...
Mobil senior Dante meninggalkan pekarangan rumahku. Aku duduk dibagian depan, tepat disamping senior Dante yang tengah sibuk mengendarai mobil, menyalip beberapa pengendara lain. Kurasa ia cukup hebat dalam berkendara.
"Kukira sahabatmu akan datang lebih cepat". Mendengar celetukan senior Dante, aku lantas menoleh padanya. Tidak merespon apapun, tapi kami saling tatap beberapa detik. "Ekhm, kau juga pasti bertanya-tanya kenapa tante Helen, ibumu, mengenalku?". Senior Dante tersenyum tipis, tangan kanannya tiba-tiba terangkat, menyugar rambutnya. Aku memicing, menatapnya. "Aku sering mengantar mommy-ku ke butik bunda-mu".
Aku ber-oh panjang dalam hati. Pantas saja ibunda mengenal senior Dante, pantas saja ibunda membiarkanku pergi bersama remaja laki-laki ini. Tapi, sejauh mana perkenalan mereka sampai-sampai ibunda sama sekali tidak protes saat anaknya ingin dibawa oleh orang yang bahkan aku tidak dekat. Jangankan mengobrol, bertegur sapa saja tidak. Eits, tapi senior Dante selalu ada disaat aku sendiri. Remaja laki-laki ini seperti berusaha ingin mengenalku. Aku menatap keluar jendela, memikirkan banyak hal. Kubiarkan percakapan didalam mobil hanya satu arah, aku tidak tahu harus merespon seperti apa. Lagian kami tidak dekat, kami bukan teman.
Senior Dante lagi-lagi mencuri-curi pandang padaku. Aktivitas itu selalu berulang-ulang hingga beberapa kali. Lengang, dua puluh menit kemudian mobil senior Dante berbelok kearah bangunan besar dipusat kota, mengambil nomor parkir. Melewati plang masuk.
Aku menatap bangunan luas dan besar dihadapan kami. Saat keluar, aku bisa melihat jelas kesibukan ditempat ini. Beberapa wanita dan pria berpakaian putih, biru juga hijau berjalan kesana kemari, terburu-buru. Bahkan untuk berbicara saja, sangat cepat. Dante mengajakku untuk mengikutinya, aku mengangguk patuh. Saat berjalan masuk, menyusuri lorong-lorongnya, hidungku mulai mencium bau aneh, tidak tajam tapi cukup membuat hidungku terganggu.
Aku menoleh kebelakang ketika mendengar sirene mobil dan beberapa pria berpakaian biru terburu-buru membuka mobil bertulis ambulance, mengeluarkan seseorang dalam keadaan luka parah. Aku terpaku melihatnya, otomatis menghentikan jalanku. Aku juga melihat seorang ibu-ibu seumuran ibunda keluar dari mobil itu, menangis tersedu-sedu sambil mengatakan, Selamatkan anakku.
"Ashley, ayo!".
Sanking shoknya melihat kejadian dibelakang sana, aku tidak protes saat senior Dante menggenggam tanganku, menarikku agar mengikutinya. "I-ini rumah sakit?". Aku bertanya dengan nada tidak tenang. Satu hal yang membuatku kembali terkejut, selama berjalan dilorong-lorong gedung ini dan melewati koridor, sepanjang itupula aku menyaksikan dan melihat semua orang terlihat lemas dan pucat tak lupa ditemani satu atau dua keluarganya. Benarkah ini rumah sakit?. Sebelumnya aku tidak tahu akan seperti ini suasananya.
Dante menghentikan langkahnya, menatapku dengan tatapan bingung. "Ya. Ada apa?".
Aku tidak menjawab.
Dua menit kemudian, kami tiba di tujuan.
Kami sempat menaiki tangga, itu berarti ruangan yang kami kunjungi berada dilantai dua, ada tulisan ICU di depannya. Satu kata untuk tempat ini, sunyi. Hanya dua orang perawat yang berjaga juga seorang dokter yang baru keluar dari salah satu ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Lady Rheana
FantasyBagaimana jadinya jika seorang lady dari abad pertengahan mengalami transmigrasi ketubuh gadis era Gen Z, Ashley Noellee yang menjadi target bully selanjutnya oleh senior disekolah. Ditambah lagi lady Rheana harus menghadapi sikap senior bernama Dan...