[ 𝐜𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝐱𝐯𝐢𝐢 ] 𝐬𝐨𝐫𝐚𝐤-𝐬𝐨𝐫𝐚𝐢 𝐭𝐞𝐫𝐤𝐮𝐭𝐮𝐤

48 13 10
                                    

"Kenapa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kenapa?"

Uji kompetensi pelajaran pertama sudah rampung, ada jeda sekitar lima belas menit untuk kembali menyambung. Menyadari tingkah Hayila akhir-akhir ini terasa sangat aneh, Lingga menegur.

Impulsif tepuk pundak Hayila, yang diluar dugaan, gadis itu bereaksi sedemikian berlebihan-seperti disengat aliran listrik bertegangan ribuan volt sampai menyentap tangannya kasar.

Dadanya naik turun tak karuan, seperti kesulitan meraup oksigen. Pula, kedua mata yang kentara was-was penuh antisipasi.

Apa kaget bisa sampai separah ini?

Sejak hari itu, Lingga terus menangkap keganjilan-keganjilan lain-tanpa si turani sadari atau tidak-dan jujur itu cukup janggal, mengganjal.

Baru kali ini, Lingga melihat Hayila sering menggerai rambut dan menggunakan syal bahkan di hari terik. Biasanya, dia akan mengikat atau sekadar menambah aksen jepit.

Untuk beberapa alasan masuk akal, Lingga peka akan ketidakwajaran tersebut.

Seperti bukan Hayila yang biasanya.

Sesuatu tidak terjadi kepadanya, kan?

"Memang aku kenapa?" Lagi, balik umpan pertanyaan. Jawaban sama terlontar, yang jelas tidak menuntaskan apa-apa selain meninggal jejak tanda tanya besar lain, menjalar bagai tanaman rambat, terus mengakar pada lorong-lorong nalar. Jujur, Lingga benaran kesulitan membaca tindakan Hayila yang memang penuh teka-teki-enigma.

"Kamu aneh."

Alih-alih, Hayila tertawa hampa-jelas kedengaran dipaksa-dan balik menatap Lingga yang bingung riaknya. "Jangan terlalu perhatian." Terdengar seperti menyirat makna lain. Lingga yakin.

"Kamu tidak berhak mengatur-ngatur." dijawab oleh si pemuda sedikit sewot.

Dan percakapan itu terputus begitu saja, sebab Hayila memilih menjauhkan bangku beberapa jengkal dari Lingga, mencipta ruang cukup renggang.

Mungkin kesal? Tidak tahu. Lingga juga tak terlalu menghiraukan, dalam pikirnya, bisa jadi ini adalah hari pertama, maka dari itu Hayila jadi agak sensitif.

Lagi-lagi, Lingga mengabaikan poin krusial.

─── ・ 。゚★: ◔.✦ .◓ :★ 。゚・ ───

Detak dan detik berkejaran, memburu bersama dentang imajiner waktu. Daksa berlari tergesa, napas menggebu-gebu, sedang jantung seperti genderang yang ditabuh bertalu-talu. Menimbulkan sensasi sesak dan sakit.

Naas, entah mengapa, pada momentum krisis ini, pergerakan daksa malah terasa semakin melambat dan berat, persis ketika didatangi mimpi buruk dan sekujur tubuh alami lumpuh. Seperti terjerat, kontras dengan dada yang terus berdegup hebat.

Merasa jarak tempat yang dia tuju (keramaian) mendadak terasa berkali-kali lipat lebih jauh, terlampau untuk dia jangkau atau rengkuh. Sampai, kuras seluruh energi dalam diri, padahal ini masih terlalu pagi untuk berserapah dan memaki.

[√] enigma; kim leehan boynextdoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang