Part 11

872 194 60
                                    

Febe berjalan terpincang-pincang menaiki tangga ruko tempat diadakan kelas pelatihan TKW. Dia bersyukur semua bahan sudah dibelikan oleh rekan lain, kalau tidak bagaimana dia bisa naik tangga dua lantai dengan membawa berkantong-kantong tepung dan telor!

"Kak Febe!" suara cempreng Ayu menyambutnya. Beberapa TKW melihatnya berjalan terpincang langsung berlari menghampirinya dan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.

"Kakak kenapa?"

"Keseleo, Kak?" Beberapa langsung heboh memanggil rekannya. "Sri, ndang mreneo, cepet ke sini! Bawa balsem."

"Aku onok Tiger balm, sek. Biasanya dipake Oma."

Febe tersentuh dengan kehangatan dan perhatian dari para TKW. Beberapa memapahnya, yang lain sibuk menjadi tukang urut dadakan..

"Enggak apa-apa, Mbak. Ini udah baikan," balas Febe. "Makasih."

"Hari ini masaknya sambil duduk saja!" celetuk mbak Sri.

"Wes, ntar kalau suruh ngaduk-ngaduk biar saya, Kak." TKW lain menawarkan bantuan.

Tak mau menjadi pusat perhatian lebih lama, Febe segera memulai kelasnya. Seperti biasa, kelas riuh rendah dan bersemangat ditimpali oleh banyak lelucon dan guyonan dari para TKW. Bagi Febe para TKW ini murid-murid yang menyenangkan. Mereka menyimak dengan seksama, rajin mencatat dan tak jarang mengirim foto-foto hasil masakan mereka.

Tante Irma bergabung di pertengahan kelas. Hati Febe langsung gelisah melihat Tante Irma berdiri di pojok ruangan bercakap dengan Nuri yang sedari tadi gelisah. Ketika melirik, Febe melihat, Nuri menghapus air mata dan Tante Irma memeluknya. Pandangannya tiba-tiba bertemu dengan Tante Irma.

Awalnya Febe tersenyum hingga teringat kalimat David, "Mom's right." Waduh berarti Tante Irma tahu kalau David menyatakan perasaannya! Buru-buru Febe memalingkan kepala.

Mampus!

Kelas ditutup dengan makan bersama. Para TKW sibuk memamerkan mienya masing-masing.

"Wah iki ... Ma'amku pasti happy! Rasanya enggak kalah sama mie resto."

"Ah-boy, tiap hari minta makan mie. Nanti aku coba besok. Nur, sini!" Ayu memanggil Nuri yang berjalan mendekat dengan wajah muram dan mata sembab.

Febe merasa jerih lelahnya terbayar lunas melihat semangat dan binar kebanggaan di mata para muridnya.

"Mbak Ayu, ini gilingnya bisa lebih tipis lagi," komentar Febe. Dia mencicipi mangkuk lain, "Yang ini masih agak kurang kalis, sama minyaknya harus lebih rata jadi mie-nya ga lengket."

"Terima kasih ya Febe. Habis ini semua bisa jualan mie nanti kalau balik Indo," celetuk Tante Irma yang disambut sorakan amin dari para TKW .

Kerumunan mulai menipis beberapa TKW mulai membereskan barangnya dan bersiap untuk pulang.

"Kak Febe pulang sama siapa?" sapa Ayu.

"Eh ... –"

"Febe pulang sama saya." Tante Irma meletakkan tangan kanannya di bahu Febe membuat Febe sedikit belingsatan. "Tante bantu sini."

"Makasih, Tante. Sudah mendingan sih."

Dalam hati Febe berdoa semoga tidak ada pembicaraan soal David! Mati gue kalo tiba-tiba Tante Irma tanya!

Seolah mengerti kegelisahannya, dalam perjalanan pulang, Tante Irma berbicara mengenai rencana kelas-kelas TKW tahun depan, rencana pindah ke tempat yang lebih besar dan lebih dekat MRT sehingga bisa menjangkau lebih banyak TKW . 

PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang