Pelaksanaan ujian telah usai, bersama lembar perolehan nilai turut keluar. Kalingga dinyatakan lulus tes (dan hanya perlu menunggu tiga bulan ke depan untuk bisa menjadi mahasiswa baru di universitas).
Ada banyak opsi fakultas yang bisa dia ambil dengan perolehan numeris pada kertas. Seharusnya, Lingga merasa puas, gelar juara pararel kembali disabetnya dengan mulus.
Banyak pula angka seratus terlukis di sana-mendekati sempurna, kecuali tabel pojok kanan paling bawah, hanya diisi angka delapan puluh lebih sekian, pelajaran kimia. Layak noda tercela di antara meriah sekumpulan gradasi warna, satu cacat yang berhasil mencemari karya empunya seni estetika.
𝘒𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘯𝘪𝘭𝘢 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘵𝘪𝘬, 𝘳𝘶𝘴𝘢𝘬 𝘴𝘶𝘴𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢.
Posisi Lingga memang tidak tergeser. Kabar buruknya, akumulasi nilai yang didapat memiliki perbedaan tipis dengan rival yang berada tepat di bawah. Hanya satu poin, dan tempat itu diisi oleh si murid baru. Kabar fenomenal yang berhasil menggemparkan seantero sekolah.
Bagaimana bisa?
Dan tentu, mengetahui hal itu Adena murka sejadi-jadinya. Lalu akan berkali-kali lipat lebih merepotkan dari biasanya setelah mengonsumsi obat-obatan dibanding alkohol, seperti saat ini contohnya. Dia mirip orang kesetanan nihil kewarasan-sejak awal dia memang sudah gila sebenarnya.
Adena memukul bokong semua pelayan yang diperintahkan untuk tiarap menghadap lantai, sedang kepala menjadi tumpuan dan tubuh bagian bawah terangkat lebih tinggi.
Menghasilkan suara hentak berdebam. Erangan kesakitan penuh pasrah itu kembali terdengar, mengema panjang pada setiap lorong-lorong rumah tak kepalang megah yang temaram.
Lagi-lagi, Lingga menyaksikan ketidakberdayaan mereka tanpa bisa berbuat apa-apa, selain bergelut sekuat tenaga. Meronta, berusaha mati-matian melepaskan diri dari belenggu dua pria besar samping kiri dan kanan raga untuk menghentikan tindakan brutal Mama.
Lingga sudah tidak tahan. Para pelayanan itu bahkan tidak bersalah, mereka tidak tahu apa-apa. Tetapi, Adena malah tertawa ketika Lingga memohon minta dia untuk berhenti sekarang juga.
"Kenapa?" Seraya mencengkram dagu Lingga ke bawah untuk sejajar dengan tinggi badannya. "Kamu yang membuat para jongos itu tersiksa, Kalingga. Untuk apa meminta Mama untuk mengampuni mereka, sementara kamu malah mengecewakan Mama, ha? Itu tidak adil." Kemudian, menjambak rambut Lingga. Tidak tanggung-tanggung, banyak helai terlepas pada genggaman dan si pemilik hanya bisa memejamkan mata, menahan ngilu bercampur perit pada kulit kepala. Luka di area sana baru juga mengering sebagian.
"Mama bilang, kamu harus bisa tembus fakultas kedokteran, tetapi apa? Kamu malah membuat Mama kecewa." Hanya butuh sekitar hitungan detik, air mata jatuh dari pelupuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] enigma; kim leehan boynextdoor
Fanfic╰𝖽𝗂 𝖻𝖺𝗀𝗂𝖺𝗇 𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀-𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀 𝗉𝖺𝗅𝗂𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗂𝗌𝗈𝗅𝖺𝗌𝗂 𝖽𝖺𝗅𝖺𝗆 𝗄𝖾𝗉𝖺𝗅𝖺, 𝖺𝖽𝖺 𝖽𝗎𝗇𝗂𝖺 𝗌𝖾𝗆𝗉𝗎𝗋𝗇𝖺, 𝗍𝖾𝗋𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗇𝗒𝗂 𝖽𝗂 𝖺𝗇𝗍𝖺𝗋𝖺 𝗄𝖾𝗋𝗎𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗈𝗍𝖺𝗄 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗋𝗈𝗇𝗍𝖺𝗄...