Note: - CERITA INI FIKSI ORIGINAL. JIKA ADA KESAMAAN ALUR MAKA ITU DI LUAR KUASA AUTHOR.
- Silakan vote dahulu sebelum membaca.
Special appreciate for Jake and Sunghoon, Enhypen.
• amoristhan •
Gemericik tangis awan berlomba-lomba terjun menuju dasar langit. Berbagai makhluk saling memeluk di bawah tempat meneduh masing-masing, menjaga agar tetap hangat.
Sore itu, bumi dihujani tembakan kecewa dan tanda tanya dari hamparan langit. Sang tertinggi mengutus awan untuk sampaikan pesannya lewat hujan. Cara yang paling halus dari langit untuk menegur bumi.
Sebuah tangan putih bak salju kutub bergerak lihai menelusuri tiap serat kertas dengan kuas berlumuran tinta hitam. Wajah pemilik tangan lentik itu terkesan kuat tetapi hampa, tegas tetapi sepi, tampan tetapi penuh kekhawatiran.
Sudut tajam matanya menangkap sesuatu, lebih mirip seseorang, yang bergerak bangun dan terduduk. Wajah yang awalnya terlihat datar seketika berganti dengan guratan senyum. Menatap berbinar ke arah tubuh lain yang sibuk menelusuri ruangan dengan penasaran.
Tubuh yang terlihat gelisah tanpa arah itu melontarkan tanya, "Hei, bolehkah aku bertanya? Ada di mana aku sekarang?"
Melihat pria berkulit putih dingin di hadapannya hanya diam menatap, Jake mendekat dan bertanya sekali lagi.
"Halo? Bisakah kau mendengarku? Ada di mana kita sekarang?"
Pria dihadapannya kemudian tersenyum penuh makna. Tangan pria itu menepuk pelan lantai kayu, menyuruhnya duduk. Masih belum bersuara, tangan Jake ditarik mendekat. Pria itu membuka telapak tangannya dan melukis garis-garis tipis menggunakan ujung jemari.
"S-u-n-g-h-o-o-n. Sunghoon? Itu namamu, ya?"
Sunghoon mengangguk gembira. Ia lanjut menuliskan lebih banyak hal di telapak tangan Jake, mencoba menjawab kebingungan orang berambut hitam pekat itu.
"Jadi maksudmu, kau menemukanku di tengah hujan dan membawaku ke sini karena khawatir?"
Sekali lagi, Sunghoon mengangguk. Tetapi kali ini dengan ekspresi teduh, ekspresi yang seperti menyihir hati Jake agar tetap tenang.
"Terima kasih, ya. Kalau kau tidak membawaku, aku pasti sudah basah kuyup di bawah hujan."
Mereka pun duduk berdekatan, menempelkan tiap inci tubuh mereka untuk berbagi kehangatan. Ditemani oleh sebatang lilin yang bergitu pasrah ditelan api. Meleleh dan habis demi memberikan tempat bagi api untuk tetap bersinar gagah.
"Berapa usiamu?"
"Oh, dua puluh tahun. Aku tidak ingat usiaku."
"Usiaku juga dua puluh tahun? Bagaimana kau tahu?"
"Oh, jadi kau melihat tanda pengenalku tetapi hilang ketika berjalan kembali ke sini."
"Namaku Jake."
"Huh? Kau sudah tahu?"Jake terdengar seperti melakukan tanya jawab dengan dirinya sendiri. Nyatanya burung-burung merpati memperhatikan dia, dan orang yang kini ia anggap sebagai temannya, tengah asyik bertukar kata dengan cara yang indah.
Mereka tertawa, saling melempar pandangan, menepuk pundak satu sama lain. Sangat bahagia.
Lima jari Sunghoon yang heboh menari di atas telapak tangan Jake tiba-tiba berhenti. Ia menyadari bahwa lawan berkomunikasi-nya mulai mengedipkan mata pelan. Kepala pria bernama Jake itu hampir terjatuh ke belakang.
"Sepertinya hujan turun sangat deras, aku jadi mengantuk."
Sunghoon mengangguk paham. Kaki jenjangnya berdiri tegap, berjalan cepat menuju sebuah ruangan di balik teras dan tidak butuh waktu lama untuk kembali sambil membawa sebatang lilin.
Lilin itu berpindah tangan kepada Jake, sigap membakar ujung sumbu lilin dengan api yang masih tersisa. Setelah itu, ia menarik selimut yang sebelumnya digunakan dan merebahkan tubuhnya di kasur lipat milik Sunghoon.
"Aku akan tidur sebentar. Nanti kita cerita-cerita lagi, ya!"
Ajakan Jake disambut senyum hangat dari Sunghoon. Segera ia benamkan kepala di bantal empuk dan balas tersenyum pada Sunghoon yang duduk disampingnya.
Melihat kedua mata yang sedari tadi menatapnya hangat kini tertutup sebab tertidur pulas, Sunghoon mendekat, membenarkan posisi helai rambut yang menutupi wajah indah Jake. Tidak lupa mengelus kepala Jake dengan tangan halusnya. Membantu pria itu untuk mencapai desa mimpi.
Sunghoon duduk menatap pemandangan dingin yang tiada henti menutupi hutan. Tangannya mengunci kedua kaki yang ditekuk ke dalam dada. Dengan khidmat ia pejamkan mata dan membiarkan suara rintik hujan memainkan musik alam.
Satu jam kemudian.
Pria di sampingnya bangun dengan wajah kebingungan. Tidak butuh waktu lama bagi masing-masing mata mereka untuk bertemu seperti magnet.Seperti piringan hitam yang terus memutarkan lagu serupa. Seperti katulistiwa yang tidak pernah kehilangan ujung awalnya. Mereka bertemu lagi, di tempat yang sama, tetapi dengan kenangan yang berbeda setiap jamnya.
Bibir merah muda milik pria yang kebingungan itu lagi-lagi berbunyi.
"Hei, bolehkah aku bertanya? Siapa kamu dan ada di mana aku sekarang?"Sunghoon menatapnya tenang. Menepuk pelan lantai kayu, menyuruhnya duduk. Sekali lagi menarik telapak tangan pria itu untuk menuliskan garis aksara.
"S-u-n-g-h-o-o-n. Itu namamu? Nama yang bagus."
Setitik air mata jatuh mengikuti arus deras hujan. Air mata itu begitu jernih, lebih berkilau daripada mutiara. Air mata yang menjadi simbol sikap baik, penuh setia.
Ya, ini aku Sunghoon. Tidak peduli berjuta-juta kali atau bahkan miliaran kali harus kuperkenalkan diriku padamu, aku di sini, aku tidak akan menyerah tentang dirimu, Jake.
• to be continued •
Jangan lupa vote juseyooo🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
CARNATION || ✓
FanfictionSunghoon rela menukar lidahnya demi tetap bersama Jake yang terus menerus melupakan dirinya. Mereka hidup begitu lama hingga sampailah di akhir cerita mereka. Dunia seakan tutup mata pada apa yang diharapkan oleh jiwa murni manusia. Note: • Jake Sun...