Chapter 9 | Rencana Lamaran

186 13 2
                                    

Tak banyak kata yang mampu terungkap selain hati yang 'kan terus berucap, "Terima kasih untuk senyuman indah matamu."

—Sharon Darendra—

.

.

.

Gadis bercadar putih itu menyeret langkah lelahnya kala memasuki kediaman empat lantai orang tuanya itu. Suasana tampak sepi. Ia tidak mendengar suara siapa pun selain suara klakson mobil yang tiba-tiba saja memendar di belakangnya.

Ia menoleh dengan cergas dan sudah terbelalak kala melihat seorang lelaki jangkung berkulit putih bersih keluar dari Porsche hitam kesayangannya itu dengan terburu-buru.

"Bang Adam?" gumamnya dengan kening mengerut.

Presensi sang kakak kembar, Adam Rafif Syathir Alvaro, membuat benak Aisha dipenuhi tanda tanya besar.

"Assalamu'alaikum," sapa Aisha ketika Adam sudah menapaki beranda dan tiba di hadapannya.

"Wa'alaikumsalam, Dek," sahut Adam tidak bersemangat, bahkan tidak mau menatap Aisha sedikit pun.

Hal itu tak ayal membuat Aisha kepalang penasaran. "Lho, Abang nggak ngajar? Eh, biasanya pulang dari kampus langsung ke kantor, 'kan?" Aisha tak mampu menahan rasa ingin tahunya.

Terlebih kala menyadari diamnya sang kakak yang tidak, seperti biasanya.

"Bang? Are you okay?" seru Aisha lagi.

Gadis itu berjalan tergopoh-gopoh mengekori Adam di depannya. Hingga akhirnya mereka tiba di ruang keluarga.

"Daddy dan Mommy ke mana, ya?" Akhirnya, Adam bersuara.

Namun, lelaki itu tampak tidak tenang sedikit pun. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan luas itu dan mengembuskan napas panjang.

"Dek, Kakak harus bertemu dengan Daddy. Sekarang," ucap Adam seraya mengusap wajah gusar.

Aisha sukses memicing ke arah kakak kembarnya itu. "Ada apa, sih, Kak? Yakin nggak mau cerita sama aku?" Aisha sudah memanyunkan birai mungil di balik cadarnya tersebut.

Helaan napas berat kembali memendar dari sang kakak. "Shireen ...."

"Huh? Ada apa dengan Shireen? Bukannya semalam Kakak ketemu Shireen ketika menjenguk istri Tuan muda Shaka, 'kan?" timpal Aisha cepat.

Adam tersenyum masam kemudian. "Dek, Shireen membatalkan rencana pertunangan kami. Acara temu keluarga nanti malam pun sudah jelas batal. Abang nggak tahu harus mengatakan apa pada Daddy, sedangkan Tuan Rama dan istrinya akan landing nanti sore di Jakarta. Abang ... sebenarnya bingung harus bagaimana.".

Adam mendesah frustrasi dan berakhir menghela napas beratnya. Lagi.

Aisha mencelos, ia mendadak tidak tega mendengar kenyataan tersebut. "Jangan bilang kalau Abang udah punya perasaan sama Shireen? Iya?"

Adam malah menggelengkan kepalanya. "Nggak, Dek. Abang belum punya perasaan apa-apa pada Shireen. Kamu harusnya tahu kalau Abang nggak terlalu suka memikirkan perasaan yang belum halal. Umm ... maksud Abang, udah cukup Abang kecewa karena cinta pertama Abang yang bertepuk sebelah tangan. Kamu udah tahu kalau Shafa akhirnya akan menikah dengan Pak Haekal. Ah, udahlah ... yang Abang pikirkan sekarang itu murni tentang kehormatan dan nama baik dua keluarga jika rencana peruntungan ini batal, yaitu keluarga Alvaro dan Darendra," ungkap Adam panjang lebar.

Sejenak, Aisha terpaku. Ia mulai memikirkan dan menimbang semua kemungkinan yang akan terjadi sampai akhirnya dengan mantap ia berkata, "Bang ... Abang nggak perlu takut. Biar aku yang menggantikan acara nanti malam. Keluarga kita nggak akan malu."

Adam terlonjak bukan main. Ia mengerjap tidak percaya. "Maksud kamu apa, Dek? Keluarga Darendra akan tiba nanti malam di sini dan kamu mau menggantikan Abang bagaimana?" tanyanya tidak mengerti.

Adam masih diliputi rasa gusar sampai-sampai tidak bisa lepas tangan begitu saja dari perjodohan yang sudah terencana dari jauh hari bersama Shireen.

"Begini, Bang. Daddy ingin keluarga Alvaro dan Darendra bersatu dan berbesanan, bukan?"

"Ya, itu benar," sahut Adam cergas.

Aisha pun menarik kedua sudut birainya meski sang kakak tidak bisa melihat senyumannya manisnya itu sekarang.

"Jadi, keluarga Alvaro akan tetap berbesanan dengan keluarga Darendra," cetus Aisha lagi.

Melihat sang kakak kembar semakin memicing penasaran ke arahnya, alhasil Aisha pun mengungkapkan semuanya.

"Begini, Kak ...."

Aisha celingukan. Memastikan jika semuanya aman terkendali. Tidak akan ada yang menguping pembicaraannya dengan sang kakak.

Rentetan kalimat Aisha selanjutnya sudah membuat Adam terperangah. Tidak menduga jika nama Sharon Darendra tercetus dari bibir adik kembarnya.

***

"Ahlan wa sahlan ...." Yusuf begitu senang melihat kedatangan relasi bisnis terdekatnya. Rama Darendra.

"Masyaallah ... Yusuf. Kamu bertambah tampan saja. Pasti putramu tidak kalah tampan," puji Rama hingga tergelak kecil sekarang.

"Lha, kamu memuji saya atau memuji diri sendiri, hm? Nyatanya, kamu yang paling tampan," balas Yusuf kemudian seraya merangkul sahabatnya itu.

"Ya ampun, Pi. Ingat tujuan utama kita datang ke sini. Ah, mana Nak Adam, calon menantu kami, Tuan Yusuf?" Shela Raheelya ikut menyeletuk dan menepuk lengan gagah suaminya.

"Ah, Mami benar. Yusuf, mana putramu? Kami sudah tidak sabar." Rama terkekeh.

"Tidak sabar apanya? Ayo duduk dulu. Adam sedang di atas. Sebentar lagi dia akan segera turun. Ditunggu saja, ya." Yusuf segera mempersilakan tamu istimewanya agar duduk di sofa mewah berwarna salak brown tersebut.

Rama menggandeng tangan istri tercintanya dan berjalan menuju sofa panjang itu lantas mendaratkan tubuh lelah keduanya.

"Tunggu, kenapa kalian cuma datang berdua ke sini. Calon menantu kami mana?" Yusuf pun berakhir celingukan mencari keberadaan calon istri Adam. Setidaknya, itu yang ia pikirkan sekarang.

"Shireen katanya akan datang bersama kakaknya, Shahreel." Rama mengulas senyuman bersahaja.

"Oh, begitu. Baiklah, sambil menunggu Adam dan Shireen ... silakan diminum dulu ala kadarnya, ya," seru Yusuf lagi. Ramah.

"Terima kasih, Yusuf."

"Sama-sama, Rama. Ah, Silakan Shela," balas Yusuf. "Oh, Alana sedang menyiapkan makan malam di belakang. Ditunggu, ya," sambungnya.

Rama dan Shela kompak tersenyum. Baru saja ia menyesap jus jeruk yang dikatakan Yusuf ala kadarnya, suara bariton yang baru saja memendar membuat jus itu tersembur dari mulutnya.

"Apa? Shireen tidak jadi ikut kamu, Shahreel?!" Rama tersentak hingga menjadi pusat perhatian saat ini.

"Sharon, Pi. Bukan Shahreel." Lelaki tampan yang baru muncul di kediaman Alvaro itu langsung menyergah kalimat ayahnya.

To be continued ....


Kontrak Hati CEO Berandal | ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang