Part 15

768 174 40
                                    

Melt Cafe - Mandarin Oriental

Hamparan meja berisi aneka hidangan buffet mulai dari salad, udang-udang besar, hingga potonga333n kue-kue cantik tak membuat Febe berselera makan. Dia hanya sepotong steak dan sedikit salad. Malam ini, Melt Cafe penuh dengan pengunjung, Febe dan David mendapat meja tak jauh dari pintu masuk. Keduanya duduk berhadapan menyantap makanan dalam diam.

Sejak Thanksgiving hubungan mereka berubah. David lebih pendiam. Febe pun menjaga jarak. Sepulang kerja, Febe berkilah ada banyak tugas yang harus dikerjakan di rumah. Jika biasanya David akan meminta untuk menjemputnya, kali ini David hanya membalas pesannya dengan kalimat-kalimat standar.

Take care.

Entah kenapa kalimat itu terasa seperti kalimat kosong bagi Febe. Di kamar, seringkali Febe duduk diam menatap tembok. Air matanya mengalir sendiri.

Jangan-jangan Amanda benar. David mau dengannya bukan dengan perempuan-perempuan cantik pintar di sekitarnya karena David mencari perempuan bodoh yang bisa dibohongi.

Kemarin malam David menghubunginya mengajaknya pergi makan. Febe sebenarnya malas, tetapi entah mengapa dia mengiyakan. Awalnya dia ingin memberondong David dengan aneka pertanyaan. Siapa Nancy? Kenapa kamu enggak pernah cerita? Kamu anggap aku ini apa?

Namun, ketika David menjemputnya, ketika David menyapanya dengan "Hey." Ketika garis-garis di ujung mata David naik ketika melihatnya. Susah payah, Febe menekan perasaannya. She missed him like crazy.

Febe tak menolak ketika David menggandeng tangannya masuk ke dalam restoran. Di dalam restoran, Febe baru melihat kantong mata David yang menggelap. Alih-alih bertanya, Febe melihat ke luar jendela, melihat beberapa pengunjung hotel yang lalu lalang di depan restoran. Bunyi sendok garpu lebih mendominasi suasana meja makan. David menutup dirinya dan Febe belum tahu bagaimana harus bertanya.

Tanpa selera, Febe memotong steaknya, mengunyah perlahan seraya menebar pandangan ke seantero ruangan. Dari sudut matanya, Febe melihat seorang wanita cantik berbalutkan little black dress berdiri di untuk memasuki restauran. Pelayan di depannya pun sibuk mencari bangku kosong.

"Nancy," desis David. Perempuan itu tiba-tiba melihat ke arah mereka dan senyumnya mengembang ketika melihat David.

"David, kebetulan sekali bertemu denganmu di sini. Apa kabar?" sapanya dengan ramah.

Seuntai kalung cantik menghiasi lehernya yang jenjang. Febe melihat ada sinar berkilauan dari jemari Nancy. Cincin berlian. Tidak hanya satu, tapi dua.

David bergegas berdiri, badannya maju seolah ingin memeluk Nancy tetapi sesuatu menghalanginya. Buru-buru, David menyodorkan tangannya.

Febe menelan ludah, tiba-tiba kehadirannya terasa seperti nyamuk yang tak diharapkan. David dan Nancy bertukar kabar, bahkan tanpa bertanya dulu kepada Febe, David memberikan kode kepada pelayan bahwa Nancy akan bergabung dengan mereka.

"Kamu baik sekali." Nancy duduk dengan anggun.

Wangi green tea perfume menyerbak. Wanginya segar dan tidak menusuk. Febe tersenyum masam. Dia teringat semua pujian Amanda, mau tak mau ia setuju. Sepintas Nancy mirip Audrey Hepburn, leher jenjang, tubuh langsing, dan suara tawa yang merdu. Tak hanya mata David yang tidak lepas dari Nancy, Febe pun terhipnotis mengikuti semua gerak-gerik Nancy.

"Hai, perkenalkan saya Nancy." Nancy memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangannya ke arah Febe. Febe menyambut uluran tangan Nancy. Biasanya jika dia pergi dengan David, sebelum orang bertanya siapa dia, David sudah mengenalkannya lebih dahulu.

PhiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang