14. Es krim (2)

8 4 0
                                    

"Gimana? Enak kan di omelin Indah?" Ucap Sani sambil memainkan ponselnya.

"Gila, baru kali ini gue ketampar fakta kek gitu."

"Lu gak pernah ikut meeting sama Indah, sih. Dia kalo sama orang lain juga sama kek gitu, balik-balikin omongannya orang pake fakta." Wisma kali ini ikut menimpali.

"Ya kan emang harusnya kek gitu. Indah anak didik Pak Samudra, makanya kalo ada owner yang rese, Indah yang di kirim Pak Samudra buat selesain semua. Anak emas dia tuh."

"Parah ya San, si Mahen. Kerja duluan dia daripada kita-kita. Kenal Indah juga duluan dia, tapi gak tau sifat Indah kek mana."

"Ya, gimana Wis. Orang kerjaannya godain cewe di kantor terus."

"Ini kalian mau hujat gue sampe kapan, sih?"

"Sampe lu sadar, kalo perlu gue panggilin ustad kemari biar ruqyah lu sekalian."

"Iya, gue gak bakalan ngobrolin cewek depan Indah lagi."

"Nah begitu bagus. Obrolan khusus cowok, di obrolin pas ada cowok aja. Meskipun bentukan Indah kek cowok, tomboy begitu. Tapi dia masih cewek tulen"

"Kata gua mah, nanti Indah bangun lu minta maap deh. Harusnya tu bocah udah kagak kesel."

"Tau dari mana lu?"

"Mau taruhan? Coba aja entar liat. Diem-diem gini juga gua merhatiin orang sifatnya kek gimana." Ujar Wisma, sedikit menyombongkan diri tentang betapa ia mengenal Indah.

"Si Indah kalo keselnya udah di luapin mah tar bae sendiri. Lu temenan sama Indah apaan ajasi? Gitu aja kagak tau. Jangan-jangan si Indah kesel lu becandain?" Ujar Sani.

"Emang kapan Indah kesel?" Lagi, memang manusia satu ini bisa di bilang tidak peka terhadap sekitar. Atau mungkin memang tidak ada niatan untuk itu.

"Au ah, capek bener gua. Mending ngomong ama tembok daripada ngomong sama elu."

"Eh, bentar. Cewek gue nelpon." Mahen berjalan keluar kamar, menjawab telpon dari pacarnya.

"Maen ps gak?" Tanya Sani pada Wisma yang sejak tadi terlihat bosan hanya membuka tutup ponsel, pasalnya orang yang akhir-akhir ini ingin sekali Wisma ganggu tengah tertidur di ruangan yang sama dengannya.

"Gas lah, bosen juga gue." Jawab Wisma.

Sani yang sudah lama tak mempunyai teman main ps, serta Wisma yang juga sudah lama tak bermain ps ini sedang melemaskan otot-otot mereka. Bermain hingga entah berapa jam lamanya. Mungkin kedepannya Wisma akan sering-sering nongkrong di rumah Sani hanya untuk sekedar bermain satu dua permainan dengannya.

Ditengah mereka yang sedang asik bermain, tiba-tiba saja terdengar suara seorang perempuan, memanggil Wisma.

"Wis.." Suara itu terdengar lirih. Meski begitu laki-laki yang di panggil namanya kini reflek menoleh.

"Dhalem." Ucapnya sambil memperhatikan sekitar, mengira-ngira dari mana arah suara tersebut.

"Lha, turu." Ucap Wisma. Ternyata Indahlah yang memanggil laki-laki ini. Perempuan yang saat ini tertidur itu, nampaknya tengah mengigau memanggil namanya.

"Cieelaaahhh, di mimpiin neng Indah, nih. Ngomong-ngomong lu tadi abis ngapain aja bedua pas gue beli ketoprak?" Tanya Sani, matanya masih terfokus pada bola di layar monitor besarnya ini.

"Enggak ngapa-ngapain gue." Jawab Wisma, kembali berfokus pada monitor di depannya.

"Iyadah, cukup tau aja gue mah."

***

Pukul 11 siang, Wisma dan Indah pamit, pulang dari rumah Sani menuju mes mereka. Sebenarnya Indah malas sekali berkendara di jam segini. Bagaimana tidak, matahari Tangerang sedang berada di ubun-ubun.

Life as Kuli Proyek [Jeon Wonwoo AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang