12. Tuhan begitu Kejam!

68 50 10
                                    

Keesokan harinya, pada waktu pagi menjelang siang, kinerja sinar matahari lebih kuat saat menembus kulit lembut yang dimiliki gadis mungil itu, Xia. Kini ia sudah sigap berdiri di dapur sejak pagi hari. Seperti biasa ia selalu sadar diri untuk membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, dan menyeka segala debu. Seolah itu adalah sebuah parasit yang mengandung penyakit, Xia phobia pada debu.

Johan bergerak cepat menuju ruang tamu, ia ceroboh saat berlari sehingga kakinya tersandung dengan kuat.

"Agh! Menyebalkan. Ini salahku atau salah kakiku?!" gertak Johan saat mengumpat pada kakinya.

Setelah teralihkan pada kakinya, Johan terkejut heran saat melihat ruang tamu dan dapur di sampingnya tampak bersih bagaikan suci tanpa debu. Membuatnya memutar otak saking herannya.

Menadah tangan dengan heran, "waw ... ada apa ini? Tumben sekali pelayan di rumah ini begitu rajin," tutur Johan.

Johan berjalan perlahan mendekati dapur, hendak mencari sesuatu yang layak ia makan, lebih terkejutnya bahwa ia mendapati makanan siap saji di atas meja.

Johan terhenyak, "GILA! Apa benar pelayan di rumah se-rajin ini?!"

Johan terkejut karena ia tidak pernah melihat kejadian ini, apalagi pelayan di rumahnya sangat tidak ramah, karena untuk memasak saja itu mustahil, para pelayan jangan di harap datang pagi-pagi, mereka datang hanya ketika nyonya Keislyn Revander memanggilnya.

"Kakak?" saut Xia.

Johan menoleh setelah Xia keluar dari kamar mandi, dengan tampilan lembab serta rambut yang di ikat dengan sentuhan gelombang helaian rambut, dan terlihat sangat sederhana tapi menawan.

"Xia?!" terkejutnya, "apa semua ini, kau yang mengerjakannya?" tanya Johan heran.

"Uhm ... iya, Kak," jawab Xia sambil mengangguk.

Johan menggeleng, "hooh, pantas saja aku mencari mu tidak ada di kamar."

"Kak Johan ada perlu apa?" tanya Xia.

"Bukan aku yang membutuhkan mu, tapi ayah," jawab Johan. "Cepatlah ganti pakaianmu, Xia. Ayah menyuruhmu datang ke gudang pribadinya," ujar Johan. Xia ingin bertanya lagi, tetapi niatnya terhenti, dan menuruti kata Johan.

~

"Qianfan, ngapain kau disini?" tanya Longwei dari belakang. Membuat Qian terkejut sejenak saat ia sedang santai menonton pertunjukkan Xia yang usai membersihkan rumah, ternyata sedari awal Qian hanya melihat dari atas saat Xia sedang menyeka isi kediaman itu.

"Aish, menyebalkan!" ketus Qian, membuat Longwei menepuk kepalanya. Qian mengelus-elus kepalanya.

"Sudah cukup nontonnya, ayo ikut aku," ajak Longwei. Qian menyipitkan matanya, menolak.

"Tidak mau!" ketus Qian lagi.

Menatap tajam dengan tatapan pekat dan gelap, "mau dipaksa?" sulut Longwei.

Qian mengabaikannya dan berbelok berlawanan dengan Longwei, sehingga membuat Longwei menghela napas panjang.

"Qian, aku tidak suka jika menggunakan kekerasan padamu," ucap Longwei masih tenang.

Mengulurkan tangan, "ayo," ajak Longwei.

Masih posisi diam, Qian tidak suka di suruh ataupun di pinta.

Qian menggeleng, "aku hanya ingin melihat Xia, aku tidak akan mengganggu ayah, aku janji."

Longwei menghela napas, "baik, jika aku mendapat perintah yang tidak menyenangkan, aku harap kau menerima konsekuensinya."

A XIA FIGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang