Hingar bingar dunia malam sudah bukan hal baru lagi bagi seorang Glycine Marriliane Astera Sudrajat. Tempat ini sudah seperti mal yang rutin dia kunjungi. Saking seringnya, eksistensi Tera sudah dihapal oleh para pegawai atau orang-orang yang berlangganan di tempat tersebut juga.
Malam ini Tera yang memakai rok jeans di atas lutut serta off shoulder crop top sebagai atasannya, tengah menegak gelas minumannya yang entah sudah ke berapa kali. Toleransi alkohol Tera sebenarnya tidak terlalu tinggi namun beberapa gelas saja tentu tak akan langsung membuat Tera tipsy.
Sedang asik memejamkan matanya sambil menikmati musik yang terdengar berisik, bahu Tera tiba-tiba ada yang menepuk pelan. Serta merta Tera langsung menoleh pada pelaku yang menepuk bahunya itu.
Seorang perempuan dengan poni menghiasi wajahnya langsung mendudukan dirinya di kursi kosong tepat di samping Tera. Ana, sahabatnya yang akhir-akhir ini tak Tera jumpai karena sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
"Kebiasaan banget sih lo, ngajak ketemuan di tempat begini." Omel Ana yang Tera tanggapi dengan kedikan bahu.
"Oh ya, denger-denger perusahaan bokap lo kena tipu?" Tembak Ana langsung.
Tera menyimpan gelas kecil di tangannya sebelum melirik Ana yang kini tengah menatapnya dengan raut penasaran. "Duitnya dibawa kabur Om Hilman, tepatnya."
"What? Serius lo?" Ana tak bisa menyembunyikan raut terkejutnya. Sedikit banyak Ana mengenal siapa Om Hilman yang Tera maksud. Laki-laki yang umurnya hampir sama dengan Hutama itu merupakan sahabat Hutama yang dahulu ikut membantu Hutama dan Mery merintis perusahaan dari bawah hingga kini memiliki nama besar.
Namun, siapa sangka pria itu justru berbuat curang dengan membawa kabur uang perusahaan.Tera yang datang ke sini bertujuan untuk sekedar merehatkan pikirannya dari masalah yang ditimbulkan oleh orang kepercayaan Hutama itu, justru dicerca banyak pertanyaan oleh Ana. "Terus gimana sekarang? Gue yakin sih yang dibawa kabur bukan nominal kecil kan? Gue denger dari Papa waktu lagi ngobrol sama temen bisnisnya, katanya perusahaan bokap lo lagi krisis banget ya?"
Tera serta merta langsung berdecak keras. "Satu-satu bisa gak sih lo nanyanya? Puyeng pala gue!"
Ana langsung mengubah duduknya yang sebelumnya tampak tegak akibat terlalu berapi-api saat berbicara, kini sedikit merunduk mendekat pada Tera. "Jadi gimana?" Akhirnya Ana memilih untuk mendengar saja apa yang hendak Tera beritahukan padanya.
"Gue juga nggak terlalu ngerti sih kenapa bokap gue sampe nggak sadar sama rencana Om Hilman. Ya intinya bokap gue sadar-sadar pas udah Om Hilman bawa kabur duitnya. Yang gue yakin tuh duit nggak dia bawa berkarung-karung kan. Makanya sekarang bokap gue lagi selidikin kemana aja tuh duit jalannya."
"Cuma yang bikin gue kesel, bokap gue masih biarin Tante Kumala sama anaknya yang songong itu hidup enak."
"Kok gitu sih?" Protes Ana.
"Bokap gue bilang katanya urusan Om Hilman gak ada sangkut pautnya sama anak dan istrinya. Apalagi setelah dimintai keterangan di kantor polisi gak ada bukti yang menunjukan kalo Tante Kumala sama si Resi ikut terlibat."
"Ah masa iya sih? Di pikir duit yang mereka belanjain dapet darimana kalo bukan dari Om Hilman? Apalagi hidup si Resi keliatan hedon banget."
"Nah itu dia, lo tahu? Pas gue datang ke sana, mereka lagi ketawa-ketiwi sambil milihin kantong-kantong belanjaan yang banyak banget."
"Wah gila." Komentar Ana mendengkus kesal.
"Terus lo apain mereka?"
Tera menumpukan kedua tangannya ke atas meja sebelum menjawab dengan santai. "Gue usirlah! Enak aja setelah bikin hidup gue kacau mereka masih bisa haha hihi pake duit perusahaan bokap, nyokap gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
EDAMAME
ChickLitTera tak habis pikir, setelah belasan tahun tak bertemu dengan mantan pertama sekaligus cinta monyetnya zaman SMP, kini Tera harus kembali bertemu dengan laki-laki itu karena adanya rencana perjodohan antara Tera dengan sang mantan. Bagi Tera, tidak...