|LAST 29 DAY|
•Happy Reading•
Sore hari pun tiba. Namun, langit terlihat kurang mendukung. Setetes air hujan mengenai wajah seorang lelaki yang sedang termenung di samping gerbang sekolah. Entah apa yang ia pikirkan. Oh, sepertinya ia sedang bergelut dengan pikirannya.
Melihat para siswa yang akan kembali ke rumahnya masing-masing. Ada yang dijemput oleh orang tuanya, ada juga yang pulang dengan sebuah payung, serta ada yang memakai jas hujan. Bahkan ada yang menerjang hujan itu tanpa memperdulikan seragamnya yang basah kuyup.
Namun, mata Revin tertuju pada siswa yang dijemput oleh orang tuanya. Membuatnya merasa teringat dengan masa lalunya. Ah, sudahlah. Masa lalu itu tak pantas untuk diingat oleh seorang pembunuh seperti dirinya.
Deina yang melihat temannya yang sedang melamun itupun segera menghampirinya.
Gadis itu memberikan sebuah roti pada Revin. "Makan nih, lumayan buat ganjel perut."
Revin hanya menggeleng pelan tanpa mengalihkan pandangannya.
Deina menarik tangan Revin dan meletakkan roti itu di atas tangannya. "Lo harus makan. Dari tadi pagi belum makan, kan? Atau dari kemaren?"
"Gapapa." jawab Revin singkat.
Deina mulai kesal dengan temannya itu. Meskipun ia sudah sering melihat Revin yang tidak mau makan, tetapi ia takut akan kesehatannya.
"Basi. Udah berapa kali lo bilang kayak gitu? Kalo lo kayak gini terus lo gak bakalan sembuh, Rev." ucap Deina sedikit tegas.
"Emang gak bisa sembuh."
Deina sedikit tertegun mendengar ucapan Revin barusan, lalu memegang lengannya erat. "Jangan ngomong gitu. Tante Vindy pasti sedih kalo liat lo kayak gini."
"Pembunuh kayak gue gak pantes di sedihin." ucap Revin sebelum berjalan meninggalkan Deina yang masih mencerna ucapan Revin tadi.
"Tunggu, Rev."
Revin menghentikan langkahnya dan terdiam sejenak.
"Lo pulang bareng gue aja. Hujan deres gitu mau lo terobos?" ujar Deina sambil menunjuk kearah mobilnya.
Revin hanya mengangguk pasrah karena mau sampai kapanpun dia menolak, Deina pasti akan bersikeras untuk memaksanya.
Mobil itu mulai berjalan meninggalkan sekolah mereka. Terjadi keheningan di antara keduanya.
Tak lama kemudian, Deina mulai berbicara untuk mencairkan suasana. "Gue masih bingung sama omongan lo tadi. Maksud lo itu pembunuh gimana? Lo gak ngebunuh orang, kan?"
Revin terdiam mendengar pertanyaan Deina. Mulutnya seakan tertutupi oleh sebuah solatip.
Ia takut jika ia menceritakan yang sebenarnya pada Deina, lalu Deina juga akan seperti keluarganya yang membencinya.
Deina yang sedari tadi masih menunggu jawaban dari Revin menaikkan sebelah alisnya. "Kok diem? Pertanyaan gue nyinggung privasi lo ya?"
Revin menggeleng pelan. Menarik nafasnya dalam-dalam sebelum Menceritakan yang sebenarnya.
•Flashback on•
Bel pulang berbunyi membuat para siswa bersorak gembira. Mereka mulai memasukkan buku-buku dan alat tulis lainnya ke dalam tasnya masing-masing.
Satu siswa keluar dari kelasnya dan diikuti oleh siswa-siswi lainnya.
Terlihat seorang remaja berusia 18 tahun yang masih berkutik dengan bukunya. Seseorang menepuk pundaknya membuat ia berdehem pelan tanda ia bertanya pada orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last 29 Day [OG]
Teen Fiction"Tandai angka itu, kamu akan segera tenang." Di saat hidupmu terasa terpuruk, bahkan hampir semua orang membencimu dan tidak mempedulikan apapun keadaanmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi atau tetap bertahan? Ada pepatah mengatakan jangan pulang...