Mega bergumul, semula putih, kini berubah agak kelabu. Cahaya semberawut jingga terlihat melintang spiral di baliknya, melindap dari cela-cela nabastala yang perlahan turut berganti warna.
Membersamai kepulangan mentari ke perpaduan barat. Senja adalah tanda pamit, sekaligus pula sambutan selamat datang bagi kembalinya tuan gulita dan puan rembulan.
Notasi angka menunjuk pukul lima tepat. Sekolah sudah minim lalu-lalang, kecuali mereka yang miliki pelajaran tambahan—utama para penghuni kelas akhir yang selalu mendekam lebih lama dari siswa biasanya.
Apalagi, jika bukan sesi pelajaran mandiri.
Di penghujung hari ini, Lingga dan Hayila selesai menjalani klub musik. Tidak ada turnamen atau mempersiapkan gelaran apapun sebenarnya—bersifat tidak wajib.
Si turani sudah pulang duluan karena katanya harus mengerjakan sesuatu, entah apa itu. Atau, bisa jadi pula alasan enggan temani, karena sejatinya Hayila bukan sosok yang sabar menanti.
Mudah bosan, bingung mau berbuat apa, berakhir mencak-mencak mengomentari itu-ini. Dan perkerjaan Lingga berpotensi terganggu. Maka, dia tidak menghentikan ketika si gadis Mei memilih pergi.
Berhubung ini sabtu dan besok adalah akhir pekan, jadwal piket harus segera di rampungkan sebelum penjaga kunci semua ruangan—tersisa buku berserak sembarang di atas meja ketika sambangi ruang dua belas satu. Sedang, lantai dan papan tulis sudah bersih, bangku meja terjajar rapi.
Mungkin, memang sengaja dibiarkan begitu supaya Lingga bisa turut serta bekerja, sumbang sedikit kontribusi sekali pun punya dalih lain, ikut kegiatan ekstrakurikuler.
Langkah konsisten, Lingga masuki perpustakaan tanpa suara bersama setumpuk buku pada pangkuan, sedikit menghalangi jarak pandang dan ruang gerak. Agak kesulitan pula ketika kacamata turun dari pangkal hidung.
Lampu masih menyala, bisa ditebak klub baca belum membubarkan diri. Mereka memang punya julukan tersendiri, ‘kuncen sekolah’ sebab selalu pulang paling akhir sampai sering di tegur.
Ada aturan tidak tertulis kendati mengikat, kebisingan adalah hal tabu. Anggota klub baca kebanyakan diisi oleh siswa lebih galak dari bendahara ketika tagih utang uang kas menunggak berbulan-bulan.
Mereka bisa marah sejadi-jadinya apabila ada suara ribut ganggu konsentrasi, dan akan jauh lebih murka jika buku-buku tidak disusun pada rak yang seharusnya. Dibiarkan bercecer sembarang.
Pokoknya, wilayah ini adalah kekuasaan dan daerah teritori mereka. Mutlak. Jadi, jangan coba-coba jika tidak ingin mendapat masalah.
Di leret lemari paling ujung, kumpulan buku bahasa tertata, dan itu adalah tujuan utama Lingga. Usai selesaikan tugas tak seberapa. Daksa lekas mengayun keluar.
Semula begitu, sampai rambatan samar-samar terdengar dari sebrang. Terhalang satu leret. Tidak berniat menguping sebenarnya, kendati suara dua gadis yang ditengarai adalah anggota klub baca sungguh kontras dengan sekitar yang kedap, sunyi. Begitu pula, kaki bagai disetel otomatis berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
[√] enigma; kim leehan boynextdoor
Fanfic╰𝖽𝗂 𝖻𝖺𝗀𝗂𝖺𝗇 𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀-𝗅𝗈𝗋𝗈𝗇𝗀 𝗉𝖺𝗅𝗂𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗂𝗌𝗈𝗅𝖺𝗌𝗂 𝖽𝖺𝗅𝖺𝗆 𝗄𝖾𝗉𝖺𝗅𝖺, 𝖺𝖽𝖺 𝖽𝗎𝗇𝗂𝖺 𝗌𝖾𝗆𝗉𝗎𝗋𝗇𝖺, 𝗍𝖾𝗋𝗌𝖾𝗆𝖻𝗎𝗇𝗒𝗂 𝖽𝗂 𝖺𝗇𝗍𝖺𝗋𝖺 𝗄𝖾𝗋𝗎𝗁𝗇𝗒𝖺 𝗈𝗍𝖺𝗄 𝗒𝖺𝗇𝗀 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗋𝗈𝗇𝗍𝖺𝗄...