Clak
Clak
Clak...
"Haaah... Baru aja keluar sebentar, kamu udah kayak gini," Kata Edward yang tak habis pikir pada Edwin. Sang empu cengengesan lalu berusaha menghilangkan rasa pusing di kepalanya. "Maaf... Lantainya jadi kotor, padahal baru di pel pagi tadi," Ucap Edwin lirih. Edward menghela napas panjang dan menggeleng pelan.
"Hayu abang bantu," Semula Edwin mencoba menolak, namun Edgard terus mendesak agar ia naik ke punggung lebar Edward.
Walaupun badan Edward kecil, kekuatannya jangan di remehkan. Tidak ada percakapan sebelum nya, hening karena Edward tengah memikirkan kondisi Edwin sekarang.
"Bang," Panggilan Edwin itu membuyarkan lamunan nya. "Hm," Ia hanya berdeham pelan menanggapi Edwin.
"Edwin berat gak?" Tanya Edwin kemudian. Edward menggelengkan kepala nya cepat.
"Nggak kok. Di banding sama abang abang kamu dan Nunna kamu, kamu yang paling ringan, kayak kapas. " Jawaban Edward membuat Edwin terkekeh pelan. Edward sengaja bilang gitu biar adek nya gak terlalu kepikiran.
"Kemaren pas periksa... Kata dokter bule... Edwin turun drastis... 54 kg... Sekarang..." Jelas Edwin padanya, Edward kaget, kok bisa? Apakah ia teledor hingga pola makan Edwin saja tidak ia perhatikan?
"Lah kok bisa sih?" Tanya Edward kaget. Edwin menggelengkan kepalanya karena ia sendiri tidak tahu.
"Katanya kemaren Edwin nge-drop, makannya jadi turun..." Terang Edwin padanya. Edward hanya menghembuskan napas lelah, ia harus lebih memperhatikan keadaan Edwin mulai sekarang. Kali ini ia tak bergeming, membuat Edwin jadi merasa tak enak padanya.
"Maap ya bang," Cicit Edwin yang menunduk. Edward tersadar dari lamunan nya. "Kenapa minta maap?"
"Edwin udah sering repotin kalian, padahal Edwin pengen sehat, pengen kesana kesini– tanpa harus takut pingsan dan kumat... Abang jadi sering luangin waktu buat Edwin, bang Edgard juga sering bolong kuliah nya cuma gara gara harus jagain Edwin..."
"Bukan bolong kuliah gara gara kamu, dia itu cuma males masuk kuliah aja." Sela Edward agar Edwin tidak terlalu menyalahkan dirinya sendiri.
Setelah sampai di kamarnya, Edward mendudukan Edwin di atas kasur empuk nya. Terlihat raut wajah nya yang sedih. Sebenarnya ini memang terlalu berat untuk Edwin, apalagi Edwin anak yang aktif dan tak bisa diam. Bergerak sedikit saja bisa membuatnya kelelahan.
"Dengerin dek," Pinta Edward. Sorot matanya mulai menghangat, ia menarik sudut bibirnya hingga menunjukan sebuah senyuman kecil untuk Edwin.
"Kamu itu gak ngerepotin dek. Kamu udah jadi tanggung jawab abang, nunna, dan abang abang kamu yang lain. Kamu itu istimewa, jadi emang mesti dapet perhatian lebih, pola makan teratur dan kontrol. Jadi... Jangan coba coba nyalahin diri sendiri. Itu bukan salah kamu, itu udah jadi kewajiban kita." Nasihat Edward sambil meraih puncak kepala Edwin. Sang empu masih menunduk, namun Edward menyuruhnya untuk tersenyum sehingga tampaklah senyuman indah dari Edwin.
"Oke... Be a good boy,"
"Sekarang istirahat. Nanti ada Nunna yang bawain makan sama obat kamu. Abis makan langsung bobo," Lanjutnya.
"Belom shalat bang,"
"Ampun... Shalat dulu sekarang." Titah Edward kembali tegas. Tangan kanan Edwin terangkat untuk memberi hormat kepada Edwrad. "SIAP KOMANDAN!"
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
"Hmm..." Edwin tengah berpikir sambil mengetuk ngetukan jari telunjuknya ke dahi nya, satu tangan nya lagi ia pakai untuk memeluk toples cookies coklat biar gak di ambil sama Nunna maupun Edgard.
Hari ini Edwin lagi pemulihan setelah sempat demam dua hari yang lalu bersamaan dengan Ethan yang asma nya kumat gara gara Edgard, jadi dia gak akan bisa kemana mana.
Nunna maupun Edgard saling tatap satu sama lain, kedua nya saling menautkan alis karena bingung dengan tingkah Edwin."Mikirin apa dek?" Tanya Nunna mengawali percakapan dengan Edwin. Sang empu lalu menoleh pada Nunna dengan mulut yang menggembung penuh dengan cookies coklat itu, bikin Nunna nya ketawa ni anak.
"Hahi henin hekolah khan? (Hari senin sekolah kan?)" Tanya nya. Edgard menyentil dahinya gemas. "Abisin dulu tu cookies, gak akan abang abisin deh perasaan," Edgard menatap cookies coklat yang di genggam Edwin, dia mau. Tapi Edwin pelit. Sang empu makin menyembunyikan toples itu di belakang nya dan memasang wajah garang.
"Bohong! Cookies Edwin yang kemaren belom abang gantiin!" Tegas Edwin kembali mengingatkan abang nya yang rada bego itu. Edgard nyengir tanpa dosa. "Kemaren kan udah gue gantiin pake coklat 5 kotak. Lupa lu?"
"Nggak cukup," Nunna tertawa lagi mendengar jawaban Edwin. "Udah udah. Iya, adek sekolah hari senin." Jawab Nunna yang membalas pertanyaan Edwin yang sempat tertunda akibat berdebat dengan Edgard.
Edwin mengangguk mantap. Ia senang karena akan kembali bersekolah setelah dirinya mendekam di rumah sakit satu tahun terakhir. Untung lagi corona, jadi nggak ketauan kalo dia ngedrop karna sakitnya."Senin sekolah... Terus? Edwin harus ngapain?" Tanyanya polos.
"Ya belajar, masa mau bolos? Percuma kalo gitu mah, mending homeschooling aja sekalian." Jawab Nunna lagi. Edwin langsung menggeleng. "Maksud Edwin bukan itu nun... Kan di suruh bikin papan..."
"Hm, terus?" Edgard dan Nunna mendengarkan dengan seksama.
"Ya masa bikin papan sih? Nanti gak kece dong, malah mirip kayak gembel." Ungkap Edwin dengan wajah polos.
"Kan elu gak tau malu nye. Buat apa malu? Teroboss aja," Kata Edgard semangat.
"Bikin papan nya agak bagusan dikit lah, biar gak jelek jelek amat."
"Tapi yakin mau ikutan? Selama tujuh hari itu ada ospek win, lu kuat?" Sahut Ethan yang baru saja sadar kalau dia juga panitia di sekolahnya nanti.
"Abang jangan meragukan kekuatan Edwin. Kuat lah, Edwin gak mau di bedain lagi. Udah cukup terakhir masa SMP. SMA jangan sampe ada yang tau kalo Edwin sakit." Terang Edwin pada abang abang dan Nunna nya. Mereka masih fokus kepada Edwin yang kini tersenyum meminta pertolongan.
"Edwin mohon. Edwin mau ikutan acara ini," Final Edwin.
"Selama kamu kuat, abang gak akan larang." Jawab Ethan ikut tersenyum. Edwin mengangguk mantap. "Siap!"
"Ikutan acara apa?" Sahut seseorang dengan suara khas nya yang berat. Edwin terkejut lalu menoleh ke belakang—Ada Edward disana yang abis mandi.
"Itu bang... Itu, yang itu lho," Lidahnya tiba tiba kaku. Yakin sih abis dia bilang pasti gak akan di izinin sama abang overprotektif nya ini.
Tok! Tok! Tok!
The end.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDWIN
Teen FictionHanya kisah tentang seorang anak laki laki yang harus berjuang agar bisa menggapai semua impian dan cita citanya. Tentu saja, siapa yang tidak ingin hidup dengan tubuh sehat dan sempurna? Ia iri dengan orang orang, bisa berlari kesana kemari, bermai...