EDWIN-10

417 27 2
                                    

Gedebuk!

"Win hati hati!" Peringat Kino padanya.

Iya, Edwin sempat terjatuh di kamar mandinya karena linglung. Kino sibuk menyiapkan baju Edwin dan beberapa peralatan sekolah lainnya.

"Bang Edgard jahat! Lu pake pelet apa sampe gua ketiduran?!" Gerutu Edwin kesal. Yang disebut mah masih nempel di kasur Edwin dibalut dengan selimutnya yang terbilang tebal. Beruntung karena malem tadi dia gak pake kabel kabel, jadi gampang larinya.

"Win mandinya jangan lama lama, ntar kesiangan dan malah di hukum!" Sekali lagi Kino memperingati Edwin. Iya... Edwin kalo udah nyentuh air kadang suka jadi lupa daratan.

"Win, hati hati mandinya malah pake sampo,"

"Anjim! Gua mandi pake sampo dong!" Kata Edwin ketika menyadari bahwa ia salah ambil botol yang berisi sampo.

"Siapa yang naro sampo di yang bukan tempatnya?!"

"Maapin win, gak sengaja." Kino menunjukan cengirannya.

"Win lima menit lagi!"

"Iya ini udah!"

Edwin cepat cepat memakai seragamnya. Kalau kayak gini kan jadi ekspres. Semuanya udah di siapin Kino, dia gak usah susah susah nyariin baju atau pun perlengkapan sekolah lainnya.

"Hayu!" Ajak Edwin yang mengambil tas sekolahnya dan turun ke bawah.

"Win papannya!"
"Bawain!"

"Win masker—
"Cepet Kino... Kita udah telat!"
Kino pun mengambil papan miliknya dan Edwin lalu cepat cepat turun ke bawah. Disana udah ada Edward yang sudah menyiapkan makanan dan segala peralatan yang di butuhkan Edwin. Dia geleng geleng liat kelakuan BBG (Bochil baru gedhe) ini.

"Bang berangkat!" Kata Edwin melewati Edward.

"Dek obat—

"Assalamualaikum!" Edwin lebih dulu mengucapkan salam dibanding Edward yang belum menyelesaikan ucapannya.

Di jalan...

Kino dan Edwin ketawa ngakak ketika mengingat kejadian tadi. Seharusnya Edwin memasang alarm jam 4 subuh, tapi malah lupa karena ditarik Edgard buat bobo.

"Win loe gak pake jaket?! Awas ntar masuk angin," Ledek Kino padanya. Edwin lalu menggeplak helm Kino geram. "Jangan salahin angin. Ini salah loe yang bawa gua dalam keadaan ngebut." Timpal Edwin.

"Sakit gembel! Masalahnya bukan itu! Nanti balik balik ke rumah dan elu malah masuk angin, gua bisa di pecat jadi temen lu! Lu tau kan kalo abang loe titan semua?" Edwin mengangguk anggukkan kepalanya. Benar... Kino diberi tanggung jawab untuk menjaga Edwin selama di sekolah. Jadi kalo ada apa apa sama Edwin, salahin kino aja.

"Eh win, loe juga gak pake masker lho. Anjing nanti kena amukan ketua mlps!"

"Sebelas dua belas ama loe! Loe juga gak pake masker dasar buta!" Balas Edwin lagi. Beberapa kali ia menggeplak kepala Kino karena kesal padanya. Yang di geplak ketawa ngakak karna abis godain si Edwin.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀

"CEPET CEPET CEPET! TAU CEPET GAK HEI?!"

"SAYA HITUNG SAMPAI LIMA!"

"SATU!"

Mereka telah tiba di sekolah. Baru aja nyampe, mereka udah kena gebrakan para panitia yang Edwin yakini akan membuatnya naik pitam.

"Win, loe kuat gak? Mereka ngitung kita kayak ngitung ke ayam njir!" Umpat Kino yang menyamakan posisinya dengan Edwin.

Bukannya Edwin tidak bisa berlari cepat, tapi sekarang dia lagi dalam masa pemulihan. Harusnya lari kayak gini aja gak boleh buat dia. Cuma dia paksain karena katanya seru, dan kapan lagi dia akan merasakan hal seperti ini?

"Gua lagi berusaha no... Duluan aja." Titah Edwin padanya. Tuh kan, baru lari dikit aja udah ngos ngosan, apalagi ke depannya?

"Nggak bisa... Kino gak akan pernah ninggalin Edwin sendirian... " Tekad Kino tersenyum miring. Ia menarik tangan Edwin dan berlari santai sesuai dengan kondisi tubuh cowok itu.

