”Beneran udah gapapa, Daf?”
”Aman, kak.”
”Yaudah buat jajan nih, terus ini makanan kalo udah di kostan langsung masukin ke kulkas tinggal di angetin.”
Madafa menerima lembaran uang berwarna pink dari Putia dan tas belanja berisi masakan yang kakaknya persiapkan.
”Laki lo jarang di rumah?”
Madafa menyadari pagi di rumah besar ini sepi, hanya ada ART saja di rumah, ”iya, enggak tau kapan pulang.”
Putia memberengut seraya mengusap perutnya, pagi tadi ia merasa mual dan muntah-muntah, jika boleh jujur Putia ingin sekali Jenggala berada di sisinya apalagi sekarang ini.
”Gak gabut lo?” tanya Madafa lagi.
”Gabut sih, makanya gue rada nyesel resign.”
”Itu perut lo udah berapa bulan?”
”Baru empat minggu.”
”Kabarin gue aja kalo butuh apa-apa.”
”Okay.”
Suara motor terdengar mendekat, bapak yang memakai jaket warna ijo khas ojek online itu menyebutkan nama Putia, driver yang ia pesan untuk mengantarkan Madafa ke kostan. Adik satu-satunya itu akhirnya melambaikan tangan menjauhi rumah dan melihat itu Putia hanya mampu tersenyum, mau seberapa dewasa pun, Madafa tetap anak kecil di matanya, yang harus ia sayangi dan kasihi.
”Bi saya mau ke supermarket belanja, ikut ya.”
”Boleh, bu.”
Bi Inah segera menyelesaikan pekerjaannya selama Putia masuk ke kamar untuk mengganti baju dan mengambil dompet. Suara deringan ponsel membuatnya lebih dulu beralih ketika mendapati siapa yang menelpon. Dengan senyuman sumringah, ia segera menggeser tombol dan terlihat wajah Jenggala di seberang sana.
”Put?”
”Pat put pat put! Kamu kapan pulang?”
Jenggala tertawa ketika Putia langsung menyemprotnya.
”Liat! Ini aku udah di bandara.”
”Serius?”
”Iya sayang.”
Putia tersenyum lagi, ”aku jemput ya, aku baru mau keluar sama Bi Inah ke supermarket,” mengambil dompet dan kunci mobil, Jenggala mampu melihat wajah Putia hilang dan hanya terdengar suara grasak-grusuk.
”Pelan-pelan aja,” peringat Jenggala di seberang sana.
”Kangen tau.”
Jenggala tertawa mendengar Putia berkata jujur.
”Me to, hati-hati sayang.”
”Oke.”
”Aku tunggu di SB ya.”
”Iyaaaa.”
Selanjutnya Putia mematikan sambungan telepon dan segera bergegas ke carport, namun sebelum itu ia mengatakan jika tak jadi mengajak Bi Inah untuk belanja seraya meminta maaf. Bi Inah mengibaskan tangan tak apa-apa, majikannya itu terlalu banyak minta maaf.
Menyalakan mesin Range Rover-nya, Putia melesat pergi untuk menjemput suami ke Bandara dengan perasaan riang.
*****
Di sisi lain, Jenggala benar memasuki kedai kopi dengan sisa-sisa senyum di wajahnya. Sementara seorang perempuan yang bersamanya merotasi mata sebelum menyebutkan pesanannya, Jenggala menaikkan kedua alis ketika Veronica berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAPUT: After Marriage
Short StoryKehidupan Jenggala dan Putia, berlanjut disini. Kuliah, kerja, nikah. Setelah menikah apa ya? Tentang Putia yang di hadapkan dengan seorang Jenggala yang ternyata bukan dari keluarga sederhana, melainkan anak dari seorang pengusaha sukses dari Sydne...