🖇️04. A Star

90 45 2
                                    

Follow ig aku:
@yaa_frstn @kucingimut1258

Ig mereka juga:
@zayaflow_
@gafi.prnz
@kaylen_yrf
@luv_yin
@atlnta_

🖇️🧸📕

SORE ini langit memancarkan warna jingga cerah yang menandakan matahari sudah selesai dengan tugasnya dan akan digantikan oleh benderangnya bulan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SORE ini langit memancarkan warna jingga cerah yang menandakan matahari sudah selesai dengan tugasnya dan akan digantikan oleh benderangnya bulan. Atlanta mengajak Zaya ke rumahnya untuk mengembalikan kucing gadis itu yang sempat dia bawa pulang kemarin. Karena terlalu sibuk berbincang hingga lupa waktu membuat mereka terlambat pulang seperti saat ini.

"Kamu gapapa pulang kemalaman, Za?" Tanya Atlanta ikut duduk di sofa sebelah Zaya.

Zaya, gadis itu sibuk mengelus-elus bulu Flowfi. Tidak bertemu selama satu hari membuat Zaya sangat merindukan kucing abu-abu itu.

"Enggak papa kak. Tadi saya sudah nelfon Bunda," jawab Zaya.

Atlanta menganggukkan kepalanya mengerti. "Kucing kesayangan kamu, ya?"

"Iya kak. Namanya Flowfi. Flowfi kenalan dulu nih sama orang yang telah nolongin kamu." Zaya mengajak kucing abu-abu itu untuk bicara.

"Halo Flowfi. Saya Atlanta." Atlanta mengulurkan tangannya kepada Flowfi.

Zaya menggerakkan tangan Flowfi untuk menjabat tangan cowok itu. "Terima kasih sudah nolongin Flowfi ya kak, kasihan Aya yang sudah nangis-nangis." Zaya mengecilkan suaranya seperti anak kecil.

Atlanta tergelak. Zaya benar-benar lucu di matanya. "Aya? Siapa Aya?" Tanya Atlanta masih dengan ketawanya.

"Aya itu adalah panggilan spesial dari seseorang." Zaya menutup mulutnya ketika merasa salah bicara.

Atlanta mengerutkan alisnya karena tidak mengerti. Spesial? Apakah Zaya punya seseorang yang spesial di hatinya? Please, jiwa kepo Atlanta meronta-ronta.

"Oh iya, kakak tinggal sendiri di sini?" tanya Zaya mengalihkan pembicaraan.

"Enggak. Saya tinggal bersama orangtua dan adik saya, sekarang mereka sedang pergi keluar kota untuk berlibur," jelas Atlanta.

"Kakak gak ikut?"

Atlanta terkekeh kecil. "Saya sudah dewasa. Lagian saya tidak terlalu menyukai aktivitas seperti itu."

"Really? Kenapa begitu?"

Atlanta mengelus pelan bulu Flowfi. "Saya juga tidak tau," jawab Atlanta tersenyum tipis.

Zaya cuma menganggukkan kepalanya paham. Menurutnya, Atlanta adalah tipe cowok yang tidak suka berbaur dengan banyak orang. Bisa dibuktikan dengan aktivitas cowok itu yang sangat suka berbaur dengan buku-buku di perpustakaan.

"Mau minum dulu?" Tawar Atlanta memecah lamunan Zaya.

Zaya menggelengkan kepalanya sopan. "Gak perlu kak. Saya mau pulang dulu."

"Mau saya antarin?"

Lagi-lagi Zaya menggeleng karena tidak ingin merepotkan cowok itu. "Gak usah kak. Saya tadi udah suruh Ayah jemput. Dan dia ada di minimarket depan sana!"

"Oke kalau gitu. Saya antar sampai ayah kamu datang ya."

"Ya ampun kak. Gak perlu. Saya tidak ingin merepotkan kakak. Saya pulang dulu ya, kak. Next time saya main ke sini lagi," ucap Zaya.

"Oke. Hati-hati ya."

Setelah keluar dari pekarangan rumah Atlanta, Zaya memutuskan untuk berjalan saja. Perkataannya jika Ayahnya akan menjemputnya di minimarket itu bohong. Zaya bahkan tidak pernah menghubungi Ayahnya dari tadi. Zaya hanya tidak ingin terus merepotkan cowok itu.

Zaya berjalan pelan untuk pulang. Namun entah kenapa kakinya terasa enggan untuk berjalan. Sesak. Inilah yang dirasakan Zaya sekarang. Tiba-tiba saja dirinya merindukan seseorang yang sudah berada di atas sana.

Zaya mendongakkan wajahnya menatap langit. Tidak ada bulan ataupun bintang. Langit kali ini begitu gelap tanpa benda-benda langit yang menerangi malam ini.

"Bintangnya indah ya, Aya," ujar Gafi.

Zaya mengangguk. "Iya indah banget."

"Kalau Aya rindu Gazio, Aya bisa liat bintang-bintang ini. Karena Gazio ada di salah satu bintang-bintang yang bertaburan di atas langit sana."

Zaya menatap Gafi. Raut wajahnya menatap Gafi dengan sedikit kebingungan. "Kalau langitnya mendung gimana?"

Air mata Zaya jatuh membasahi pipi. Rasa rindu itu sampai sekarang masih belum terobati. Benar kata orang, melupakan seseorang itu mudah, namun yang sulit itu melupakan kenangannya.

"Gazio belum jawab pertanyaan Aya. Bagaimana Aya bisa liat Gazio jika langit tidak menampakkan bintang-bintang. Aya rindu Gazio," lirih Zaya.

"Flowfi, tetap sama aku ya. Jangan seperti tuanmu yang pergi dengan meninggalkan semua luka dan kenangan." Zaya mengelus bulu Flowfi.

Tanpa sadar, Zaya sudah sampai di tengah jalan. Dirinya begitu kaget ketika ada mobil yang hampir saja menabrak dirinya dan Flowfi. Pemilik mobil itu keluar dan mendekati Zaya.

"Zaya?"

"Kaylen?"

Kaylen menatap penampilan Zaya dari atas sampai bawah. Tatapannya jatuh pada wajah Zaya yang sudah bergelimang air mata.

"Ya, lo kenapa nangis?"

Zaya mengusap air matanya. "Enggak, aku nggak nangis. Aku bahagia karena Flowfi udah ketemu."

"Mata lo gak bisa bohong. Ayo masuk. Cerita di dalam, di luar dingin. Nanti lo masuk angin," ucap Kaylen.

Kaylen dan Zaya memasuki mobil hitam Kaylen. Tunggu, sejak kapan cowok ini memiliki mobil? Biasanya Kaylen mengendrai motor kesayangannya.

"Tunggu, ini bukannya ....."

"Len, ini mobil Gafi ya?" Tanya Zaya ketika menyadari jika mobil ini adalah milik mantan pacarnya dulu.

"Iya, gue mau coba-coba bawa. Sekalian belajar bawa mobil," jawab Kaylen.

Zaya merasa Dejavu lagi. Kenapa semesta selalu punya cara untuk membuat dirinya mengenang orang yang sudah pergi? Semesta selalu punya banyak teka-teki.

"Eh, kenapa nangis lagi?" Panik Kaylen melihat Zaya kembali meneteskan air mata.

"Gue ada salah bicara?" Zaya menggeleng. "Terus?"

"Aku rindu Gafi. Aku pengen ketemu dia," lirih Zaya.

Kaylen mengerti dengan perasaan Zaya. Tangannya terulur mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi gadis itu. Netra hitamnya menatap manik mata berkaca-kaca itu.

"Kita ketemu dia, ya. Jangan nangis lagi. Gafi pasti marah liat lo nangis kayak gini," ujar Kaylen lembut.

"Tapi dia sendiri yang bikin aku nangis kayak gini."

Kaylen mengerti. Dalam hatinya, dirinya juga merasa marah kepada Gafi karena tidak memenuhi janjinya. Namun, ini semua sudah takdir. Bukan keinginan Gafi untuk pergi meninggalkan dunia ini.

"Lo pernah bilang untuk jangan pernah buat Zaya nangis. Tapi, lo sendiri yang buat dia nangis kayak gini. Kepergian Lo membuat luka bagi semua orang. Lo luka sekaligus obat, Ga."


TBC

Mereka yang berjanji, mereka juga yang pergi:)

Gimana part ini?

Maaf ya updatenya lama, soalnya lagi gamud nulis 😔🔪

Ayo vote dan komennya supaya Kattie semangat nulisnya, hihi

We Are Happy Ending [END] [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang