1. Gajian

45 10 0
                                    

Hampir semua orang di muka bumi ini setuju jika hari senin adalah hari terberat untuk bangun pagi dan memulai aktivitas. Terkecuali Indah, perempuan mungil yang saat ini sibuk berkutat dengan gambar Shop Drawing salah satu proyek apartemen yang di garap perusahaannya. Meski sedang sibuk dengan pekerjaannya, perempuan perambut pendek yang saat ini terlihat acak-acakan masih sempat untuk mengecek ponsel di sampingnya sebentar, lalu kembali menatap layar komputer di depannya.

Satu notifikasi masuk, terlihat nama Citra, salah satu teman dekatnya mengirim pesan singkat.

"Udah turun?"

Singkat, padat dan jelas. Indah tersenyum dan mulai mengetik beberapa kata, membalas pesan temannya tersebut.

"Udah, dong. 5 menit yang lalu."

Balas Indah singkat. Ia yakin saat ini temannya itu pasti sedang kebingungan, pasalnya ini sudah hampir jam makan siang, tapi Ia belum melihat tanda-tanda gaji nya turun.

Indah kembali berkutat dengan komputernya, hingga pundaknya di tepuk pelan oleh pria kurus tinggi yang memiliki mata sipit satu garis, bak keturunan Tionghoa; Haidar.

"Lu di panggil Pak Samudra itu."

"Gue? Ngapain?"

"Lah, mana gue tahu." Jawab Haidar sambil mendaratkan bokongnya pada kursi.

Dengan rasa penasaran, Indah beranjak dari kursinya berjalan menuju salah satu ruangan yang sebenarnya sering Ia abaikan. Perlahan mengetuk pintu hingga terdengar suara perintah untuk masuk dari dalam. Di sana terlihat seorang pria yang tengah fokus dengan beberapa lembar kertas dokumen di tangannya. Samudra, pria yang kini telah memasuki akhir kepala tiga ini memiliki tubuh tegap, gagah dan berotot, serta parasnya yang Ia percaya mungkin ada 2 atau 3 wanita simpanan bosnya ini. Sangat mustahil menerima kenyataan bahwa orang setampan dia belum memiliki pendamping hidup.

"Bapak manggil saya?"

"Duduk. Saya mau kamu untuk pindah ke proyek apartemen baru, nanti kamu bisa tanya-tanya ke Andi. Gambar, berkas-berkas semua sudah di siapkan Tono. Tinggal nanti kamu pelajari sedikit-sedikit. Besok kamu bisa ikut meeting bareng Tono dan Andi, sambil nanti survei mes untuk kamu tinggal selama di sana."

Ucap Pak Samudra, mantap sambil menatap Indah yang masih diam kebingungan.

"Maaf, Pak. Maksudnya saya nanti kerjanya langsung dari proyek?"

"Betul. Saya tadinya mau suruh Haidar saja, tapi karena kita baru ada mes perempuan dan kebetulan besok anak admin sudah datang di proyek. Jadi nanti kamu satu kamar sama mereka. Kamu enggak apa-apa, kan?"

"Enggak apa-apa sih, Pak."

"Oke. Nanti kalau kamu butuh untuk pindahan, minta bantuan Pak Asep di bawah buat siapin mobil sama barang-barang kamu."

"Baik, Pak. Saya permisi dulu."

Perlahan pintu ruangan itu tertutup, kini perempuan tersebut berjalan perlahan kembali menuju meja kerjanya. Sambil membersihkan kacamatanya, Ia duduk termenung menatap tumpukan kertas berisi gambar-gambar revisi yang sudah tidak ada artinya lagi sekarang.

"Apa kata Pak Samudra?"

Satu kalimat yang berhasil membuat Indah menoleh, sambil memasang kembali kacamatanya Ia mulai mendekatkan kepalanya ke arah Haidar.

"Itu.. gue di suruh pindah ke proyek."

"Tumben, kok bisa?"

"Makanya, gue juga enggak tahu kenapa. Tadinya malah elu yang mau di suruh kesana, cuman gara-gara mesnya baru ada buat cewek aja, jadinya gue yang di tumbalin."

Life as Kuli Proyek [Jeon Wonwoo AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang