Chapter 13

7 1 0
                                    

Usai mencium singkat bibir Tari, Galaksi kelimpungan. Meski ia berusaha bersikap cool, tapi semua itu tidak berlangsung lama. Galaksi diserang panik apalagi saat melihat Tari mematung karena ciuman satu detiknya itu.

Galaksi pamit kembali ke kelas, meninggalkan Tari sendiri di kursi penonton lapangan indoor sekolah. Ia terbirit-birit menghindari pacarnya. Gila memang, yang cium siapa, yang kabur siapa. Tapi memang benar Galaksi yang kabur. Kakinya lemas mencium anak orang.

Galaksi berlari menuju ruang OSIS sekaligus markas GAS untuk bersembunyi. Markas GAS itu, kalau tidak kantin ya ruang OSIS. Semua juga hapal, sampai-sampai anggota OSIS tidak berani ke ruang OSIS kalau tidak ada rapat dan kepentingan.

Setelah masuk ke ruang OSIS, Galaksi segera menutup pintu dan menguncinya rapat, ia juga menutup gorden sampai memblokir akses cahaya matahari masuk ke dalam ruangan. Ruang OSIS berubah menjadi gelap seketika.

Galaksi menetralkan detak jantung seraya menyandarkan punggungnya di balik pintu. Dan saat matanya mulai fokus, ia terkejut kala sadar di dalam ruang OSIS bukan hanya dirinya seorang. Ada Arman dan Sani duduk bersila di atas lantai.

Sani memegang gitar, sedangkan Arman memegang HP untuk membaca lirik lagu. Kegiatan mereka ter-pause sejak Galaksi berbuat gaduh, masuk dan menutup gorden sampai membuat ruangan jadi gelap gulita seperti saat ini. Belum lagi wajahnya yang tidak ada rasa bersalah sama sekali setelah menghajar anak orang sampai harus dirujuk ke klinik. Terbuat dari apa hati Galaksi sebenarnya? Apa dari tanah liat? Atau plastisin? Sani dan Arman bertanya-tanya untuk itu.

"Kalian ngapain di sini?" tanya Galaksi dengan polosnya.

"Harusnya kita yang tanya ngapain lo di sini? Nggak dihukum emang?" tanya Sani balik.

"Ish!" Galaksi mendekati dua temannya, ia membuka mulutnya lebar dan membuang napas di depan hidung Arman dan Sani bergantian.

"Apaan sih, Lak!" protes keduanya.

"Bau nggak mulut gue?" tanya Galaksi dengan mimik tanpa dosanya.

"Nggak bau, tapi lo mikir lah anying! Anak ngen ...," Arman mengelus dadanya. "Sabar, Arman. Sabar."

"Lo kira kita kumbang lo kasih napas gitu!" keluh Sani.

Galaksi tak mempedulikan protes dua temannya, toh tidak bau juga. Ia hanya mengetes, takut-takut Tari diam karena mulutnya bau. Tapi ternyata tidak. Jelaslah! Tidak mungkin mulut Galaksi bau, secara ia rajin sikat gigi dan rutin periksa ke dokter.

Arman dan Sani semakin dibuat bingung. Sebenarnya ada apa dengan Galaksi? Dia lagi-lagi bersikap aneh. Panik masuk ruang OSIS, lalu memamerkan napas naganya. Tidak jelas.

"Lo kenapa dah! Diomelin Om Althair gara-gara masuk BK? Itu juga! Sejak kapan lo suka kartun Hello Kitty? Plester lo kiyod banget." Oceh Arman.

"Nggak, bukan itu. Malah gue dikasih tiket pesawat sama uang jajan lebih buat jalan-jalan ke negara tetangga buat hindarin pertanyaan bunda gue kenapa libur. Masalah plester, lo nggak usah komen. Yang penting kegantengan gue nggak berkurang karena plester ini."

Arman dan Sani kompak mendelik. "Whut!"

"Iya, ayah gue nggak masalah gue hajar Eros."

"Gimana ceritanya? Kenapa enak banget hidup lo? Kalo gue udah digebukin pake centong nasi sama mak gue." ujar Arman kaget.

"Ya karena Eros salah lah. Kalo dia nggak salah dan nggak cari gara- gara sama gue, nggak mungkin gue gebukin dia. Gue gebukin orang karena ada alasan." jelas Galaksi.

"Emang kenapa sih lo sama Eros? Sampe murka gitu tadi?"

"Gue nggak bisa cerita jelasnya ke kalian. Intinya dia kek setan banget kelakuannya."

Galaksi: Extraordinary Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang