Bagian 10

5 1 0
                                    

Rintitan hujan mulai turun dari langit. Sang Mentari yang berniat hendak bersinar tapi tak unjung malah tergantikan oleh gumpalan awan hitam yang membentang panjang.

Tampaknya Shishi sudah mulai muak dengan kostum yang melekat pada tubuh mungilnya itu.
Terlihat dari helahan napas gusar darinya,

"Masih lama lagi gak sih? Sesak banget napas gw makek nih baju. Engapp bener njay"

Lia tersenyum sinis, menyenggol lengan Shishi yang nyaris membuat gadis kecil itu akan mengeluarkan umpatan, alih-alih pelototan yang diberikan oleh Lia.

"Gak usah ngebacot terus, diam bae bentar lagi nii juga kelar. Lo pikir lo aja yang engap. Gw juga njir, rasanya pengen gw trobos nih barisan buat balik ke kelas"

"Ngucap istighfar lo berdua, bisa-bisa nya orang pada khusyuk upacara lo berdua malah ngeluh ama keadaan. Kagak inget apa gimana susah payahnya pahlawan yang berujung buang bikin nih negri merdeka, tapi lo berdua sigenerasi dengan otak Sengklek nya malah asik ngeluh karena upacara baru sebentar. Lo juga Shi, kagak inget apa bapak lo tentara njir, bisa-bisa nya ya lo berdua" kedua gadis itu diam menunduk mendengar omelan dari Larissa yang tumben-tumben saja bisa berbicara dengan bijak.

Ucapan syukur diutarakan hampir seluruh murid, saat mendengar upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia yang dilaksanakan pagi itu telah selesai.
Barisan yang tadi rapi, kini berhamburan membentang untuk berbondong-bondong keluar dari lapangan.

Lain halnya lima sekawan itu yang justru memilih untuk tetep stay berada di lapangan.

"Balik kelas yok guys" ajak Zahra yang dibalas anggukan oleh Eliza

"Bentar dulu seng, kaki gw masih lemes kalau harus naik ke kelas"

"Lo mau naik kekelas, Li?. Emang lo gak capek kalau mau naikin tuh kelas"

Keempat nya kompak saling menatap, lalu berlanjut suara helahan napas.

Zahra yang memiliki kesabaran setebal dompet 271 triliunan pun mengguncang baju Eliza.

"Pliss deh, El. Tuh bego jangan terus dipelihara. Maksud Lia itu mau naik ke lantai atas tempat kelas kita berada"

Eliza mengangguk anggukan kepalanya paham,

Sedetik kemudian gadis kecil dengan otak lemot itu kembali berkata "emang kelas kita di lantai atas? Kok gw baru tahu"

Kompak ketiganya memekik kesal, bahkan mulut pedas Larissa sudah mengeluarkan umpatan.

"Plisss anjirr, El. Bego lo cukup sampai disini!! Jangan dipelihara terus menerus. Gedek gw lama-lama"

Jangan heran dengan Eliza, gadis dengan hijab panjang nya itu memang terkadang berpikir lebih lambat dari keempat temanya.
Tapi tak urung dari perkataan pedas para sahabatnya, Eliza tak menanggapi hal itu.

➳༻❀✿❀༺➳

Waktu jamkos seharusnya dihabiskan dengan tiduran dan berleha-leha. Tapi tidak untuk saat ini, disaat para teman kelas nya asik tiduran dan berleha-leha menikmati indahnya jamkos yang jarang datang. Shishi justru dibuat kelabaan karena harus dibuat bergulat dengan setumpuk buku yang entah kapan habisnya.

Otaknya serasa ingin pecah karena harus mengejar target yang telah ditentukan, mungkin lambat laun psikis gadis itu akan terganggu karena tekanan mental pada nilai akademis yang ingin ia raih.

Ini bukan tekanan dari orang tuanya, melainkan keinginan dari Shishi sendiri yang menjadi anak ambis untuk bisa membuktikan pada dunia bahwa ia tidak lemah hanya karena secuil parasit yang menempel pada dirinya.

Bumi Yang LuasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang