7. Sate kambing (2)

13 8 0
                                    

Meninggalkan Indah dan Wisma yang masih saling bercerita tentang diri masing-masing. Kini kita beralih pada kelompok daging, Sani dan Mahen. Mereka berdua masih berkutat dengan bumbu dan daging. Daging yang di bawa Wisma tadi hanya beberapa tusuk yang sudah di potong oleh Sani, sedangkan Mahen masih membuat bumbu untuk olesannya nanti.

Citra yang sudah selesai dengan pekerjaannya kini duduk diam. Berpikir, apakah Ia harus bergabung dengan Indah dan Wisma, berkutat dengan api dan asap. Atau bergabung dengan Sani dan Mahen yang dari tempat Ia duduk saja sudah tercium bau daging yang sangat khas.

Citra memutuskan untuk bergabung dengan Mahen, menata piring, menusuk-nusukan daging yang telah di baluri bumbu dan memberikannya pada Indah. Lalu kembali duduk menunggu perintah 2 laki-laki di depannya ini. Citra juga sama dengan Indah, tidak bisa memasak. Hanya saja bedanya dengan Indah, Ia malas untuk bekerja sendiri. Lebih memilih menunggu instruksi dari teman-temannya yang lain.

Daging sudah siap, Sani segera menggantikan Indah dan Wisma yang kemudian diikuti Mahen. Kini mereka bertiga hanya diam sambil melihat kedua temannya itu memanggang daging.

"San, dalam rangka apa ini lu bawa daging banyak banget? Kan belom musim qurban."

Indah yang saat ini tengah duduk sambil memangku gitar, bertanya pada Sani, penasaran.

"Oh. Itu. Bapak gue kemaren ngajakin bakar-bakar. Tapi pas emak gue udah beli daging sama semua bumbunya malah mereka pergi keluar kota. Katanya ada kerjaan mendadak, baru balik minggu depan. Yaudah daripada mubazir, mending gue bawa kesini.

Gue tau kalian semua anak kos makan mie terus-terusan. Apalagi elu, Ndah. Makanya gue ajakin bakar-bakar. Biar sekalian perbaikan gizi juga kalian."

Semua orang tak terkecuali Indah, terharu mendengar perkataan Sani. Tak sangka, dibalik dia yang suka sekali bergosip dan julid, masih tersimpan hati nurani.

"Ih, baik banget sih, lo." Mahen yang berdiri di sebelahnya hanya terdiam berkaca-kaca.

"Paansih, lu. Biasa aja udah elah. Apa? LU DIEM YA MAHEN, WOI MONYET GUE BILANG DIEM DISITU."

Mahen mengejar Sani, berusaha memeluknya sebagai rasa terima kasih. Namun, Sani yang enggan di peluk hanya berteriak sambil memaki gorila itu. Sementara ketiga orang yang lainnya sibuk tertawa, melihat kelakuan kedua temannya tersebut.

"Gue mandi dulu deh, dah mau selesai kan itu bakar-bakarnya." Ucap Indah sambil berdiri dan melengos kembali ke kamarnya. Diikuti Citra di brlakang.

"Gue juga deh, biar nanti gausah mandi." Wisma juga ikut berdiri dari duduknya.

"Yaudah, nanti gantian aja. Lu bedua duluan mandi biar ini gue yang jagain." Ucap Sani.

"San, kalo mau pada mandi. Suruh abang satpam aja yang jagain ini bentar." Indah berteriak dari lantai atas.

"Gausah gak apa-apa. Kamar mandi cowo kan cuman 2, cewe juga 2. Gue mandi dimana kalo lu pada mandi semua." Ujar Sani. Masih berkutat dengan sate-satenya.

***

Saat ini mereka tengah duduk bersama, baru saja menghabiskan semua sate. Namun entah kenapa, kali ini kepala Indah mulai terasa pusing. Apa mungkin ia salah makan? Padahal tadi Ia sudah berpesan pada Mahen untuk memisahkan daging sapi dan kambing untuknya.

Wisma yang melihat Indah seperti itu mulai berbisik, pelan menanyakan keadaannya.

"Lu kenapa?"

"Gak tau. Pusing gue."

"Keluar ke indoalpa, mau ikut gak?"

Life as Kuli Proyek [Jeon Wonwoo AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang