Pukul dua belas, teng! Kalingga kepayahan pusatkan konsentrasi sekadar fokus simak alat perekam yang mengalun, memecah sulur hening malam-diperuntukkan khusus bagi penyandang disleksia sepertinya.
Suara pemateri yang menerangkan pelajaran statistika seperti dengung kawanan nyamuk, tiada dihiraukan otak. Sebatas masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Semakin menambah beban kinerja anatomi.
Taruna libra sukar bangun fokus dari serangkaian peristiwa yang terjadi hari ini. Masih terngiang jelas bagaimana wajah pasrah dan rintih kesakitan para pelayan yang Mama perlakuan lebih rendah dari hewan.
Bagaimana keadaan mereka sekarang? Lebih-lebih, Pak Cleve yang mendapat banyak pukulan pada punggung sampai cairan merah merembes dari balik kemeja putihnya.
Terlalu kelu mengucap maaf, jadi Lingga hanya berharap, mereka baik-baik saja dan mendapat kompensasi sepadan atas kekerasan yang sudah Mama lakukan.
Andai tidak diberi hak layak, Lingga yang akan bertanggung jawab. Uang bulanan dan tabungan lebih dari cukup. Minus, Lingga tidak bisa membayar lunas kerugian dalam pemulihan psikis mereka karena ulah gila Adena.
Lebih dari itu, sekarang Lingga tidak bisa kemana-mana, terpenjara dalam kamar-- ponsel, laptop, dan semua alat komunikasi Adena sita.
Mirip seperti nasib 𝘰𝘨𝘨𝘦𝘳 buruk rupa bernama Viona, yang selama hidupnya terasing, di kurung dalam kastil mengerikan ditengah-tengah gunung berapi yang dijaga oleh naga-sebab sama-sama terlahir bersama sebuah kutukan hina dan kedua orangtuanya tak bisa menerima.
Kendati, segala bentuk ciuman tidak akan pernah bisa mematahkan mantra seperti cerita Viona yang berakhir jatuh cinta dan hidup bahagia. Karena, kelahiran Lingga adalah kutukan itu sendiri.
Semula, raga ingin rehat sebentar, tenangkan pikiran yang sedang carut-marut, semberawut tak karu-karuan untuk sedikit lebih rileks sampai suara ketukan pada kaca jendela buatnya tertegun.
Lingga menggeleng. Berusaha menganggap distraksi yang hinggap sekadar imajinasi karena kelewat frustrasi.
Namun, detik selanjutnya bunyi mengganggu itu semakin terdengar anarkis, diselingi teriakan-tidak terlalu nyaring, tetapi cukup buat Lingga tersadar, itu bukan fatamorgana (seperti sebelum-sebelumnya) tetapi nyata.
"Nirleka buka! Ini aku, Akara!"
Mendengar suara familiar memanggil nama, daksa segera berderap mendekat ke ambang jendela.
Terkejut, melihat presensi Hayila tersenyum kearahnya, angkat satu plastik putih ukuran besar yang entah apa isi di udara melalui tangga besi-tunggu, darimana dia mendapat benda itu?
Lingga sampai harus berulangkali mengucek dan mengedipkan mata, memastikan jika dia tidak salah lihat karena pengaruh stress berat, atau efek delusi mendekati tengah malam yang sering membuat orang melantur-terbawa arus antara dunia mimpi dan situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] enigma; kim leehan boynextdoor
Fanfic╰𝖽𝗂 𝖻𝖺𝗀𝗂𝖺𝗇 𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀-𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀 𝗉𝖺𝗅𝗂𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗂𝗌𝗈𝗅𝖺𝗌𝗂 𝖽𝖺𝗅𝖺𝗆 𝗄𝖾𝗉𝖺𝗅𝖺, 𝖺𝖽𝖺 𝖽𝗎𝗇𝗂𝖺 𝗌𝖾𝗆𝗉𝗎𝗋𝗇𝖺, 𝗍𝖾𝗋𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗇𝗒𝗂 𝖽𝗂 𝖺𝗇𝗍𝖺𝗋𝖺 𝗄𝖾𝗋𝗎𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗈𝗍𝖺𝗄 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗋𝗈𝗇𝗍𝖺𝗄...