Chapter 4

198 29 3
                                    

Perjodohan itu sudah disepakati.

Ini seperti mimpi buruk di siang bolong bagi Tera. Bagaimana mungkin dia kembali dipertemukan dengan seseorang yang memiliki kisah masa lalu dengannya.

Tera sampai-sampai harus mencubit kulit lengannya beberapa kali untuk memastikan jika ini bukan cuma mimpi belaka. Dan rasa sakit akibat cubitannya sendiri membuat Tera berdecak dengan sekeras-kerasnya. Untung saja tadi Tera melakukannya saat pura-pura ingin ke kamar mandi.

Dan tahu apa yang lebih mengesalkan? Saat ini Tera berada satu mobil dengan Heksa! Dengan dorongan dari pihak Heksa dan disambut sumringah oleh kedua orangtuanya, akhirnya Tera berakhir di sini dengan suasana diantara keduanya yang tidak bisa Tera definisikan.

Aaaarghhhh!! Tera ingin menjerit sekencang-kencangnya saat ini juga.

Heksa yang berada disamping Tera justru tampak datar-datar saja seolah tidak terpengaruh oleh apapun. Berubah jadi robotkah laki-laki itu?

Tera akhirnya memilih untuk menganggap Heksa tak ubahnya supir taksi online yang akan mengantarnya pulang. Tapi bedanya tak ada supir yang setampan laki-laki it-tunggu! Apa maksud pikiran Tera itu? Seolah reflek, Tera menoyor kepalanya sendiri hingga membuat atensi Heksa sedikit terpecah antara jalanan dan Tera. "Ada apa?"

Ughh suara berat sedikit serak-serak itu sedikit membuat Tera merinding. Di restoran tadi Heksa tak banyak mengeluarkan suara namun, tidak juga seperti Tera yang hanya diam seolah tengah cosplay menjadi pajangan. Baru kali itu Tera merasa mati gaya.

Tera berdeham pelan. "Nggak." Jawab Tera pendek.

Suasana di mobil kembali hening, Tera membatin dalam hatinya memaki-maki apapun yang membuat harinya menjadi kacau dan tak terkendali seperti ini. Mana Astera yang tangguh dan pemberani itu? Saat ini Tera tak ubahnya seperti tikus yang takut dimakan ular kobra.

"Bagaimana kabar kamu?" Tanpa disangka-sangka Heksa mengeluarkan suaranya secara tiba-tiba. Tera yang masih melakukan aksi memaki dalam hati langsung tersedak ludahnya sendiri karena terkejut.

"Perlu minum?" Tanya Heksa.

Tera mengangkat tangan kanannya pertanda jika Heksa tak perlu melakukan apapun. Setelah sedikit lega dengan tenggorokannya, Tera berucap. "Bisa untuk nggak ngajak gue ngomong? Gue gak berminat ngomong sama lo."

Tak ada tanggapan, Heksa justru masih setia menatap lurus ke jalanan. Tera sendiri memilih memalingkan wajahnya meneliti apapun yang dilalui oleh mobil yang ditumpanginya.

"Berapa tahun kita nggak ketemu? Dua tahun? Lima tahun? Tujuh tahun?" Mengabaikan peringatan Tera, Heksa kembali bersuara.

Tera tak menjawab karena merasa enggan. Tetapi rupanya Heksa tak begitu. Meskipun tak mendapat respon, laki-laki itu kembali bersuara. "13 tahun, right?"

Benar, 13 tahun. Karena terakhir kali Tera melihat laki-laki itu adalah ketika hari terakhir ujian nasional SMP selesai dilakukan. Bahkan ketika hari kelulusan dan wisuda pun Tera sudah tak lagi datang ke sekolah. Ada hal yang membuat Tera enggan untuk kembali hadir di sekolahnya.

Tera tersenyum sinis. "Entah apa yang lagi lo coba bahas. Tapi intinya gue gak mau denger apapun."

Heksa akhirnya memilih bungkam, Tera meremas kesepuluh jarinya merasa perjalan menuju rumahnya terasa begitu lama. Rasanya sudah tak sabar memisahkan diri dari ruangan sempit ini hanya bersama Heksa. Sebab, lama-kelamaan napas Tera menjadi sedikit terasa sesak.

Akhirnya sisa perjalanan diisi dengan keheningan, Heksa tak mencoba membuka obrolan begitupun dengan Tera yang tak perduli. Mobil yang dikendarai Heksa kini tiba di pelataran rumah megah milik Tera dengan pagar tinggi menjulang yang tertutup rapat.

EDAMAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang