Part 16

887 199 34
                                    

Febe pikir menjadi pihak yang memutuskan hubungan membuat dia bermetamorfosa bak Wonder Woman dengan baju anti peluru. Sayangnya tidak, dia tetap limbung, tetap menangis semalaman. Hari Sabtu seharian dia luntang lantung di supermarket dekat rumah. Berkali-kali ia harus mengingatkan dirinya sendiri. Tidak ada David.Tidak ada yang perlu dimasakin. Puluhan kali dia memeriksa ponselnya, setiap tahu ada message dari David, nihil.

Hari Minggu, dia memutuskan untuk pergi ke East Coast Park yang ramai dengan keluarga-keluarga. Pasangan bersepeda, anak-anak bermain pasir. Tapi juga ada beberapa orang mengenakan pakaian olah raga dan lari sendiri.

Febe duduk di bangku batu yang menghadap bibir pantai. Kenangannya dan Anissa yang jika galau suka duduk di paviliun beratap merah di pinggir danau depan sekolah mereka kembali terbayang. Kira-kira Anissa bakal bicara apa seandainya ia ada di sini? Menceramahinya bahwa seharusnya ia tidak sensitif itu?

"Lo cewek apa test pack sih? Sensi banget," salah satu ungkapan kesukaan Anissa.

Bibirnya tiba-tiba tersenyum. Ia kangen Anissa.

Anissa dalam otaknya tiba-tiba berubah menjadi Anissa yang menudingkan jari telunjuk di depan dirinya. "Lo salah! Lo ga takut karma hah? Lo mau kalo nanti lo kawin trus suami lo masih hubungan sama mantannya?"

Waktu itu ia pikir, kenapa harus takut? Kan suaminya miliknya secara sah! Sorry deh dia tidak mau dimasukkan kategori istri pencemburu yang suka memeriksa barang-barang suami.

Tapi itu dulu ... dulu sebelum dia bertemu Nancy. Sebelum dia tahu David punya mantan yang bak dewi kahyangan, sedangkan dirinya punya perut penuh lemak.

Dulu sebelum ... air matanya mengalir ketika satu kalimat muncul di hatinya. Sebelum dia jatuh cinta pada David.

Sh*t! What the heck! Bahasa Inggris Febe jelas sudah meningkat karena sekarang ia bisa memakai kata makian dalam percakapan sehari-hari.

Karma kah ini? Mungkin istri Chandra tahu tentang dirinya lalu berdoa kepada Tuhan supaya dia ditimpa karma! Supaya hubungan percintaannya kandas.

Benak Febe mulai aktif mengarang cerita, membayangkan istri Chandra mengelus perut hamilnya sambil berdoa berlinangan air mata. Doa orang tertindas konon manjur. Karma dibayar kontan tidak pakai lama.

Awal tahun ini Febe berharap dia bisa jatuh cinta pada David. Dan kini giliran hatinya sudah tertambat, malah dibanting pula. Febe memalingkan kepala berharap tak ada yang melihat air matanya.

Febe tiba-tiba tertawa menyadari betapa konyol pikirannya. Siapa yang mempedulikan dirinya yang duduk seorang diri? Semua orang di sekitarnya punya kesibukan sendiri. Dia harus mencari kegiatan untuk mengisi hari-harinya yang tanpa David. Ia bertekad menghubungi kelas bahasa Indonesianya meminta tambahan jam.

Dalam perjalanan pulang, Febe berpapasan seorang nenek tua dengan rambut putih dan tubuh ringkih membawa kardus-kardus. Ketika pertama kali datang, Febe sama sekali tidak menyangka di balik gemerlap Singapura ada banyak orang-orang tua yang menderita.

Orang-orang tua yang masih bekerja sebagai kasir di supermarket, tangan-tangan keriput yang membersihkan meja di hawker centre, nenek-nenek yang mengumpulkan kardus untuk dijual.

Sesuatu pikiran muncul mungkin kondisinya tak seburuk itu. Dia muda dan sehat. Mungkin ini waktunya Febe belajar mandiri, terbang lepas dengan sayap sendiri.

Di China, Febe bergantung dan sering bersembunyi di balik Anissa. Kini sudah hampir setahun di Singapura. Febe sudah mulai terbiasa dan tahu caranya menjalani hidup di negara ini, paham caranya mencari rute MRT, maupun rute bus. Sudah biasa dengan nada tinggi dari orang-orang lokal. Sudah tahu dimana berbelanja kecap bango dan bakso sapi.

PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang