|LAST 29 DAY|
•Happy Reading•
Di sore hari, tepatnya pukul 16.35 WIB, terlihat seorang remaja lelaki yang baru keluar dari gerbang sekolah dengan wajahnya yang penuh luka lebam akibat pukulan seseorang. Bukan hanya wajahnya, dari tangannya terlihat darah segar yang menetes di sekitar jalan.
Tetapi dari wajah remaja itu terlihat biasa saja tanpa meringis atau kesakitan akibat lukanya yang cukup parah.
Sesampainya di rumah, remaja itupun langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri. Namun sebelum itu ia dilirik oleh seseorang yang seumuran dengannya.
"Rev? Lo kenapa lagi sih? Selalu aja pulang telat, sampe di rumah taunya udah luka gini." Ucap orang itu lalu pergi meninggalkan adiknya itu.
Dia adalah Jevin Joviano, atau terkenal dengan panggilan Jevin.
Revin, atau lebih lengkapnya Revin Joviano hanya menatap kakak kembarnya itu datar. Ya, mereka berdua memang kembar. Usia mereka hanya berbeda empat menit. Jevin sebagai kakaknya dan Revin sebagai adiknya. Namun, bukan berarti mereka berdua dekat atau sangat akrab seperti kembaran lainnya. Justru mereka saling menjauh dan jarang berbicara satu sama lain, sekalinya begitu mungkin hanya singkat seperti tadi.
Revin yang melihat sangat kakak sudah menjauh, dia pun kembali ke kamarnya. Dia meletakkan tasnya di samping ranjang dan berjalan menuju sebuah meja yang terdapat cermin di atasnya. Menatap wajahnya yang penuh luka dan mengambil kotak P3k yang berada tak jauh darinya.
"Sampe kapan ini terus terjadi?" Gumamnya, lalu meletakkan kotak P3k tadi di atas meja dan membaringkan tubuhnya di ranjang tanpa menghiraukan lukanya yang belum diobati. Dia pun mulai tertidur pulas.
Tak terasa malam sudah tiba. Seseorang mengetuk pintu kamar Revin dengan keras membuatnya terbangun dari alam mimpinya. Dia pun segera membuka pintu tersebut dan terlihat sosok lelaki yang sudah berkepala empat. Dia menatap Revin tajam dengan sebuah kayu rotan di tangannya, bersiap untuk melayangkan pukulan untuk anaknya itu.
GEDEBUK!
Revin jatuh tersungkur akibat pukulan yang cukup keras itu, bahkan tepat mengenai bagian perutnya.
"Gak usah jadi kebo, sana ngepel! Sapu juga tuh halaman rumah, habis itu jangan lupa bersihin kamar mandi. Jangan harap kamu dapet jatah makan malam ini kalo belum nyelesaiin tugas tadi." Ucap ayahnya yang bernama Joviano, membuang kayu rotan nya tadi lalu mengambil sebuah koper.
Joviano membuka koper itu lalu mengeluarkan isinya yang berupa uang dan dilempar-lemparkan sampai terbang di udara, kemudian uang itu mulai berjatuhan mengenai kepala Revin.
"Ambil tuh uang jajan selama sebulan." Ujar Joviano lalu pergi meninggalkan Revin yang masih dalam posisi duduk sembari memegangi perutnya.
Tanpa basa basi, Revin langsung mengerjakan tugas dari ayahnya tadi untuk menghindari amukan nya lagi. Mulai dari mengepel seluruh rumahnya, menyapu halaman rumah yang lumayan luas, sampai akhirnya membersihkan kamar mandi yang terlihat sangat kotor karena jarang dibersihkan.
Itu memakan waktu yang cukup lama. Bahkan saat ini sudah pukul 01.25 WIB.
Revin yang terlihat sangat kelelahan akhirnya bisa beristirahat di kamarnya. Namun tak lama setelah itu, tampak seorang gadis kecil yang memasuki kamar Revin yang tidak dikunci.
"Bang Vin, bikinin makanan dong. Calya laper nih dari tadi keroncongan mulu perutnya. Bibi udah tidur dan susah dibangunin, jadi Calya minta Bang Vin aja deh." Ujar gadis kecil itu dengan wajah yang memelas.
Revin yang mendengar suara itupun membuka matanya perlahan.
Gadis kecil itu adalah adiknya, Kayvania Calya. Polos dan menggemaskan menjadi sifatnya yang dilihat banyak orang.
"Calya pengen makan apa?" Tanya Revin yang masih setengah sadar.
"Nasi goreng aja deh, bang." Jawab Calya dengan semangat.
Revin mengangguk paham dan menggandeng tangan Calya menuju dapur. Dia mulai memasak tanpa menghiraukan lukanya yang belum diobati dan perutnya yang masih terasa sakit akibat pukulan ayahnya.
"Wah, udah jadi ya, bang." Ucapnya dengan mata yang bersinar dan segera melahap nasi goreng itu sampai habis tak tersisa.
Revin hanya tersenyum kecil, lalu beranjak dari dapur menuju kamarnya untuk istirahat. Namun lagi-lagi dia bertemu dengan Jevin yang sedang menghampirinya dengan sebuah guling dipelukannya.
"Hoamm, habis darimana lo? " Tanyanya sebelum dia menguap lagi.
Revin tidak menjawabnya dan masuk ke kamar tanpa menghiraukan kembarannya yang menatapnya tajam.
"Cih, pantes aja ayah gak suka." Gumamnya pelan.
Keesokan harinya, tepat pukul 04.30 pagi, Revin sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Meskipun itu adalah tugas pembantunya, bahkan pembantunya yang sering dipanggil Bi Sinta itupun sudah melarang Revin dari awal, namun Revin tetap memaksanya sampai akhirnya Bi Sinta pasrah dan membiarkan Revin yang memasak sarapannya.
Melihat kakak, adik dan ayahnya yang sedang sarapan di sana membuat Revin sedikit melengkungkan bibirnya keatas. Dia juga ingin ikut sarapan bersama mereka, tetapi dia sengaja mengurungkan niatnya agar tidak mengganggu mereka dan dapat melihat kegembiraan di wajah keluarganya.
Revin memutuskan untuk segera pergi ke sekolah lebih awal, meskipun jam masih menunjukkan pukul 05.50.
Saat memasuki gerbang sekolah, dia dikejutkan oleh dua lelaki yang mencegat nya dari depan.
"Widih, si pinter udah nyampe di sekolah aja nih." Ucap lelaki itu sambil memainkan ponselnya dengan satu tangan, sedangkan tangannya yang satu lagi dimasukkan ke dalam saku celananya.
"Mana PR gue yang kemaren? Udah kelar kan? Jangan lupa cuan nya juga." Ucap lelaki satunya lagi dengan terkekeh kecil. Lalu berjalan mendekati Revin dan merangkul pundaknya bagai teman yang sudah akrab.
Revin menatap keduanya datar tanpa ekspresi apapun. Lalu mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan memberikannya pada Rey. Mereka adalah Jonathan Bryan dan Reyanzo Trijaya, orang yang selalu mengganggu Revin dan menganggapnya sebagai babu.
"Bener kan ini jawabannya? Awas aja kalo lo ngasal." Ujar Rey setelah menerima bukunya dari Revin dan mendapat anggukan darinya.
Nathan yang melihat itu merasa tertarik dan mendekati mereka serta menarik paksa tas yang dikenakan Revin.
"Tajir elit tas sulit. Tas sekecil ini mana muat buat ngisi buku-buku lo yang udah usang itu." Sindir Nathan lalu mengambil beberapa uang dari dalam tas itu.
"Cielah, minta juga napa. Lumayan nih buat beli bakso sepuluh porsi." Rey juga mengambil uang itu sampai habis tak tersisa.
Nathan melempar tas itu ke sembarang arah sembari tertawa keras. "Buang aja gapapa kali ya, kan bisa beli lagi."
Mereka berdua meninggalkan Revin yang berdiri lemas di sana. Tatapannya kosong. Tak lama kemudian dia terjatuh pingsan.
Revin masih dapat mendengar teriakan seorang perempuan saat detik-detik terakhir sebelum dia pingsan. Perempuan itu menghampiri Revin sebelum dia terjatuh.
"REVIN LO KENAPA?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Last 29 Day [OG]
Teen Fiction"Tandai angka itu, kamu akan segera tenang." Di saat hidupmu terasa terpuruk, bahkan hampir semua orang membencimu dan tidak mempedulikan apapun keadaanmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi atau tetap bertahan? Ada pepatah mengatakan jangan pulang...