Usai mengunjungi bagian personalia yang terletak di lantai lima, Jaeyun membawa tungkainya memasuki kafetaria yang terletak di lantai dasar. Kafetaria itu cukup luas, kemungkinan bisa menampung hingga dua ratus lebih karyawan dalam sekali duduk. Bernuansa skandinavian natural, dengan kursi dan meja yang disediakan hampir semua menggunakan kayu solid dengan warna light wood natural dan berdinding batu alam palimanan putih.
Kafetaria itu terlihat cantik dengan sinar mentari langsung yang masuk dari jendela kaca mati memenuhi sebagian dinding ke arah luar. Belum lagi, tanaman hias di setiap sudut yang menambahkan keelokannya. Puas memandangi kafetaria, Jaeyun kembali membawa kakinya ke ruang staff.
Ruang staff itu berada tepat di sebelah dapur. Ruangan itu bukanlah ruang yang begitu luas. Di dalamnya hanya terdapat sebuah meja kayu panjang yang berada di tengah-tengah, sebuah rak penyimpanan berukuran besar, deretan loker yang tertata rapih di sebelah ruang ganti, papan tulis putih yang berisi catatan dan tanggal, sebuah cermin kaki yang berada di sudut ruangan, dan juga sebuah meja kecil yang tampak kesepian di ujung ruangan dekat dengan jendela.
KSY, LSM, BSK, dan BJH itulah inisial yang tertulis di atas loker yang ada di sana. Hanya ada empat orang staff dapur untuk kafetaria yang begitu luas, dihitung dengan dirinya maka hanya ada lima. Tapi, masalahnya, ia hanya seorang ahli gizi yang sekadar membuat rancangan makan, mengkaji kebutuhan nutrisi harian, dan juga membantu membagikan porsi makan siang, bukan seseorang yang bisa membantu banyak di bagian masak memasak. Jujur saja, meski sudah ikut akademi memasak sekalipun, Jaeyun tidak terlalu pintar untuk urusan dapur. Dia hanya bisa memasak masakan sederhana berdasarkan resep yang tertulis.
Ruangan itu masih sepi. Masih belum ada siapapun di dalam selain dirinya. Ia lalu melirik pada jam dinding yang ada di dalam ruangan. Pukul delapan kurang lima. Masih ada sekitar setengah jam lebih sedikit sampai jam kerja dimulai. Ia mengedarkan pandangannya sekali lagi pada penjuru ruang. Mencari-cari meja kerja miliknya yang masih belum ia ketahui di mana letaknya.
Pandangannya kembali jatuh pada meja kecil yang merapat pada jendela. Ia terdiam sejenak memandangi meja itu. Di atas meja itu terdapat seperangkat komputer model lama dan juga sebuah kotak kardus berukuran sedang dengan beberapa dokumen yang tercecer. Sepasang alisnya terangkat tinggi. Tampaknya, meja itu yang akan menjadi meja kerjanya. Karena ia sama sekali tidak melihat ada meja kerja lain di ruangan ini.
Jaeyun kembali membawa langkahnya mendekati meja itu. Tangannya mengayun kecil, sesekali mengetuk meja kayu panjang yang dilaluinya. Senyuman terkulum di wajahnya saat ia sudah berdiri di depan meja kerja itu. Benar-benar berantakkan. Seolah-olah Ahli Gizi yang terakhir bekerja di sini kabur tanpa sempat membereskan barang-barang miliknya. Dokumen yang tercecer, kardus yang dibiarkan terbuka, mouse yang tergantung di meja, dan bahkan papan nama yang sedikit berdebu dibiarkan begitu saja di atas meja. Tidak terurus dan bahkan jauh dari kata layak untuk kebersihannya.
"Ah, seenggaknya, kamu udah punya pekerjaan sekarang," monolognya pelan diikuti dengan desah pasrah, "Daripada nggak punya pekerjaan sama sekali."
Ia menarik nafas dan mengembuskannya perlahan. Tangannya meraih papan nama berdebu itu. Hwang Minyoung, nama yang terukir di sana. Ia lalu langsung memasukkannya ke dalam kotak kardus yang berada di atas meja. Dia tidak tahu hal apa yang menimpa Ahli Gizi yang sebelumnya untuk memutuskan keluar, tapi semoga saja, pekerja sebelumnya berhenti bukan karena sesuatu yang ditakutkannya. Dia hanya berharap, dirinya bisa bertahan. Tidak. Dia harus bertahan.
Sepasang alisnya terangkat. Matanya kini berubah menjadi penuh binar dengan instan saat ia menangkap sebuah jas lab putih yang terlihat masih baru tergantung di sebuah gantungan baju berdiri yang terbuat dari kayu. Ia tidak menyangka, akhirnya ia bisa menggunakan jas lab putih seperti ini di tempat kerja. Selama bekerja di sekolah dasar, dirinya hanya membagikan porsi makan siang untuk anak-anak dengan menggunakan apron saja. Sesuatu yang sungguh tidak pernah terpikirkan olehnya bisa memakai jas lab seperti ini. Memakai jas lab benar-benar menjadi kebanggaan tersendiri untuknya. Karena ia bisa benar-benar menunjukkan profesinya sebagai seorang Ahli Gizi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Bloom [SungJake]
FanficShim Jaeyun hanyalah seorang Omega resesif yang membenci hidupnya. Dia Omega, tapi dia cacat. Dia Omega, namun baginya tidak ada keindahan apapun pada dirinya. Dan saat ia sudah memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri, dirinya justru ditolong oleh se...