"HAYO CEPETAN HEI! UDAH BERES HITUNGAN MASIH BISA JALAN SANTAI?!"

"Haaaah..." Edwin menarik napas panjang dan mengehmbuskannya perlahan. Jujur saja, lari seperti tadi saja sudah membuatnya lelah dan sesak. Edwin berjongkok sebentar lalu kembali berdiri tegak menghadap ke depan walaupun ia masih belum bisa mengatur napasnya dengan baik.

Salah satu panitia MPLS itu mulai menginterogasi murid murid yang terlambat. Ketika ia membaca nama Edwin dengan seksama, ia lalu menatapnya dari atas sampai bawah.

"Nama loe Edwin?" Tanya nya meyakinkan. Edwin mengangguk pelan sebagai balasan. Ia lalu tersenyum licik dan melanjutkan interogasinya.

"Kalian yang terlambat, harus sadar diri! Upacara jadi tertunda karna siapa?"

"JAWAB KARNA SIAPA!!!"

Deg!

"Karna kita..." Jawab murid yang terlambat dengan kompak.

Edwin semakin tidak bisa mengatur napasnya yang semakin sesak ketika senior tadi membentaknya tadi. Keringat terus membanjiri peluhnya, dadanya naik turun tidak stabil dan tubuhnya lemas dan gemetaran. Tidak... Edwin tidak mau tumbang dan dirawat lagi. Dia ingin sekolah.
Senior yang menyadari bahwa ada gerak gerik aneh dari Edwin akhirnya datang menghampirinya.

"Kenaa loe? Sakit?"

Sh*t!

Itu adalah pertanyaan yang sangat di hindari Edwin untuk saat ini. Ia tidak suka ditanyai keadaannya apalagi ketika penyakitnya sedang kambuh. Edwin menegakkan pandangan nya tidak suka.
Bak telepati, senior itu mengerti dan malah jadi marah padanya. Ia mengepal kedua tangannya hingga urat urat nya terlihat jelas.

"Berani loe sama gua?! Dasar anjing!"

"Maksudnya...?" Tanya Edwin yang membuat senior itu mematung sesaat. "Kalo gua berdiri disini... Artinya gua gak sakit... Lah... Dasar idiot..."

"Apa lu bilang...?!"

"Dasar babi! Lu gak pantes ngomong gitu sama gua bangsat! Lu ngajak gua berantem hah?!"

"Brengsek!"

Plak!

"Hah?! Edwin!"
"Edwin!"

"Woy Michael! Jangan keterlaluan!"

"Dia itu peserta!"

"Cepet bawain air dingin buat ngompres!"

Netra hitam Ethan membulat sempurna. Ethan yang sedari tadi hanya diam memperhatikan adiknya kini tak bisa tinggal diam. Ia akhirnya maju dan menghampiri temannya yang berani melukai adiknya.

Edwin terdiam ketika sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya. Rasa sesak semakin menggerogoti kedua paru parunya. Matanya memanas ingin menangis. Ia meremat dadanya, mulutnya terbuka untuk menerima pasokan udara— di detik selanjutnya tubuhnya ambruk. Beruntung Kino berhasil menahannya dan ikut terjatuh bersamaan dengan Edwin.
Para siswa siswi berteriak histeris melihat hal itu. Michael memang di takuti karena dibilang mirip berandalan sekolah.

"Hhh... Hhh... Hhh...!" Edwin memukul dadanya untuk menghilangkan rasa sakitnya.

"Stop it! Jangan dipukul win! Loe makin sakit nantinya!" Peringat Kino padanya. Ia melihat tanda peringatan di jam tangan Edwin—ia perlu ditangani medis.

Tanpa sadar kedua pelupuk matanya basah karena Edwin tidak kuat lagi. Ethan lalu datang bersamaan dengan beberapa tim medis yang akan membantunya. Kino tidak boleh mendekati Edwin dulu, biarlah para medis yang mengobatinya. Mereka memasangkan masker oksigen di wajah tampan Edwin dan membuka kancing seragamnya sampai kebawah. Mereka lalu memasangkan kabel serta oximeter yang akan mengontrol jantungnya.

Edwin masih saja kesulitan bernafas, salah satu dokter lalu menekan nekan dadanya agar ia dapat bernapas dan mengembalikan detak jantung Edwin. Kino terus berdoa, berharap tidak terjadi apa apa dengan Edwin.

'Nggak... Gua... Pengen sekolah...' Batin Edwin yang telah memejamkan kedua matanya.

The end

EDWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang