Chapter 7

296 67 9
                                    

Safira menceritakan  kejadian perkara yang terjadi di rumahnya sesuai yang ia ketahui-- saat polisi mengintrogasinya. Tidak lupa ia menceritakan kejadian saat menemukan surat, bangkai tikus dengan darah berceceran di balkon, serta cermin kamar mandi yang dicoret dengan noda lipstick.

Tidak lupa ia juga menceritakan bahwa sebelum kejadian ini terjadi, Namira dan Sabiru datang menemuinya meskipun tidak datang secara bersamaan. Motif mereka mereka menemuinya sama, menginginkan rumah warisan ibu mertuanya menjadi milik mereka. Dan Safira harus hengkang.

Polisi segera mengecek tempat yang Safira ceritakan, tapi nihil, bangkai tikus sudah nggak ada, dan coretan lipstick yang ada di kamar mandi pun sudah hilang. Bahkan isi surat yang Safira temukan di bawah pintu menuju balkon tulisannya sudah hilang, padahal Safira menyimpannya dalam saku bajunya. Gila! Ini benar-benar tidak masuk akal. Yang lebih gila lagi, hasil rekaman dari CCTV sudah terhapus. 

Untunglah Safira tidak dijadikan tersangka atas pembunuhan yang terjadi pada Bu Kursiti. Karena saat Bu Kursiti sedang meregang nyawa, ia baru turun dari tangga. Sebelumnya, ia tidak berada di dapur, tapi berada di lantai atas.

Sabiru dan Namira menolak keras, kalau ia terlibat dalam pembunuhan Bu Kursiti dan meneror Namira.

"Saya sudah menganggap Bu Kursiti seperti orang tua saya sendiri. Dia sudah bekerja lama sekali pada ibu saya, mungkin dari sejak saya kecil, dia sangat menyayangi saya. Jadi, mana mungkin saya menyakitinya," terang Sabiru saat ditanya oleh Pak Narendra dari bagian reserse kepolisian

"Apa benar, jika anda menginginkan rumah ini seperti yang dikatakan oleh Nyonya Safira?" tanya Pak Narenda.

"Memang benar, Pak. Tetapi saya berniat menukarnya dengan rumah yang ada di Permata Indah. Saya menginginkan rumah ini, semata-mata karena memiliki banyak kenangan dengan orang tua saya. Tidak ada niat saya untuk menyakiti mantan istri saya. Kami juga berbicara baik-baik tidak ada pertengkaran." Sabiru menjawabnya dengan tenang.

"Bukan untuk diberikan pada wanita yang ada di samping Anda, Pak Sabiru-- yang akan dijadikan sebagai mahar pernikahan Anda untuk Nona Namira." 

Pertanyaan yang diajukan oleh Pak Narendra kali ini membuat Sabiru tegang, tapi itu hanya berlangsung sesaat. Sedangkan Namira terlihat gelisah.

"Saya juga tidak datang kerumah ini, Pak. Safira pasti mengarang cerita." Namira menyangkalnya.

Pak Narendra menatap wanita cantik yang duduk di dekat Sabiru. Meskipun ia sedikit risih, karena pakaian yang digunakannya kurang bahan. Ia pun mencatat poin-poin yang dijelaskan oleh orang-orang yang berada di rumah ini.  Mencatatnya dalam buku kecil.

Jika masalahnya hanya karena rumah, maka yang kemungkinan terlibat adalah Sabiru dan kekasihnya. Tetapi untuk membuktikan Namira datang ke rumah ini, ia harus melihat CCTV dari rumah tetangga yang ada di depannya. Atau bisa melihat CCTV yang terpasang di perumahan. Itu pun jika tidak ada yang menyabotasenya.

Safira geram dengan penyangkalan Namira. Mungkin gadis itu merasa aman karena yang menjadi saksi kedatangannya, yakni Bu Kursiti telah meninggal. Sedangkan rekaman CCTV yang bisa dijadikan alat bukti sudah terhapus. Namira patut dicurigai, jika ia terlibat. Namun, siapa orang yang mengirimkan surat, bangkai tikus, serta orang yang sudah bikin coretan di cermin yang tergantung di kamar mandi. Orang itu, pasti masih berada di rumahnya sekarang. Sehingga bukti-bukti bisa dilenyapkan dengan mudah.

Untuk sementara tuduhan pembunuhan mengarah pada Mirna, karena dia lah yang saat itu membelah buah semangka, lalu menyimpannya di atas meja dapur. Gadis yang masih berusia delapan belas tahun itu menangis. Kalau waktu bisa diputar ulang, ia tidak ingin membelah semangka, karena dalam kulit buah yang di makan Bu Kursiti hanya meninggalkan jejak sidik jarinya. 

Kejahatan terencana, bagi setiap para pelaku kejahatan merasa sudah sempurna. Padahal, alat pelacak kejahatan saat ini sudah semakin canggih. Di kembangkan oleh beberapa negara. Makanya, untuk kasus kriminal, pelaku dalam hitungan jam atau dalam hitungan hari bisa terlacak. Tetapi, untuk sebuah konspirasi besar memang membutuhkan waktu, karena akan ada pihak-pihak yang menghalangi.

Tim kepolisian masih menunggu hasil visum dari dokter rumah sakit tempat mayat Bu Kursiti di teliti oleh tim forensik. Untuk mengetahui racun jenis apa yang ada dalam buah semangka-- yang menyebar di tubuh Bu Kursiti, hingga sampai meregang nyawa.

Sekali lagi, Pak Narendra, dibantu oleh timnya dari INAFIS, mereka kembali memeriksa balkon yang terhubung dengan kamar Safira. Menurut cerita dari Pak Dani, di balkon memang ada jejak kaki lain, selain Safira. Anyir darah tikus juga masih tercium, meskipun sudah dibersihkan. Ternyata kejahatan tidak ada sempurna, meskipun dilakukan secara terencana, tetap akan ada jejak yang bisa dilacak. Hanya butuh penyelidikan mendalam. Dan menetapkan dalang di balik pembunuhan ini.

Untuk sementara waktu, petugas dari kepolisian meminta rumah mewah itu di kosongkan. Demi kelancaran penyelidikan. Sabiru dan Namira belum aman karena bisa dipastikan mereka terlibat.

"Fira, kenapa kamu tidak cerita kalau ada yang mengancam kamu?" tanya Sadewa. Dia terlihat begitu cemas.

"Saya pikir kejadiannya hanya biasa, Mas. Hanya mengancam saya saja, tidak akan melibatkan Bu Kursiti."

"Malam ini dan seterusnya, kamu tinggal di apartemen saya. Tempat ini tidak aman untuk kamu."

Mata Safira melepar. Jelas saja ia tidak setuju tinggal di tempat laki-laki. Apa pendapat orang lain tentangnya?

"Di sana ada Lita, adik saya. Dia juga pemegang sabuk hitam Taekwondo, dan punya beberapa keahlian bela diri lainnya. Jadi, saya merasa aman jika kamu bersamanya, saat saya tidak berada di sana."

"Saya bisa jaga diri, Mas Dewa." Safira merasa mampu untuk menjaga dirinya. Setelah mengalami usia penculikan fi usia delapan tahun, ayahnya mendatangkan guru bela diri di rumah. Bahkan ia pernah diikutkan belajar menembak di PERBAKIN.

"Ini semua demi kemanan janin yang ada di dalam perut kamu, Safira. Setangguh apapun kamu, tetapi jika sedang hamil, kamu nggak setangkas saat belum hamil," bisik Sadewa.

Mata Safira membulat sempurna selain dirinya dan Siwi, kenapa Mas Sadewa banyak mengetahui tentangnya?

Karena malas berdebat, Safira pun akhirnya menyetujui permintaan Sadewa. Datang ke rumah Siwi, malah melibatkan gadis itu ke dalam bahaya besar. Safira juga merasa ia akan mudah ditemukan jika bersembunyi. Imajinasinya mulai liar, karena kebanyakan menonton film detektif, ia menduga-duga kejadian yang akan terjadi ke depannya. Bisa jadi kepergiannya akan terlacak. Privasi manusia saat ini tidak aman akibat kemajuan teknologi.

Semoga polisi bisa segera menemukan pelakunya dengan cepat. Itu yang menjadi harapan Safira sekarang. Agar hidupnya bisa kembali tenang, sehingga ia bisa merencanakan hidupnya dengan baik setelah perpisahan ini. []



Takdir Cinta Safira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang