11

295 13 0
                                    

Reynand menggeram marah melihat Liera yang keluar dari rumah dengan mengendap-endap. Dia memang tidak di rumah namun dari awal dia sudah memantau pergerakan Liera dari kamera CCTV di setiap sudut rumah.

"Ck. Orang orang sialan itu membuatku ingin menghabisi mereka" Reynand menatap jengah para penjaga yang bisa-bisanya tidak menyadari kehadiran Liera.

"Sudahlah, Bos. Kau lebih baik bersenang-senang saja dulu" ucap Maxim. Salah satu orang kepercayaan Reynand.

Reynand menatap Maxim dan Calvin yang kini duduk di depannya dengan santai minum Wine.

"Kau datang terlambat, Calvin. Ada masalah?" Reynand menatap sahabatnya dengan tatapan yang entah lah bagaimana.

"Dia ....ku temukan" hanya singkat namun Reynand akhirnya paham dan mengangguk saja.

"Kau tidak takut dia lari kembali?" Maxim bertanya dengan santai.

"Dia tidak bisa lari, aku rasa kami akan memiliki bayi" ucap Calvin tersenyum senang.

Reynand dan Maxim tak bertanya lagi dan memilih membiarkan saja karena Calvin memang seperti itu. Jika di luar orang akan berpikir jika Calvin yang paling manusiawi, tapi di sini lelaki itulah yang paling tidak masuk akal atau memiliki caranya sendiri yang padahal tidak lebih baik dari siapapun.

Reynand bangkit mengambil sebuah tongkat baseball, menyeretnya hingga suara nyaring tercipta bersama suara hentakan sepatunya.

Suara kedatangan Reynand menggema di ruangan luas namun bagian gelap menyelimuti sebagian ruangan yang di skat menggunakan cermin tebal dua arah.

Reynand memasuki ruangan yang sekelilingnya di isi oleh cermin namun dengan lampu yang memiliki pencahayaan yang minim.

"Merindukan tongkatku ku ...? " Reynand berucap dengan suara yang ringan sembari mengelus tongkat baseball miliknya.

Suara Reynand menggema membuat orang-orang yang terikat berlumuran darah bergetar ketakutan. Sebisa mungkin mereka mundur walau tidak tau di mana arah Reynand berada.

"T...tolong.... saya janji tidak akan-akkkhhh"

Lelaki itu menjerit ketika kepalanya di injak dengan kuat hingga menghantam lantai.

"Mengharapkan pengampunan? Caranya cuma satu ....., kematian"  bisik Eeynand yang menggema di penjuru ruangan.

"Tidak, jangan lakukan itu" teriakan nyaring putus asa menggema membuat siapapun yang mendengarnya akan merasakan kesakitan di tubuh mereka.

Erangan, tangisan dan jeritan adalah melodi indah bagi Reynand. Semuanya membuat Reynand puas dan sangat puas.

"Indra terakhir yang berfungsi sebelum kematian adalah telinga, nikmatilah musik terakhir ini, bastrad " bisik Reynand sebelum dia melempat alat perekam musik mengeluarkan bunyi piano yang mengalun indah.

Reynand tersenyum puas dan meninggalkan ruangan itu dengan pakaian penuh noda. Sekarang, dia ingin pulang dan memberikan pelajaran pada orang-orang yang sudah membuatnya geram.

"Wine?" tawar Maxim namun di tolak begitu saja oleh Reynand.

Saat ini, amarah lelaki itu belum juga reda. Banyak hal yang membuatnya ingin melenyapkan banyak nyawa tidak berguna dari hidup mereka.

Di rumahnya, para penjaga langsung berbaris dengan rapih menyambut kedatangan Reynand. Memang mereka berjaga silih bergantian jadi pengawasan cukup ketat kecuali malam ini tentu saja.

Reynand keluar dengan tongkat baseball di tangannya, pakaian yang terkena cipratan darah dan tongkat yang penuh darah.

Reynand berjalan di antara orang-orang yang menunduk takut. Di tengah tengah dia berhenti, tersenyum dengan samar.

You Are Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang