2. Siapa?

31 10 0
                                    

Setelah sekian lama bergumul dengan padatnya lalu lintas pagi hari Tangerang, Aku kembali memasuki kantor ini, yang beberapa minggu kemarin hanya kulewati saja.

"Ngapain lu di sini?" Sahut Haidar.
Kadang aku tak pernah mengerti apa yang ada di dalam kepala manusia satu ini.

"Ngapa, sih? Ni kantor punya lu emang? Gue kesini di suruh Pak Samudra ambil berkas buat submit. Ini punya siapa?"

Gara-gara satu manusia jadi-jadian ini, Aku tak menyadari bahwa meja yang biasa ku tempati nampak seperti sudah memiliki penghuni baru.

"Itu, anak baru. Noh orangnya lagi sama Pak Tono. Gantiin elu" ucapnya dengan sedikit penekanan di bagian akhir. Memang kelakuan ajaibnya ini selalu saja membuat pening kepala.

"Gue duduk dimana kalo gini?"

"Lah, mana saya tahu. Kok tanya saya. Noh pake kursi baso aja"

Haidar menunjuk kursi plastik merah, Kami menyebutnya kursi baso, karena memang kursi ini selalu ada di warung-warung abang baso.

"Eh, Ndah. Kunci kamar lo jangan di bawa, dong. Gue mau bikin kopi susah ini. Seret akhir bulan, tekor dong gue kalo beli terus mah."

"Oh iya, nih. Lupa gue bawa-bawa terus. Soalnya lu kan kalo malem suka gajelas nongkrong dimana, nanti gue masuk kamar gimana coba kalo kuncinya lu bawa"

"Yaudah. Nanti gue cantolin di deket kaca. Si anak baru itu juga sekamar sama gue, buat sementara soalnya mes lagi penuh. "

"Iya kah? Dari kapan?"

"Udah 2 hari, lu kemana aja?"

"Maaf pak saya lembur"

"Gaya lu, jalan-jalan doang pake segala lembur."

"Biarin weh, gue ke Pak Tono dulu, ambil gambar terus berangkat ke proyek lagi. Dadah Haidar sipit, jangan kangen gue yaaakk"

"Dih, di mes juga masih ketemu kali, oon."

***

Malam ini kebetulan Aku pulang tidak terlalu larut, dikarenakan badan ini sudah berteriak ingin cepat-cepat rebahan di kasur, setelah beberapa kali naik-turun tangga. Meski sudah 2 minggu, rasanya badanku masih belum beradaptasi dengan benar. Tangga di proyek ternyata berbeda dengan tangga kantor dan mes.

"Haidar, kunci kamar gue man-"

Belum sempat Aku menyelesaikan kalimat, tiba-tiba seorang pria bertubuh tinggi kecil. Dengan pundak yang lebar, rambut pendek rapi dan garis rahangnya yang tegas membuatku terkesiap.

"EH, KAGET"

"Maaf, ini tadi Haidar nitip kunci. Kamu yang di kamar sebelah kan?" Ucapnya seraya menyerahkan kunci kamarku.

Siapa dia?

Tak lama Ia mengambil kacamata yang lensanya lumayan cukup tebal, dan membiarkannya bertengger di hidung mancung bak perosotan taman bermain.

Oh, Aku ingat dia sekarang. Anak baru tadi.

"Oh, yang tadi di kantor ya? Kenalin gue Indah Cetta Pramita. Panggil Indah aja enggak apa-apa. Sorry tadi enggak langsung kenalan, buru-buru soalnya."

"Iya enggak apa-apa. Gue Jayendra Wisma. Panggil Wisma aja. "

Ucapnya sambil meraih uluran tanganku. Tangannya terlihat lebih kecil untuk ukuran pria dewasa sepertinya. Berbeda dengan gorila di lantai bawah, sudah badannya tinggi besar, kekar, tangannya besar pula.

Life as Kuli Proyek [Jeon Wonwoo AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang