Kak Galaksi yang ganteng nan galak itu. Rusakin jam tangan mahalnya lagi. Apes banget."
Alana dan Tresa kompak membuang napas. Miris pada nasib temannya yang cantik tapi ceroboh itu.
Kejadian jam tangan Galaksi yang rusak itu sudah berjalan sebulan. Dan selama sebulan Tari menjadi asisten Galaksi, kata kasarnya pembantu, atau yang lebih kasar babu.
Tari yang selalu datang terlambat, berubah menjadi anak paling rajin di antara dua temannya. Jam setengah tujuh sudah sampai sekolah, ia menunggu Galaksi di parkiran untuk sekadar membawakan tas punggung pria itu sampai ke kelas.
Belum lagi saat makan siang, Tari diwajibkan untuk makan bersama Galaksi di kantin. Tentu bersama dua teman Galaksi, Arman dan Sani. GAS, julukan ketiga pria itu.
Galaksi Seavey, si tampan, si pintar, si mulut pedas, dan si galak. Meski banyak yang mengagumi dan ingin dipacari pria itu, tapi tak ada satu pun perempuan yang mau dan berani dekat-dekat Galaksi. Apalagi kalau tidak ingin terkena tatapan tajam, semprotan pedas mulut seksinya, atau yang lebih penting sikap galaknya. Mereka lebih ingin hidup aman, nyaman, dan tentram. Dibanding mengejar Galaksi, mending mereka mengejar cowok moswanted lainnya. Di BKS, terdapat banyak cowok-cowok tampan, kaya dan juga pintar.
Berbeda lagi dengan Arman , dia adalah teman Galaksi yang paling friendly. Saking friendly-nya, dia dijuluki sebagai pria termodus sepanjang sejarah Bintang Karya School (BKS).
Dan mungkin di antara ketiganya, hanya Sani yang bisa dibilang netral di mata warga sekolah. Si pria penyuka buku, yang paling sabar. Meski ia seorang kutu buku, tapi penampilannya sangat keren seperti bad boy. Jika warga sekolah takut pada Galaksi karena galaknya, atau mungkin takut pada Arman karena mulut buayanya, mereka tak akan pernah takut pada Sani. Semua warga sekolah selalu mengandalkan Sani, jika ada keperluan dengan Galaksi selaku Ketua OSIS. Mengingat Sani adalah Wakil Ketua OSIS.
Kembali lagi, Tari baru saja sampai di lapangan indoor sekolah. Ia melihat Galaksi baru saja selesai bermain basket. Guru olahraga juga sudah meninggalkan lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaksi: Extraordinary Love
Novela Juvenil"Gue terima surat cinta lo." "Hah? Kak! Tapi surat itu dari...." "Hari ini kita jadian. Lo sama gue pacaran," tegas Galaksi seraya menampilkan smirk andalannya. *** Berawal dari kesalahpahaman surat cinta, Tari dipaksa menjadi kekasih seorang Galaks...