Takdir mempertemukan seorang mahasiswa berandal sekaligus CEO muda nan obsesif pemilik nama Sharon Darendra (21 tahun) dengan seorang dokter cantik bercadar bernama Aisha Rania Syathir Alvaro (25 tahun).
Awalnya, Sharon kembali dari Singapore ke Ja...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bagaimana, Bos? Sudah bertemu dengan Zidan?"
Itu pertanyaan pertama yang Sharon dengar begitu membuka pintu apartemennya. Ada Naresh yang berdiri tepat di hadapannya sekarang.
Tidak ada jawaban. Sharon langsung menyelonong masuk seraya meremas T-shirt putih Calvin Klein-nya. Menyembunyikan rasa sakit, sedangkan jaket kulit hitam itu ia sampirkan di lengan kirinya.
"Bos? Are you okay?" cicit Naresh khawatir seraya melangkah cepat mengikuti bosnya itu menuju kamar utama.
Baru saja ia ingin melangkah masuk ke dalam kamar, daun pintu putih itu langsung ditutup cepat oleh Sharon.
Hampir saja hidung mancung Naresh menubruk daun pintu. Naresh mengelus dadanya. "Astaghfirullah ... Bos kenapa?" serunya tidak tenang.
"Bos? Bos kenapa? Apa Zidan berulah? Atau ... malam ini Bos juga tidak bisa menemui Zidan, seperti malam-malam sebelumnya? Zidan masih di Singapore, 'kan, Bos?" berondong Naresh tidak menyerah.
"Naresh, aku mau tidur! Jangan kamu ganggu dulu, oke? Pastikan besok subuh aku bisa segera flight ke Jakarta! Oh, jangan lupa pesan makanan untuk sahur nanti. Aku mau puasa sunnah Rajab."
Mendengar itu, Naresh menarik kedua sudut birainya. Tersenyum senang.
"Oke, Bos. Selamat beristirahat. Penerbangan ke Jakarta besok sudah beres, Bos. Semua aman. Saya permisi ke dapur kalau begitu. Biar saya yang masak untuk sahur Bos. Nanti tinggal kita masukkan microwave saat sahur," ucap Naresh kemudian.
"Okay, thanks," sahut Sharon.
Hanya itu yang Naresh dengar sebelum ia beranjak pergi menuju dapur.
***
Di dalam kamar luasnya itu, Sharon terus merintih kesakitan. "Semoga aman untuk berpuasa besok, Ya Allah," lirihnya di sela rintihan.
"Pasti karena workout dan aku pun banyak bergerak saat tadi bersama Zidan," monolognya lagi.
Ia segera meraih air mineral di dalam gelas putih panjang transparan di atas nakas sisi ranjang lalu meneguknya perlahan. Kemudian ia pun meminum satu per satu tablet obat anti nyeri luka operasi usus buntunya satu minggu lalu, dan segera menghabiskan air mineral di dalam gelas tersebut.
"Oke ... salat isya tadi udah. Sekarang lebih baik aku tidur biar segar ketika bangun sahur," monolog CEO berandal itu kemudian.
Membuka kaos kakinya dan melempar dengan malas ke dalam keranjang baju kotor di dalam ruang transisi kamar mandi, Sharon pun membersihkan diri sebelum kembali ke ranjang.
Namun, baru saja ia menarik selimut tebal broken white-nya itu, pintu kamar kembali diketuk dari luar.
"Iya, Naresh?! Kenapa lagi? Sudah aku bilang ... aku mau tidur!" teriaknya.