Chapter 2

33 5 0
                                    

Galaksi memainkan ponselnya seraya duduk di seater waiting chair yang berada di depan kelas Tari untuk menunggu gadis itu keluar. Rupanya hanya kelas Tari yang belum selesai, padahal kelas lain sudah kosong. Tak heran, guru yang mengajar adalah Bu Rumi, guru fisika yang gemar sekali mengoceh dan menjelaskan materi di depan kelas. Tak peduli bel sudah berbunyi, kalau materinya belum semua disampaikan ya tidak akan diakhiri. Guru seperti ini yang membuat murid kebelet pipis ditahan karena takut izin ke toilet.

Lima menit, akhirnya guru itu keluar lebih dulu. Matanya yang menyorot tajam melunak saat melihat Galaksi, mantan anak didiknya dua tahun lalu.

"Loh, Galaksi. Ngapain di sini? Belum pulang?" tanya Bu Rumi.

Galaksi mendekati Bu Rumi, mencium tangan Bu Rumi yang ternyata bau terasi. Mungkin saat makan siang tadi Bu Rumi makan sambel pake tangan. Batin Galaksi.

"Tungguin Tari, Bu."

"Tari? Ngapain?" tanya Bu Rumi penasaran. Pasalnya Tari adalah salah satu murid yang membuat Bu Rumi sedikit gemas karena susah diajari.

"Ada urusan, Bu." Balas Galaksi singkat, ia malas menjelaskan.

Baru saja mulut Bu Rumi terbuka hendak mengeluarkan suara, tapi Galaksi segera memotong. "Saya permisi dulu ya, Bu. Selamat siang." Galaksi segera meninggalkan Bu Rumi saat matanya menangkap sosok Tari berjalan bersama dua temannya yang Galaksi tidak tahu siapa nama mereka.

Bu Rumi menggeleng akan tingkah Galaksi. Untung saja Galaksi murid pintar, jadi meskipun sikapnya kadang suka semena-mena, Bu Rumi bisa memaklumi. Ditambah Galaksi adalah anak dari donatur sekolah. Dia cukup spesial dan diperlakukan spesial pula. Selama Galaksi tidak membuat ulah dan masih bisa menghormati guru di sekolah, hal itu tidak masalah.

Galaksi menepuk pundak Tari. Meski hanya Tari yang Galaksi tepuk pundaknya, tapi ketiga gadis itu kompak menoleh.

"Kak Galaksi!" pekik ketiganya.

"Iya, gue. Kek ngelihat setan lo pada!" sewot Galaksi.

Tari menatap dua temannya bergantian. "Kalian duluan aja, aku mau temenin Kak Galaksi beli senar gitar." Suruh Tari.

Tari sadar dua temannya sedang mencari cara untuk kabur dari hadapan Galaksi, mengingat Galaksi dicap sebagai handsome with boncabe mouth. Itu adalah julukan yang diikrarkan oleh Dimas, salah satu murid yang trauma akan mulut pedas Galaksi. Singkat cerita, Dimas yang memiliki rasa percaya diri tinggi dan mempercayai bahwa dirinya adalah pria tampan, langsung terkena gangguan mental saat Galaksi hanya mengucapkan serentetan kalimat estetik. Lo itu jelek, Dim. Kayak kodok kerdil, gantengan gue kemana-mana, si El aja kalah saing sama gue.

Kembali lagi, Alana dan Tresa saling berpandangan. Keduanya mengangguk sebelum akhirnya ngacir pergi meninggalkan Tari dan Galaksi berdua.

"Udah izin belom sama orang tua lo?" tanya Galaksi.

"Udah, tapi nggak boleh pulang malem-malem."

Galaksi berjalan mendahului, mereka berdua menuju tempat parkir.

Tari bersyukur saat sampai di tempat parkir, keadaan sekitar cukup sepi. Kalau saja keadaan masih ramai, sudah pasti mereka akan menjadi pusat perhatian.

"Cepetan Tari jalannya, lemot banget kayak bekicot." Ujar Galaksi saat laki-laki itu sudah berada di tempat motornya terparkir.

Tari berlari kecil untuk segera sampai. Di sana Galaksi membuka jaketnya. Ia melemparkan jaket itu pada Tari. "Pake itu buat nutupin paha."

Rupanya Tari telat berpikir mengenai jaket Galaksi. Karena tak sabar dan gemas, Galaksi kembali merebut jaketnya dari tangan Tari. Laki-laki itu mendekat dan mengikat lengan jaketnya pada pinggang Tari.

Galaksi: Extraordinary Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang