Chapter 11

94 21 3
                                    

⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar!

Tera menangis tersedu-sedu di taman sepi yang berada di samping perpustakaan seorang diri. Kepalanya dia tumpukan pada kedua lututnya yang dia tekuk.

Untuk pertama kalinya Tera menangis karena orang lain. Tera termasuk perempuan yang jarang menangis, tak ada satupun sesuatu yang membuatnya sampai menangis tersedu-sedu seperti ini. Hidupnya terlampau bahagia dan sempurna.

Tapi rupanya, Tera terlalu sombong. Tera terlalu jumawa. Mempercayai bahwa kebahagian yang dirasakannya akan terjamin kekal dan selamanya.

Bermula saat Tera sedang berada di kamar mandi, Tera mendengar selentingan kabar jika ayahnya berselingkuh. Tera jelas terkejut, namun di dalam hatinya Tera merasa jika itu hanya sebuah gosip belaka dan Tera tak ingin mempercayainya.

Hutama, Papinya itu tidak mungkin melakukan hal se-memalukan itu. Tera percaya pada Papinya. Namun, kepercayaan dirinya mulai tergerus dari hari ke hari karena kabar-kabar tersebut mulai merambat dari bibir satu ke bibir lainnya.

Hutama yang merupakan seorang pebisnis tentu memiliki banyak relasi, termasuk para orang tua dari teman-temannya. Kabar perselingkuhan tersebut tentunya banyak dipercayai oleh murid-murid yang lainnya.

Lalu hari ini, Tera harus mendapatkan dampak tersebut dengan beberapa murid yang sebelumnya hanya membicarakannya di belakang kini terang-terangan membicarakannya langsung di depan Tera.

"Tera, emang bener ya bokap lo selingkuh?"

"Katanya bokap lo selingkuh sama LC ya?"

"Tera, kata nyokap gue bokap lo selingkuh. Bener gak sih?"

"Eh kasian ya, bokapnya selingkuh. Sama LC pula. Malu-maluin banget gak sih?"

Dan masih banyak perkataan-perkataan lainnya yang menusuk hati Tera. Puncaknya ketika Tera mendapatkan perundungan saat hendak pergi menuju kelas Ana. Dirinya ditarik menuju gudang sekolah yang sudah lama tak terpakai.

Sekitar 5 orang perempuan merundung Tera dengan berbagai macam ledekan dan cemoohan. Mereka tertawa-tawa disaat Tera tampak ketakutan dan menahan air matanya yang hendak keluar. Tidak, Tera tidak ingin menangis di depan mereka.

"Lo gak pantes tahu sama Heksa. Anaknya tukang selingkuh mana boleh pacaran sama cowok kayak Heksa. Ngimpi aja lo!"

"Mending putus aja sih kata gue, daripada lo nanti yang diputusin sama Heksa? Malu!"

"Bokap lo kok, selingkuh sama LC sih Ra? Gak ada yang lebih jelek lagi apa?"

"Selingkuh aja udah kelihatan rendahannya, eh tambah selingkuh sama LC. Apa gak malu lo, Ra? Kalo gue sih malu ya?"

Tera hanya bisa diam saat hujaman ucapan-ucapan menyakitkan itu mereka layangkan untuknya. Bahkan dalam benaknya, Tera tak pernah berpikir akan mengalami hal seperti ini di hidupnya.

Tera kembali menangis semakin kencang. Kacau, hidupnya kini kacau. Rumah pun kini terasa dingin dan mencekam. Kedua orangtuanya memilih untuk jarang pulang. Sekalipun pulang, makian dan perdebatan semakin terang-terangan mereka lakukan.

Tera menggigit bibirnya menahan keinginannya untuk berteriak sekuat-kuatnya. Seharusnya tidak seperti ini. Seharusnya hidup Tera baik-baik saja.

Suara bel berbunyi pertanda jika waktu istirahat telah usai, namun Tera tampak enggan untuk beranjak. Dia tak ingin kembali ke kelas, dia ingin sendiri. Meratapi nestapa dan kesedihan yang kini menjalar ke seluruh sel-sel tubuhnya.

EDAMAMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang