•Happy Reading•
Bel istirahat berbunyi, hampir seluruh siswa bersorak gembira dan berbondong-bondong menuju kantin. Belum genap 3 menit namun kantin sudah penuh dan terisi oleh para siswa yang antre secara bergantian.
Namun tidak semua siswa melakukannya, terlihat beberapa siswa yang masih berada di kelasnya. Seperti seorang Deina yang menatap seorang lelaki yang mirip dengan teman terbaiknya yang dikabarkan sudah tiada. Matanya menatap sayu ke arah lelaki yang sedang membaca buku.
Perlahan kakinya melangkah mendekati lelaki tersebut. "Rev--ah, sorry. Lo gak ke kantin, Kai?"
Kaizar menjawabnya dengan gelengan kepala. "Lebih suka di sini, memangnya kenapa?"
"Gapapa," Deina menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah Kaizar. "Lebih suka di sini atau gak suka keramaian?"
Kaizar tertawa kecil. "Di sini lebih sepi dan nyaman."
Deina terdiam seribu bahasa. Kaizar menyukai kesepian? Mengapa hal itu terlihat mirip dengan Revin?
BRAK!
"Helow epribadeh! Berdua aja nih, gak lagi ngomongin gue kan?" Isha datang dengan menyeruput sebotol milkshake di tangannya.
Deina mendengus kesal, lalu mengambil milkshake itu dari tangan isha. "Gue suruh beliin, bukan diminum."
"Hehe, haus banget tadi antrenya panjang sampe lapangan basket." Isha terkekeh kecil, pandangannya teralih pada Kaizar yang masih setia dengan bukunya. "Rajin banget murid baru satu ini, fiks bakal jadi anak emas guru."
---
"Kalian bisa kerja yang bener gak sih? Rencana gue jadi gagal total karena ulah kalian!"
Selena menghela napas pelan. "Temen lo aja yang gak pernah bener."
Rey yang merasa dirinya disebut pun mengernyitkan dahinya. "Ngaca dikit kek, lo juga kurang ngegoda dia waktu itu." Tatapan nya beralih pada Nathan. "Dari awal rencana lo gak ada yang bener, Than."
Nathan menggeram pelan, lalu menarik kerah baju Rey dengan kasar. "Lo bilang dia udah benar-benar mati di sana!"
Selena melepaskan tangan Nathan dari kerah baju Rey untuk menghindari perkelahian. "Gak usah pake kekerasan, toh belum tentu kalo dia itu Revin."
Nathan mengacak rambutnya frustrasi, namun tetap berusaha menenangkan diri. Mungkin saja Kaizar hanya kebetulan mirip dengan Revin.
"Inget tujuan lo, sekarang lo bisa dapetin dia tanpa bersaing sama siapapun."
---
Menghirup udara segar adalah hal yang disenangi sebagian orang. Begitupula dengan seorang lelaki yang sedang berada di koridor sekolah setelah para siswa sudah kembali ke tempat tinggalnya masing-masing.
Dari kejauhan, tampak terlihat seorang gadis bersama lelaki lain yang memberinya sebatang bunga.
"Buat lo, semoga suka."
"Makasih, buat cewek lo aja." Deina bergegas pergi meninggalkan Nathan, namun lelaki itu sudah lebih dulu menariknya hingga membuat Deina jatuh di pelukan Nathan.
Deina yang menyadari hal itu langsung membenarkan posisinya dan menatap Nathan dengan kesal. "Gatel banget sih jadi cowok."
Nathan tertawa kecil melihat ekspresi Deina yang begitu menggemaskan baginya. "Gue gak akan biarin lo pergi sebelum nerima bunga dari gue."
Dengan berat hati, Deina mengambil bunga itu dengan kasar dan lekas pergi dari sana.
Adegan itu tentu disaksikan oleh Kaizar yang memperhatikan mereka berdua dari kejauhan. Senyum tipisnya sedikit terlihat. "Lucu."
"Siapa yang lucu?"
Kaizar menoleh ke sumber suara, lalu kembali seperti semula. "Gak ada"
Kairo tertawa kecil. "Bilang aja cemburu." Dengan kedua tangan yang dilipat di dada, kakinya melangkah sedikit ke depan agar lebih dekat dengan Kaizar. "Gak usah pura-pura gak tau, ngapain lo pura-pura jadi murid baru di sini? Biar gak ada yang kenal sama lo, gitu?"
Kaizar mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan pertanyaan Kairo. "Apa maksudmu?"
"Lo itu naif, Zar. Muka lo benar-benar mirip sama Revin, udah pasti kalian orang yang sama."
Kaizar semakin bingung dengan perkataan Kairo. "Revin itu siapa?"
Kairo tertegun, tidak menyangka Kaizar akan bertanya seperti itu. Tangannya mengambil handphone di sakunya, lalu memperlihatkan sebuah foto seorang lelaki yang disebut sebagai Revin.
Kaizar menatap foto itu dengan saksama. "Kenapa dia sangat mirip denganku?"
"Harusnya gue yang nanya gitu, serius lo gak inget apa-apa?"
Kaizar menggeleng pelan.
Kairo berdecak pelan, tampak kurang percaya jika lelaki dihadapannya ini tidak mengingat apapun. Apakah dia amnesia? Bagaimana bisa?
"Lo juga gak inget siapa gue?"
Kaizar menggeleng lagi. "Baru kali ini aku bertemu denganmu."
---
"Apaan sih tuh cowok, mana ngasih bunga gak jelas ini lagi." Deina melempar bunga itu dan menginjaknya hingga benar-benar menjadi gepeng.
Terdengar suara handphone berbunyi, tangannya meraih handphone miliknya itu dan menekan tombol hijau di layarnya.
"Halo besti tercantik, terimut, dan tergemoy sejagat raya! Walau aslinya gal--"
"Tck, to the point mau ngomongin apa."
"Basa-basi aja gak boleh. Btw, besok kan ada ulangan biologi, ntar malem gue mampir ke rumah lo buat belajar bareng , ya?"
Deina terdiam, baru teringat bahwa besok akan ada ulangan. Tangannya mematikan telepon sepihak dan melanjutkan perjalanannya ke rumah.
Isha yang merasa tidak dihargai hanya menggerutu kesal. "Dia ngambek gegara gue tinggal pulang duluan kali, ya?
Di sisi lain, Deina sudah sampai di rumahnya. Meletakkan tasnya di atas meja dan membersihkan dirinya di kamar mandi. Dilanjutkan dengan mengenakan pakaian dengan kaos berlengan pendek dan celana jeans.
Kakinya melangkah ke dapur dan memanaskan air untuk membuat lemon tea. Ia menunggu rebusan air panas itu sembari membuka buku biologinya. Jujur sedari dulu ia sama sekali tidak pernah dapat memahami materi dari mata pelajaran ini.
"Kalo ada Revin, pasti bakalan dibantuin." Ujar Deina seraya tersenyum kecil. Sadar akan ucapannya, senyuman itu menjadi pudar. Ia takkan bisa lagi melihat sosok temannya yang selalu bersamanya sedari kecil.
"Rev, secepat ini lo pergi?" ujarnya lagi sebelum meneteskan beberapa air mata yang mengenai bukunya.
"Kak Naya kenapa nangis?" tanya seorang anak kecil yang merupakan adik Deina.
Deina sontak menoleh ke arah adiknya itu. "Ah, mana ada nangis. Cuma kena uap dari rebusan air."
Mata polosnya mencoba melihat air yang sedang direbus oleh sang kakak, dengan kaki yang jinjit karena kompornya yang begitu tinggi. "Kak Naya mau bikin apa?"
"Lemon tea, mau?"
Zett menggeleng. "Gak ada es, Zett gak suka."
---
PLAK!
BUGH!
CTASS!
"Segini doang kemampuan lo?" dia tertawa keras melihat orang dihadapannya yang tidak berdaya. "Tenang aja, ini semua bakal berakhir setelah lo benar-benar pergi dari dunia ini."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Last 29 Day [OG]
Teen Fiction"Tandai angka itu, kamu akan segera tenang." Di saat hidupmu terasa terpuruk, bahkan hampir semua orang membencimu dan tidak mempedulikan apapun keadaanmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi atau tetap bertahan? Ada pepatah mengatakan jangan pulang...