[ 𝐜𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐱𝐢𝐯 ] 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐤𝐬𝐚 𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚

60 15 12
                                    

Sejak kapan seorang Nirbita Hayila Akara suka hujan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kapan seorang Nirbita Hayila Akara suka hujan?

Sederet pertanyaan rimpang dengan esensi serupa, terus tumbuh rumpang, menjalar liar bagai akar bercabang. Menggaung, tumpang tindih, sukar dijabar nalar.

Sejatinya, intuisi tidak mampu berdusta sekeras apapun penyangkalan alam bawah sadar-setidaknya itu yang Lingga percaya meski tidak ada jaminan hal tersebut adalah benar dan fakta.

Untuk beberapa alasan logis bersumber hipotesis, Lingga berhasil menemukan ada begitu banyak hal ganjil ketika memperhatikan gerak-gerik Hayila yang berubah janggal.

Dia mendadak banyak bicara (melebihi kapasitas biasa yang dominan menanggapi sesuatu dengan tidak secara berlebihan kecuali ketika histrionik bahas pasal kesukaan), menolak tawaran berbagi payung sama, dan lebih memilih menerobos hujan tanpa naung apa-apa.

Membiarkan tubuhnya basah bersama daksa berderap pelan sedang kepala beberapa kali kedapatan mendongak, menatap guram cakrawala tanpa berkedip-seakan sengaja mengulur waktu karena sesuatu yang entah apa itu.

Dan semakin Lingga memperhatikan lekat-lekat, dia tidak bisa menerka alasan akurat di balik sikap aneh yang Hayila tunjukkan hari ini-selain kebingungan menggerayangi benak yang dipenuhi hilirisasi acak.

Di mata Lingga, Hayila ibarat sekumpulan rumus cos sulit untuk ditebak sejauh simbiosis terpijak. Terkadang, Lingga merasa Hayila berada pada semesta pararel yang tiada sanggup Lingga masuki karena terlalu pelik untuk ditelusuri.

"Jangan batu!"

Dari belakang, Lingga pada akhirnya ambil satu langkah besar untuk menghadang. Tanpa interupsi, menarik pinggang berbalut kain lembab dalam rangkulan untuk segera berada dalam radius tak seberapa.

Lama-lama, tidak tahan juga dengan sikap gasal Hayila yang sialnya lagi tidak mampu Lingga pahami dengan sebaik-baiknya-mungkin juga laki-laki di luar sana sama, perempuan adalah makhluk penuh kompleksitas untuk ditafsir logika manusia biasa. Lebih-lebih, perempuan penuh suatu hal tak terduga, konsonan benar saja bisa dia anggap keliru.

"Ternyata hujan dingin banget, ya?" Indikasi konversasi klasik.

Lebih dari itu, ketika Lingga menatap wajah tak jauh lebih baik dari ruang tes tadi, dia menemukan satu kejanggalan lain.

Hayila habis menangis?

Atau, hanya sekadar efek rembesan air hujan menetes deras?

Sejauh ini, Lingga tidak tahu pasti. Namun, kedua netra gadis kesayangan bulan lima tampak kentara memerah mau dilihat dari sudut pandang mana dengan segaris kantung di bawah pelupuk. Sembab sekali nampaknya.

Tak ingin berlarut-larut terlalu dalam angan carut-marut. Lingga membawa Hayila ke dalam dekap mantel tebal yang dipakai. Berbagi kehangatan dalam kain sama. Tidak pula peduli, pada sekian pasang mata yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka-adegan klise.

[√] enigma; kim leehan boynextdoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang