23. Perasaan Ambang Kematian

36 22 3
                                    

Masih di dalam perjalanan. Emera dan Xia berjalan berdampingan dengan sepucuk gerobak yang masih di tenteng oleh Emera. Siang dan malam sudah beberapa kali di lalui oleh mereka demi sampai pada tempat tujuan.

Tidak hanya itu saja. Xia tidak menyadari bahwa Marques, Noble, Ray, dan Pat mengikutinya seperti penjahat yang memata-matai target dengan hasil tepat sasaran.

Di perjalanan Xia kali ini melewati kota Abraham yang masih di wilayah Ollivus tapi sudah hampir sangat jauh dari kediaman keluarga Ollivus. Seketika itu Xia merasa lega karena dia sudah keluar dari tempat itu, dan sekarang dia punya teman bersamanya.

"Emer!" panggil Xia pada Emera, "Kenapa banyak orang tergeletak ... seperti kesakitan?" tanya Xia. Melihat banyak orang yang tergeletak di pinggir jalan seperti kelaparan dan kehausan membuat Xia bertanya akan bersimpati.

Tapi, bagi Emera menatap tak acuh pada orang-orang itu.

"Xia apa kau tidak tau musim apa sekarang?" Emer bertanya balik kepada Xia yang sedang bingung.

"Ada apa?" Xia mencoba menebak hasil dari pertanyaan Emera, tetapi dia tidak bisa menjawabnya.

"Tahun ini, kita mengalami musim kemarau. Para pengemis jika tidak di beri uang atau makanan, dia akan di ambang kematian tanpa di pedulikan orang lain," Emera mencoba menjelaskan pada Xia yang jika dikatakan tidak tau apa-apa tentang kesulitan di luar ini.

"Emer! Berikan mereka uang," ujar Xia yang begitu merasa sedih melihat orang-orang itu hampir mati kelaparan.

Emera terbelalak, "Xia! Aku tidak sekaya itu harus membuang uang untuk mereka," sembari terkekeh.

"Tidak ada uang?" tanya Xia lugu, "Apa kau juga sama seperti mereka?"

Emera tersenyum kecil, "Benar sekali. Aku juga hidup miskin sama seperti mereka. Mencari uang dan makanan tapi itu tidak ada hasil jika aku tidak berusaha keras untuk mencari pekerjaan. Dan mereka para manusia yang mampu tidak mau membantuku untuk mencari nafkah."

Mendengar itu, Xia begitu sangat berkecil hati dan seakan ia merasakan penderitaan yang di alami Emera. Seketika ia berpikir di dunia ini tidak hanya dirinya yang mengalami kesulitan dan kesusahan dalam berjuang hidup. Semua orang sama halnya dengan dirinya lewati saat ini, hanya saja beda jalan hidup masing-masing.

"Lalu bagaimana nasib mereka?" Xia berbicara dengan nada lembut seolah bersimpati pada semua hidup yang hampir terbuang sia-sia.

"Ya paling juga mereka akan di pungut oleh orang yang punya kekuasaan di Negeri ini, lalu di jadikan budak atau mereka mati bisa langsung di buang ke lautan Selatan," ujar Emera miris.

"Astaga! Bukankah itu sangat menyedihkan?" celetuk Xia.

Emera menatap dengan alis mengkerut sembari tersenyum kecil, "Kenapa kau harus khawatir? Bukankah kau sendiri saat ini sedang kesulitan?"

"Iya kau benar, tapi apakah baik membiarkan mereka seperti itu?" sambung Xia tak berhenti bertanya.

"Maka dari itu aku mau mengantar mu ke istana keadilan, karena aku juga meminta hak seperti layaknya orang miskin yang tidak mampu ini untuk dapat bekerja di kerajaan bangsawan," jelas Emera membuat Xia mengerti.

"Istana keadilan? Apa itu tempat yang baik? Aku tidak sabar menemani mu ke sana," Xia berkata sembari tersenyum manis. Mendengar perkataan Xia membuat Emera tersenyum kekeh. Entah mengapa Xia begitu senang seolah-olah Emera jauh lebih sulit di banding dia sendiri.

"Xia kau banyak rumah dan keluarga. Lalu kenapa kau tidak pulang saja?" kali ini Emera yang bertanya.

Xia tertegun, "Aku ... aku.... takut pulang."

A XIA FIGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang